Sebelum berkembang dan munculnya institusi-institusi pendidikan seperti Madrasah atau Al-Ja’miah (perguruan tinggi), telah ada lembaga pendidikan yang sifatnya informal yang bahkan sebelum zaman Abbasiyah Berjaya lembaga ini seakan menjadi bentuk yang diwariskan ke generasi selanjutnya. Institusi tersebut tidak terbatas pada ruangan kelas atau pertemuan formal, melainkan pula pada tempat-tempat umum seperti pendidikan di kedai atau toko, rumah sakit, rumah ulama bahkan rumah masyarakat. Dari berbagai model institusi ini kemudian menjadi cikal bakal berdirinya bentuk Lembaga atau institusi pendidikan yang lebih formal.
Secara spesifik, beberapa bentuk institusi pendidikan di awal dinasti Abbasiyah adalah;
1) Al-Kuttab, bentuk pluralnya adalah Al-Katātīb atau Al-Makātib, tergolong lembaga kategori dasar untuk usia anak-anak, program pendidikan di Al-Kuttab diklasifikasikan menjadi dua bagian, Al-Kuttab yang spesialisnya mengenai baca-tulis saja dan Al-Kuttab yang focus materi pembelajarannya adalah Al-Qur’an dan pokok penting ajaran agama Islam.
2) Pendidikan Standar Istana, yakni pendidikan yang dipersiapkan untuk para peserta didik dari keluarga khalifah dan para pembesar pemerintahan. Misinya memper-siapkan generasi penerus pemerintahan agar dapat mengemban tugas-tugas berat yang akan dilimpahkan di masa-masa mendatang. Kurikulumnya pun bersifat lebih terbuka dan luas dari pada yang ada dial-Kuttab, oleh sebab itu bahkan orang tua bisa ikut berperan serta dalam menentukan materi/mata pelajaran yang akan diajarkan pada putra-putrinya.
3) Kedai/Toko Pedagang Buku, tidak hanya sebagai pusat perniagaan, toko kitab juga sebagai sarana untuk melakukan diskusi ilmiah, pembahasan-pembahasan keilmuan serta tempat sidang para cendekiawan, ahli sastra, dan ilmuan-ilmuan lainnya, di toko ini terdapat juga kegiatan penyalinan naskah-naskah sebagai copy-an dari kitab asal yang nantinya juga bisa dijual atau dipelajari bagi konsumen yang berminat.
4) Rumah para Ulama, tidak semua ulama memfokuskan tempat pembelajarannya di masjid atau maktab-maktab lainnya sehingga sarana yang dipakai sebagai tempat pembelajaran sebagian mereka ditempatkan di rumah mereka sendiri, di antara yang terkenal pada masa itu adalah rumah Imam Al-Ghazaly, Ibn Muhammad, Al-Fashihy, Ya’qub bin Killis, Ibn As-Sina. Di rumah Ibn As-Sina dikaji beberapa kitab seperti Asy-Sifa’ dan Qowanin sekaligus mempraktikan beberapa eksperiman teori-teori pengobatan dan ruhaniyat.
5) Rumah Sakit/Mustasyfa, tidak hanya sebagai sarana untuk pelayanan pengobatan dan kesehatan masyarakat namun juga tempat pembelajaran untuk mempraktikkan teori-teori pengobatan dan farmasi, rumah sakit juga menjadi tempat pengajaran fakultas kedokteran kala itu, sering dilakukannya eksperimen peracikan obat oleh para pelajar yang kala itu dibimbing tokoh-tokoh sekelas ibn As-Sina dan Abu Ma’syar Al-Falaky.
6) Padang Pasir/Badi’ah-badiah, beriringnya waktu yang menyebabkan perubahan mencolok terhadap kefasihan bahasa Arab hingga tidak murni lagi, hal ini disebabkan pertukaran budaya dan bahasa masa kemajuan Abbasiyah di Baghdad yang menarik perhatian khusus dari orang-orang di luar daerah kekuasan Abbasiyah. Gurun pasir menjadi tempat pendidikan bahasa yang masih murni dari bahasa asing dan yang telah rusak bahasanya, dengan peserta didik yang mayoritas berasal dari keluarga istana seperti Khalifah Al-Mutawakkil yang diperintahkan ayahnya, Harun Ar-Rasyid untuk mempelajari bahasa yang fasih dan masih murni kepada kabilah-kabilah yang tinggal di pedalaman padang pasir.
Selanjutnya, era Abbasiyyah membangun institusi yang sifatnya formal, di antara yang masyhur adalah Bayt Al-Hikmah, Madrasah Nidhomiyah dan Al-Muntashiriyyah.
Bayt Al-Hikmah awalnya hanya perpustakaan pribadi milik Khalifah Harun Ar-Rasyid yang kemudian dibuka untuk umum untuk pengembangan ilmu pengetahuan, riset, an studi. Institusi tersebut merupakan sekual dari institusi yang didirikan Imperial Sasania Persia yang dikenal dengan nama Jundishapur Academy. Bayt Al-Hikmah dikembangkan tidak hanya pada puisi-puisi maupun cerita raja namun juga menjadi khazanah literature kuno yang berasal dari Bizantyum, Persia, Yunani, dan lain sebagainya. Sementara itu, Madrasah Nidhomiyyah, didirikan perdana mentri Nidhom Al-Malik masa pemerintahan Khalifah Abu Ja’far Abdullah Qo’īm bi Amrillah. Sedangkan, Madrasah Al-Muntashiriyah adalah universitas pertama di dunia yang memprogramkan studi fikih kolektif empat madzhab sekaligus (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah), yang mana sebelumnya program studi madzhab ini sifatnya masih terpisah di lembaga yang berbeda.
Oleh; Abdullah Afif
Leave a Reply