JB-Malang. Di mana ari-ari kalian di kuburkan? Di lantai sebuah sudut depan kamar dekat mushola rumah, “adek” ari ariku dikuburkan. Semua saudaraku juga memiliki saksi-sejarah-kelahiran berupa tempat khusus persemanyaman ari-ari. Sebagian besar keluargaku baik laki laki maupun perempuan juga memilikinya. Maqom ari-ariku tersebut berupa lubang kotak dengan luas sekitar 200 cm persegi. Menurut nenek, setiap manusia terlahir di dunia tidaklah sendiri. Setiap bayi yang lahir, selalu membawa dua saudara yang dalam istilahnya disebut kakang kawah dan adhi ari-ari. Kakang kawah wujudnya adalah air ketuban yang mengawali detik detik kelahiran seorang bayi. Karena keluar lebih dulu dari rahim ibu, “saudara” jabang bayi tersebut disebut kakang (kakak). Sedangkan ari-ari (placenta dalam bahasa kedokteran) keluar dari rahim mengikuti kelahiran bayi dan karena itu dia sebut sebagai adhi (adik). Karena ari-ari adalah saudara, maka dalam keyakinan masyarakat Jawa, dia harus dikuburkan dan diperlakukan sebagaimana makhuk hidup.
Dalam sebuah perbincangan ringan di rumah seorang sahabat senior, Robikin Emhas di Jalan Sebuku Malang dalam suasana lebaran, perbincangan tentang ari-ari ini mengemuka kemarin malam(17/9). Beberapa sahabat yang terdiri atas redaktur Radar Malang, anggota KPUD, pengurus Averroes saling berbagi cerita mengenai kisah penguburan ari ari anak-anak mereka. Heri Setiyono, salah seorang Ketua Averroes mengisahkan bagaimana dia mendhem (mengubur) ari-ari putri pertamanya dengan melakukan ritual khusus. Heri mengaku, dalam mengubur ari-ari putrinya tersebut dia diperintahkan keluarganya untuk memakai kerudung dan merias diri dengan bedak. Proses penguburan pun dilakukan dengan hati-hati dan dilakukan dengan dengan tangan kanan. Proses senada ternyata juga dilakoni oleh dua orang redaktur yang juga ikut berbagi cerita malam itu.
Namun tidak semua ayah mau mendhem ari-ari anaknya dengan tangannya sendiri. M. Athok, seorang staf Radar Malang mengaku ritus mendem ari-ari sesaat seteah putrinya lahir, dilakukan oleh ayah mertuanya. Athok mengaku kurang percaya diri melakukan ritual sakral itu sehingga meminta tolong kepada mertuanya untuk mewakilkan. Demikian juga dengan Alim Mustofa, anggota KPUD Kota Malang ini juga mewakilkan kepada orang tuanya dengan alsan tidak tega. Meski tidak melakukan pemakaman ari-ari dengan tangan sendiri, mereka meyakini betul bahwa ritual pemakaman ari-ari harus dilakukan dengan benar dan hati yang bersih. Karena, seperti yang diungkapkan oleh Athok, ritual mendhem ari-ari akan berpengaruh terhadap perkembangan sang jabang bayi. “Kalau masalah ari-ari ini saya percaya. Banyak yang bisa menjadi contoh. Temen saya dahulu lupa menguburkan ari-ari menggunakan tangan kiri. Akibatnya, anaknya sekarang agak kidal, lebih sering menggunakan tangan kirinya”, kisah Atho mencoba meyakinkan.
Ari-ari menjadi organ ibu yang fital bagi bayi saat masih di kandungan. Di sinilah sang ibu mengirimkan nutrisi kepada sang bayi untuk diasup sebagai makanan. Bentuknya elips seperti mangkuk. Ari-ari sudah lama diteliti oleh pakar kesehatan. Kandungan nutrisi dalam ari-ari ternyata cukup luar biasa. Dalam berbagai tempat, ari-ari bahkan telah dipergunakan sebagai bahan pengobatan dan kosmetik. Meski di tahun 2000, MUI melarang menggunakannya sebagai obat. Namun sebagain ulama’ memperbolehkan jika dalam keadaan darurat.
Ritual memperlakukan ari-ari ternyata masih banyak dan mudah dijumpai di sekitar kita. Meski bagi sebagian kalangan penggemar salafus sholih, mengaggapnya sebagai ritual yang haram, banyak juga ulama’ atau kiai yang melakukannya. Seperti kabar masyhur dari KH Wahab Chasbullah yang yang diceritakan edhenk (seorang kontributor portal ini juga). Ari-ari putra putri Mbah Wahab menurut kisah juga diperlakukan khusus dengan dilarung di Sungai Brantas. Bagi yang percaya, mungkin inilah sebabnya mengapa putra putri Mbah Wahab tersebar di berbagai daerah untuk melanjutkan perjuangan beliau.
Terlepas kontroversi yang ada, nampaknya ada kearifan yang hendak dibangun oleh para leluhur yang telah mengajarkan mendhem ari-ari. Bayi lahir di dunia tidak hanya bersifat fisik, namun juga membawa aspek metafisik yang kerap menjadi doa dan harapan bagi orang tuanya. Memperlakukan dengan baik ari-ari adalah bagian dari ikhtiar sekaligus doa kepada Sangkang Paraning Dumadi (Gusti Allah) agar sang anak tumbuh dengan baik. Nah jika ari-ari ini kemudian dimakan sebagai obat bagaimana? Ada yang mau memakan adeknya sendiri? Wkwkwkwk
Penyebutan “adhi” yang melekat pada ari-ari barangkali juga tidak sekedar dikarenakan dia lahir bersamaan dengan jabang bayi. Lebih dari itu, hal ini untuk memberikan pesan bahwa seseorang jangan merasa hidup sendiri. Baik kesendirian dalam arti positif (egois, individualis) maupun kesendirian dalam arti negatif (tidak punya siapa-siapa).
Manusia harus ingat bagaimana dia tercipta saat virus congkak menghampiri. Selain atas kuasa tuhan dan ikhtiar manusia (orang tua, keluarga, dokter, bidan, dukun bayi), kelahiran setiap manusia tak lepas dari “jasa” adhi ari ari yang setiap saat mengirimkan makan kepadanya selama dalam kandungan ibu. Karenanya tidak ada alasan bagi siapapun untuk merasa sombong dan menang sendiri. Karena sejatinya dia tidak akan pernah lepas dari bantuan yang lain, bahkan sejak dalam kandungan.
Sebaliknya, setiap orang yang hidup jangan pernah merasa sendiri, lemah, dan putus asa saat mengalami kesulitan hidup. Karena selain tuhan dan manusia (keluarga,dan teman) kita juga punya saudara dari alam lain, kakang kawah dan adhi ari ari. Keberadaan kakang dan adhi tersebut harus selalu didoakan. Marmati kakang kawah adhi ari-ari, sedulur papat limo pancer…. al faatihah. Saudara dari alam lain ini diharapkan mampu menjadi teman di saat kita jauh dari keluarga dan sahabat. Untuk itu selama masih bisa bernafas, tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak terus bertarung dan memberi manfaat kepada yang lain. Wallahu a’lam
Leave a Reply