Selalu Dijadikan Ajang Festival ketika Ramadan Tiba
Suara kentongan diiringi tabuhan kendang Sabtu malam itu begitu membahana di Kelurahan Bandulan Kota Malang. Sambil memukul kedua alat itu, sekelompok orang yang duduk di atas kendaraan hias berucap sahur, sahur. Layaknya karnaval, kendaraan hias tersebut berkeliling jalan raya di sepanjang Kelurahan Bandulan. Tidak hanya satu, namun ada delapan belas kendaraan hias yang sudah dilengkapi dengan beragam alat musik seperti kentongan, kendang, gitar, angklung maupun rebana. Beragam alat musik tersebut dimainkan secara bersama-sama oleh orang yang duduk di atas kendaraan hias dan menghasilkan irama musik yang khas. Seakan tak ada capeknya, sambil memainkan alat musik itu mereka terus menerus berucap sahur, sahur.
Kedelapan belas kendaraan hias tersebut saat itu sedang berlomba menjadi yang terbaik di ajang festival patrol yang diselenggarakan Kelurahan Bandulan. Sebuah festival yang selalu diadakan setiap tahunnya guna menyemarakkan datangnya Ramadan. Festival yang dibuka Wakil Walikota Malang Bambang Priyo Oetomo tersebut menyedot perhatian ribuan masyarakat Kota Malang yang ingin menyaksikan festival itu hingga membuat Jalan Raya Bandulan menjadi macet total. Di tempat berbeda, sehari sebelumnya sebuah mall di Kota Malang juga mengelar ajang yang sama. Bedanya festival patrol tersebut diselenggarakan pada siang hari.
Ketika Ramadan tiba memang sudah menjadi kebiasaan di Malang patrol menjadi ajang perlombaan. Indra Permana, salah seorang pengelola mall yang mengadakan festival patrol mengatakan bila pihaknya sengaja mengadakan festival itu supaya tradisi orang kampung itu dikenal kalangan masyarakat perkotaan.’’Patrol itu identik dengan tradisi Ramadan yang dilakukan orang kampung. Kami memang berniat untuk mengenalkannya ke masyarakat umum,’’ katanya.
Patrol dan kedermawanan sosial
Tidak ada yang tahu sejak kapan tradisi patrol ada. Istilah patrol sendiri muncul untuk digunakan menyebut sekelompok orang yang dengan sukarela membangunkan masyarakat untuk makan sahur pada Bulan Ramadan. Tradisi ini mulanya berkembang di daerah pedesaan yang kala itu masih belum ada alat pengeras suara seperti speaker saat ini untuk membangunkan orang agar makan sahur. Sebagai gantinya, masyarakat membawa berbagai alat tabuhan seperti kentongan, ketipung, dan berbagai alat lain yang bisa menghasilkan suara untuk membagunkan masyarakat. Alat itu ditabuh secara bersamaan dan diatur supaya menghasilkan suara seperti irama musik.
Patrol biasanya dilakukan secara berkelompok. Jumlahnya sangat bergantung alat musik yang dibawa. Bila alat musiknya ada lima maka anggota kelompok itu ada lima orang. Itupun tidak pasti. Biasanya ada anggota yang hanya ikut tanpa membawa alat musik. Dengan memainkan alat musik itu, kelompok patrol tersebut akan berkeliling kampung untuk membangunkan orang agar makan sahur.
Nilai kedermawanan sangat melekat kuat pada patrol. Pasalnya meskipun tidak ada pihak yang menyuruh, memaksa mupun membayar, orang-orang yang tergabung dalam kelompok patrol itu setiap malam Ramadan dengan sendirinya akan berkeliling. Nilai kedermawanan itu muncul karena masyarakat pedesaan dulunya masih memegang kuat semangat kegotong-royongan, nilai yang saat ini sudah mulai pudar. Banyak hal yang dilakukan masyarakat desa secara bersama-sama tanpa memandang imbalan yang bersifat materi. Bagi mereka orang desa, berbuat baik bagi sesama adalah perbuatan yang sangat mulia.
riski says
tembelek kucing kecapi