Judul: Moralitas Politik PKB: Aktualisasi PKB sebagai Partai Kerja, Partai Nasional, dan Partai Modern
Penulis: Imam Nahrawi
Pengantar: Abdurrahman Wahid
Penerbit: Averroes Press
Tahun: 2005
Tebal: 190
ISBN: 9793997028
PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) adalah sebuah partai yang diproduksi oleh organisasi masyarakat dan keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu NU (Nahdlatul Ulama). Kelahiran partai ini tidak bisa dilepaskan dari cawe-cawe politik ormas kebanggaan warga Nahdliyin tersebut. PKB didirikan dalam rangka memenuhi hasrat berpolitik warganya yang sekian lama terpasung ketatnya regulasi negara.
Hampir semua warga nahdliyin dan elit-elitnya bersepakat bahwa berdirinya partai ini murni atas jasa besar NU. Namun, kalau dikatakan PKB adalah satu-satunya partai yang berhak difasilitasi NU, lebih-lebih seluruh warganya harus memilih PKB, maka cukup banyak tokoh teras ormas ini yang tidak setuju, bahkan menentang dengan keras.
Sebabnya selain karena PKB yang didirikan oleh orang NU juga tidak sedikit. Yang pasti, PBNU sebagai ujung tombak pengambil keputusan organisasi ini sangat banyak berperan terhadap proses dari awal hingga akhir pendirian PKB. Itulah mengapa orang-orang NU yang banyak berada di belakang elit-elit PBNU, terutama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lebih suka meneguhkan PKB sebagai partainya wong NU.
Politik NU
Walaupun desakan kembali ke khittah 1926 selalu mengiringi sejarah perjalanan NU, terakhir santer diteriakkan anak-anak muda NU pada Muktamar di Donohudan Solo, nampaknya wajah cantik politik tetap saja menyeret ‘kaum sarungan’ masuk pusaran di dalamnya. Kepentingan politik NU, sebut saja demikian, melalui manuver sebagian kiai dan pesantren yang dipimpinnya, terbukti masih menjadi gejala akut yang tidak mudah dikikis.
Politik ibarat kebutuhan primer yang tidak mungkin tidak dipenuhi. Kondisi seperti ini semakin diperparah manakala moment konfigurasi politik datang menghampiri. Pelaksanaan demokrasi prosedural semacam pemilu, menjadi sajian menarik yang tidak terlupakan. Pemilu menggerus khittah 1926 menjadi day to day politic, tiada hari tanpa politik.
Sebagai organisasi keagamaan yang berbasis tradisi, ditambah lagi jumlah jama’ah yang dimiliki mencapai angka mayoritas (majority number) di Indonesia, tidak dapat ditolak NU merupakan aset politik yang menggiurkan. Walaupun pada praktiknya NU kerapkali ketinggalan kereta, hasrat politik (political desire) yang ada seolah-olah sangat sayang kalau tidak dilampiaskan. Walhasil ijtihad politik NU merupakan bagian tak terpisahkan dari setiap perjalanan organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asyari ini. Pilihan politik para kiai, untuk tidak menyebutnya sebagai fatwa yang harus diikuti, kerapkali sangat menentukan nahdliyin dalam menentukan pilihan politiknya.
Dalam hal ini, kita dapat melihat bahwa tingkat primordialisme dan ketergantungan umat terhadap ulama’ sungguh sangat tinggi. Patron semacam inilah yang menjadi sandaran teologi politik nahdliyin dalam menentukan sikap. Namun demikian, kita juga tidak bisa secara begitu saja (taken for granted) menjustifikasi sikap di atas sebagai amalan yang negatif. Patronase di tubuh NU justru sering menjadi indikasi moralitas politik NU yang paling berharga. Artinya sikap politik yang ditempuh warga NU, tidak semata-mata muncul dari penilaian menurut aliran, lalu sama sekali menanggalkan prinsip-prinsip rasionalitas yang mereka miliki.
Masa Depan PKB
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam pengantar buku ini mengatakan:
Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah tulisan Saudara Imam Nahrawi. Sebagai tenaga muda yang akan menentukan masa depan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dengan sendirinya ia menjadi terlibat dalam pencarian format tetap itu sendiri. Harus ada benang halus yang akan menentukannya dalam jangka panjang dalam proses meniti kepemimpinan itu dalam berbagai tingkatan.
Tentu saja, dapat saja terjadi hal-hal di luar dugaan kita. Tetapi bagaimanapun juga pencarian format tetap itu harus terus berlangsung, dengan di dalamnya ada sumbangsih pemikiran dari orang-orang seperti Imam Nahrawi. Ini untuk mencegah Imam Nahrawi agar jangan hanya bertumpu pada “kebiasaan” untuk berebut jabatan saja, tanpa mengetahui apa kegunaan jabatan itu sendiri. Sikap seperti itu jelas sangat merugikan perjuangan karena hanya berisi intrik-intrik politik yang dilakukan orang saja tanpa ada kejelasan untuk apa ia ada. Kenyataan ini menjadi sangat penting, karena tampaknya masa depan bangsa dan kehadiran negara ini akan sangat ditentukan oleh PKB.
Pendirian PKB tidak bisa dipungkiri merupakan satu satunya partai politik yang kelahirannya difasilitasi oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Berdasarkan hasil Rapat Harian Syuriah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 3 Juni 1998 PBNU membentuk Tim Lima yang diketuai KH Ma’ruf Amin, yang bertugas memenuhi aspirasi warga NU. Kemudian Rapat Harian Syuriah dan Tanfidziyah PBNU tanggal 20 Juni 1998, memutuskan memberi Surat Tugas No. 925.A.II.03.6.1998 yang ditandatangani 22 Juni 1998. Dengan dibantu Tim Asistensi yang diketuai Arifin Junaidi, akhirnya lahirlah partai yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa.
Leave a Reply