Judul :Super Hap (Superstars)
Sutradara :Pisut Praesaeng-Iam
Pemain :Rattapoom Tokongsub, Kietisak “Sena Hoy” Udomnak, Noawarat Yuktanund
Produksi :Avant
Rilis : 25 Desember 2008
Kehidupan mengajarkan kepada kita bahwa menjalani hidup adalah tentang berbagi. Memberi dan menerima. Give and take. Tentang bagaimana tangan saling merangkul, perihal saling mengisi satu sama lain.
Teung adalah pria biasa. Wajah dan perawakannya jauh dari kata sempurna. Bahkan, dirinya sendiri mengamini jika ia tak sawangable. Namun, ia memiliki suara yang merdu. Suara yang mampu membius jutaan orang. Sedangkan, Tong adalah pemilik kesempurnaan fisik seorang pria. Badannya tegap, wajahnya rupawan. Sayang, ia tak memiliki suara seindah Teung. Suaranya serak, lebih bagus suara bebek kata Teung.
Keduanya adalah sahabat semenjak kecil. Persahabatan mereka dipersatukan oleh Tuhan bukan tanpa alasan. Dari persahabatan mereka dapat diketahui bahwa Tuhan itu Maha Adil. Menciptakan segala sesuatu pasti ada manfaatnya. Mereka berdua saling melengkapi meskipun seringkali terlibat cekcok. Thailand memang jagonya dalam membuat film drama-komedi. Secara pribadi, saya mengamini jika perfilman mereka di genre tersebut satu setengah tingkat diatas perfilman Hollywood.
Suatu ketika, Tong bermain ke rumah Teung. Tatkala Teung tidur, ia menyalakan rekaman lagu berjudul Touch My Heart yang dinyanyikan Teung. Ia kemudian menari dengan iringan musik tersebut. Tidak berhenti disitu, tarian yang dilakukannya ia rekam sendiri. Setelahnya, rekaman tersebut ia upload ke jejaring sosial.
Video tersebut kemudian menjadi buah bibir masyarakat. Konflik ini menjelaskan bagaimana kekuatan media dan perkembangan teknologi di masa kini. Kolaborasi keduanya kemudian membawa mereka masuk dapur rekaman. Masalah baru terjadi, pemilik label perusahaan mengira jika lagu tersebut dibuat oleh satu orang saja. Akhirnya diputuskan keduanya dikontrak dengan catatan Teung akan mengisi suara dibalik panggung. Sedangkan, Tong menari sambil lipsing (lip-sync) diatas panggung.
Waktu berjalan perlahan, persahabatan keduanya kini sudah masuk dalam tingkat sejahtera. Dahulu untuk makan saja mereka sering berebut. Kini, jangankan makanan. Andai mau, rumah saja mereka bisa beli satu komplek.
Suatu ketika, Tong mengalami flu berat pasca bermain hujan dengan Kwan, pacar sekaligus manajernya. Ia kemudian masuk rumah sakit. Semua orang di sekelilingnya khawatir dengan kondisi Teung. Anehnya, pasca terkena flu, suara Tong berubah menjadi bagus. Padahal sebelum terkena flu, semua orang tau betapa buruknya suara Tong.
Melihat hal tersebut, Teung merasa sudah tidak lagi diperlukan di kehidupan Teung. Agaknya memang benar kata bijak bahwa uang bisa membeli segalanya dan uang pula yang bisa menghancurkan segalanya. Teung merasa ia hanya cameo dalam kesuksesan Tong. Persahabatan keduanya akhirnya break. Teung pergi dari kehidupan Tong.
Setelah sembuh, Tong yang merasa kehilangan sahabat kemudian mencari Teung. Pencarian tersebut kemudian terhenti ketika Tong berkunjung ke café yang dahulu sering ia kunjungi dengan Teung. Sayangnya, Teung menolak kembali. Ia merasa Tong sudah sukses dan sudah tidak lagi membutuhkan bantuannya. Meski begitu, sebagai sahabat, ia memberikan sebuah kaset yang di dalamnya terdapat lagu baru yang sengaja dibuat untuk Tong.
Konser tunggal Tong akhirnya tiba. Lagu pemberian Teung sudah menjadi hits masyarakat. Masalah kembali muncul tatkala ia akan menyanyikan lagu terakhir. Suaranya hilang, kembali serak. Kwan dan promotor konser bingung setengah mati. Pada momen genting tersebut, Teung muncul dengan kedewasaannya. Ia bernyanyi di belakang panggung dan memberikan kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki hubungan dengan Tong.
Film berdurasi hampir dua jam ini digarap dengan apik oleh sutradara Pisut Praesaeng-Iam. Seperti umumnya film Thailand, cerita disajikan dengan mengedepankan unsur anti-lebay dan se-riil mungkin. Karena hal tersebut pula mengapa film-film Thailand sejajar dengan film Asia lainnya. Sejajar pada posisi kemasyhuran dan unsur tak lekang oleh jaman. Kenyatannnya, film Mandarin macam trilogi God of Gambler atau film India berjudul Mohabbatein lebih awet dibandingkan film Hollywood yang terkesan politis dan provokatif.
Leave a Reply