Judul : 2014 (Siapa di atas Presiden?)
Sutradara : Hanung Bramantyo dan Rahabi Mandra
Pemain : Ray Sahepati, Deddy Sutomo, Rudi Salam, Rizky Nazar, Maudy Ayunda, Donny Damara, Rio Dewanto dan Atiqoh Hasiholan
Rilis : 26 Februari 2015
Produksi : Mahaka Pictures, Dapur Film
Keniscayaan sebagai seorang manusia yang memiliki pasangan menjadikan saya siang itu berdiri tepat didepan bioskop di salah satu mall terkemuka di Kota Malang. Jujur, saya bukanlah orang yang suka menghabiskan waktu untuk menonton film di Bioskop. Hemat saya, akan lebih baik jika melihat film di beberapa situs yang menyediakan layanan nonton film online sembari ditemani secangkir White Coffe dan sebungkus rokok merek Srengenge.
Singkat cerita, bersama pasangan (wanita tentunya) akhirnya kami memutuskan untuk melihat film “2014 : Siapa diatas Presiden?”. Setelah mendapatkan dua tiket, tidak sengaja saya bertemu dengan rekan kuliah. Kami sempat terlibat beberapa percakapan :
Teman saya : Nonton film siapa diatas presiden, bro?
Saya : Iya, ini sudah beli tiket.
Teman saya : Ente kemarin pilih Prabowo ya? Makanya tertarik sama film ini.
Saya : Tidak juga. Mosok ente tak tuduh benci Indonesia hanya karena ente nonton film Hollywood (sambil melirik tiket di tangannya).
Akhirnya, kami masuk ke dalam bioskop dan beberapa menit kemudian film mulai diputar. Saya baru sadar ternyata film ini memang mengangkat cerita dengan latar belakang konflik politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 2014 kemarin. Untungnya karakter dan alur yang ada semuanya fiktif. Andai tidak, mungkin prasangka buruk saya terhadap Pak Presiden semakin menjadi-jadi.
Film dimulai dengan cerita mengenai seorang politikus yang diperankan oleh salah satu aktor favorit bapak saya, Om Ray Sahetapy. Ia berperan sebagai Bagas Notolegowo yang punya keinginan menjadi seorang presiden Indonesia agar dapat memberantas korupsi. Sebagai kandidat calon presiden, Bagas Notolegowo memiliki karakter yang penuh dedikasi dan dicintai oleh rakyat. Hal tersebut membuat banyak lawannya merasa iri dan takut kalah dalam persaingan pemilu presiden. Singkat cerita, Bagas pun dijebak dalam sebuah konspirasi politik.
Sosok presiden Indonesia sendiri diperankan oleh Deddy Sutomo sebagai Jusuf Syahrir yang tidak kuasa untuk bertindak meski mengetahui adanya kecurangan yang terjadi. Karakter Jusuf Syahrir ini mengingatkan kepada sang jenderal, presiden favorit saya yang kalem dan tewah-teweh, namun tegas nan bijaksana. Lawan Bagas dalam pemilihan presiden, Faisal Abdul Hamid, diperankan oleh Rudy Salam, pemeran Pak Duta di sinetron Pernikahan Dini. Faisal berkarakter cerdas dan mampu membuat strategi politik baru untuk memecah suara dukungan Bagas yang tengah terlibat kasus kriminal.
Hampir sekitar setengah jam berlalu, bersamaan dengan tragedi habisnya Pop corn, cerita kemudian berlanjut dengan munculnya Ricky Bagaskoro (Rizky Nazar), putra dari Bagas. Ricky yang percaya bahwa ayahnya adalah korban fitnah ini mengingatkan saya kepada karakter Samar di film Raajneeti. Ricky kemudian melakukan beberapa usaha untuk menelusuri kasus tersebut secara diam-diam. Upaya tersebut kemudian mempertemukan Ricky dengan seorang pengacara ternama bernama Krishna Dorojatun (Donny Damara).
Kekaguman saya terhadap Hanung semakin bertambah ketika ia juga menampilkan strategi lewat media sosial yang sedang cetar membahana. Perang hashtag layaknya pilpres antara Wowo dan Wiwi kemarin pun tak terelakkan. Dalam melakukan investigasi untuk mencari bukti kebenaran kasus yang menimpa ayahnya, Ricky dibantu oleh Laras (Maudy Ayunda). Saya tidak berani banyak berkomentar karakter Laras dengan alasan takut dikritik oleh para Maudears. Apalagi do’i juga sering datang di mimpi-mimpi indah saya tiap malam.
Selain karakter-karakter diatas, ada juga karakter Satria (Rio Dewanto) yang berperan sebagai pembunuh bayaran. Karakter lainnya adalah Iptu Astri (Atiqoh Hasiholan) yang bertugas mengawal Ricky dalam melakukan upaya pencarian fakta. Tepat ketika Iptu Astri yang diperankan oleh Atiqoh ini muncul, saya mengucapkan rasa syukur sebesar-besarnya kepada tuhan. Dalam benak saya, akan sangat tidak mengenakkan jika yang menjadi Iptu Astri adalah Bripda Dewi Sri Mulyani. Pemilik falsafah modern “Disitu terkadang saya merasa sedih”.
Setelah hampir sekitar 90 menit, film diakhiri dengan adegan terpilihnya Bagas sebagai Presiden Republik Indonesia. Pada bagian akhir juga diceritakan adanya kekuatan besar diluar pemangku kekuasaan. Siapakah dia? Cek saja di bioskop-bioskop kesayangan anda. Meski dengan menonton film ini tidak semerta-merta akan mendapatkan predikat pemuda harapan bangsa. Minimal dengan mengajak pasangan, anda akan termasuk dalam kategori pemuda harapan pemudi.
Dengan menggandeng tangan pasangan (ciee cieeee), saya mantap keluar ruangan. Disaat yang bersamaan sebuah pertanyaan muncul dibenak saya, “Kira-kira di Negara ini kekuatan besar itu siapa ya? Mak Erot anak mantan presiden? Om Brewok yang punya stasiun Televisi kesayangan beberapa penulis Avepress.com? Atau jangan-jangan Paman Sam nan jauh disana?”. Ahh, yasudahlah. Mendingan saya makan Tosoto di Foodcourt daripada memikirkan pemerintah yang gak becus itu.
[fresh_video url=”http://www.youtube.com/watch?v=4KO6_e2lgpw”]
Leave a Reply