Masalah sampah di Indonesia memang terlanjur kronis. Masyarakat tak henti-hentinya memproduksi sampah dari setiap aktivitasnya. Tak hanya itu, cara membuang sampah pun menjadi permasalahan pelik tersendiri. Beberapa dengan bijak membuang ke tempatnya. Beberapa yang lain “lebih bijak lagi” dengan membuang ke sungai, selokan, atau di setiap jalan. Dampak sampah mempengaruhi banyak sektor. Mulai dari dampak bagi kesehatan, lingkungan hingga sosial-ekonomi.
Permasalahan Sampah
Menurut data yang dilansir bbc.com pada 2015, sampah plastik yang mengalir sampai ke lautan jumlahnya sekitar 8 juta ton. Ada 20 negara yang menyumbang sebesar 83 % dari sampah yang sampai ke lautan. Negara Cina menempati posisi pertama dengan 1 juta ton. Diperkirakan pada tahun 2025, sampah yang terakumulasi di lautan sekitar 155 juta ton plastik. Dari data dan forecasting diatas, bisa dibayangkan bagaimana pencemaran yang nantinya akan terus membesar. Tak hanya pada ekosistem laut, secara tidak langsung ekosistem darat juga akan mengalami dampak dari kondisi tersebut.
Di Indonesia, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada sekitar 175.000 ton sampah setiap harinya dengan asumsi 0,7 kilogram/orang membuang sampah. Bahkan Indonesia termasuk negara penghasil sampah terbanyak di dunia setelah Cina. Sampah bisa dari sampah rumah tangga, pasar-pasar, maupun dari pabrik-pabrik.
Solusi Pengolahan Sampah
Sebenarnya, para pakar ilmuwan sudah banyak mempunyai metode pengolahan sampah. Mulai dari metode reuse, recycle, hingga reduce (konsep 3R). Sampah plastik misalnya, penambahan perilaku menggunakan cara daur ulang menjadi plastik cacah atau pelet dapat dilakukan untuk mengolah sampah menjadi bahan industri olahan yang berbahan plastik. Bahkan, teknologi terbaru sudah mampu menjadikan sampah sebagai salah satu energi alternatif.
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) adalah pembangkitan energi listrik yang memanfaatkan sampah. Proses sederhananya, sampah yang telah dipilah dimasukkan kedalam tungku pembakaran. Panas dari pembakaran sampah akan memanaskaan boiler. Uap panas yang dihasilkan dari boiler ini kemudian mengalir ke turbin dan memutarnya. Putaran dari turbin generator inilah nanti yang membangkitkan energi listrik. Adapun dampak negative dari PLTSa ini seperti, abu hasil pembakaran, dan zat-zat lain hasil residu relatif bisa ditangani oleh paraa ahlinya. Contohnya, pembuatan corong dan filter pada saluran pembuangan dari pembakaran.
Indonesia dengan 175.000 ton sampah ketika diolah dengan benar akan menjadi sangat bermanfaat. Jika diasumsikan bahwa sekitar 66 ton sampah bisa menghasilkan sedikitnya 1 MW listrik. Dengan perhitungan tersebut berarti potensi sampah Indonesia setiap harinya bisa digunakan untuk menghasilkan listrik sekitar 2.651 MW. Artinya, PLTSa yang termasuk Energi Baru Terbarukan ini bisa mengaliri listrik 1.970.000 rumah tangga dengan kapasitas 1300 VA. Tentunya untuk mewujudkan hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kendala terbesar adalah dana investasi untuk membangun infrastruktur.
Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait daerah-daerah yang dijadikan percontohan pengolahan sampah yang dikonversi menjadi energi listrik. Daerah-daerah tersebut adalah Jakarta, Bandung, Tangerang, Semarang, Surabaya, Solo, dan Makassar. Meskipun begitu, beberapa daerah lain sudah menerapkan konversi ini seperti Palembang, Kendari dan Bali.
Permasalahan sampah wajib untuk menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat. Kesadaran dalam mengolah sampah menjadi kunci utama menyelamatkan lingkungan dari sampah. Alangkah indahnya sungai-sungai ketika tidak ada sampah. Alangkah lestarinya lautan ketika tidak dicemari oleh sampah. Tidak ada solusi lain untuk sampah yang tercemar kecuali mulai memupuk kesadaran dan membiasakan diri untuk berhenti membuang sampah sembarangan.
Leave a Reply