Beberapa hari ini hampir semua media massa meliput, menyajikan peristiwa berdarah di Tarakan dan di Ampera, Jakarta Selatan. Media massa sebagai menyedia informasi, menyajikan peristiwa “pertarungan” yang terjadi di kedua tempat tersebut. Masyarakat sebagai konsumen mau tidak mau harus melihat apa yang disajikan media massa karena itu yang menjadi headline. Kebengisan dan kekejaman manusia diekspos, tanpa menghiraukan dampak dari peristiwa berdarah tersebut. hal itu dalam dunia jurnalistik disebut jurnalisme non humanisme. Jurnalisme yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan (peri kemanusiaan).
Media massa menyadari kondisi Indonesia yang heterogen. Dari media massa diharapkan mengawal kondisi ini, dengan menyajikan pemberitaan yang seimbang. Namun, menurut Althusser dan Gramsci, media massa bukan sesuatu yang bebas, independen tetapi ada berbagai kepentingan (Sobur :2009). Kepentingan kapitalisme pemilik modal, kepentingan keberlangsungan kerja bagi karyawan tidak mungkin membuat media massa berbuat seimbang tentu, memilih yang menguntungkan. Contoh kecil ketika fenomena lumpur menyembur di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur ada media yang menyebut fenomena lumpur sidoarjo, media lain menyebut Lumpur Lapindo. Hal ini jika kita amati, media yang menyebut Lumpur Sidoarjo merupakan media yang pemiliknya juga pemilik perusahaan yang menyebabkan fenomena lumpur keluar tiada henti sampai sekarang. Sedangkan media massa yang menyebut lumpur lapindo, pemiliknya tidak ada ikatan dengan perusahaan tersebut. Penderitaan yang dialami korban tidak banyak ditayangkan, namun jika korban melakukan aksi-aksi yang berujung anarkis media baru mau meliput.
Sajian–sajian tentang kekerasan yang ada membuat legitimasi di masyarakat bahwa itu sah dilakukan. Jika opini publik seperti ini yang terbentuk hancurlah negeri ini. Perbuatan anarkis yang disajikan mennjadi contoh bagi masyarakat dan akan berdampak negatif. Seandainya media massa mengembangkan jurnalisme kemanusiaan, di mana menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Jurnalisme kemanusiaan, memanusiakan manusia (nurudin.multiply.com). Jika ada pertikaian antar kelompok, golongan media massa menyajikan dampaknya terhadap keluarga, lingkungan dan masyarakat disekitar. Orang pasti akan secara langsung maupun tidak langsung akan berpikir ulang untuk bertindak
anarkis. Karena mengetahui dampak yang akan ditimbulkannya. Jurnalisme kemanusiaan tidak akan merugikan media massa baik materiil maupun non materiil, justru masyarakat akan simpati dengan pemberitaan yang dilakukan media tersebut. Media massa juga menjaga keharmonisan masyarakat heterogen di Indonesia dengan melakukan jurnalisme kemanusiaan.
Media massa di Indonesia masih jarang yang menerapkan jurnalisme kemanusiaan, trennya masih mengikuti pasar. Semoga ke depan banyak media massa yang menerapkan jurnalisme kemanusiaan. Sehingga jika ada peristiwa aksi mahasiswa anarkis dengan isu yang tidak jelas dan aksi mahasiswa dengan idea atau gagasan brilian, yang menghiasi media adalah aksi mahasiswa yang kedua. Semoga!
Saiful says
Not why?