Tidak semua orang bisa memenuhi kebutuhannya dengan jalan yang legal. Lebaran selain merupakan momentum menggapai kefitrian juga seringkali menjadi momentum terjadinya kejahatan. Umumnya kejahatan justri lebih berpeluang terjadi ketika kebutuhan ekonomi semakin meningkat.
Ada kecenderungan kejahatan terjadi setiap saat. Penjahat atau pelaku kriminal memanfaatkan situasi seperti di terminal, di jalan raya, di tempat ibadah, di pasar dan di berbagai fasilitas umum lainnya.
Kejahatan, di manapun, dibagi ke dalam beberapa bentuk atau modus dan sifat-sifatnya, seperti umum dan khusus, terbuka dan terselubung, terorganisasi dan tidak terorganisasi, konvensional dan inkonvensional dan lain sebagainya. Adapun dari segi jenis, kejahatan juga terbagi-bagi lagi ke dalam beberapa jenis yang semakin hari cenderung semakin berkembang.
Yang perlu diwaspadai adalah kejahatan seperti “perampasan kendaraan” yang dalam dalam kriminologi disebut sebagai carjacking. Carjacking sesungguhnya bukan termasuk pada larceny (pencurian) tetapi lebih cenderung masuk pada kategori roberry (perampasan atau perampokan). Dan ini menyangkut keselamatan fisik korban.
Pelaku kejahatan menggunakan kekerasan (power) atau ancaman (threat) dalam beraksi. Andrew Karmen (Crime Victims, An Introduction Victimology, 2001) menyebut bahwa carjacking masuk pada kategori perampokan atau perampasan (robbery). Karmen menyebut carjacking sebagai robberry auto theft.
Kejahatan lainnya adalah pencurian rumah kosong karena ditinggal mudik pemiliknya. Kejahatan seperti ini sangat khas di masa lebaran seperti ini. Berkoordinasi dengan tetangga, satpam atau lingkungan sekitar lainnya bisa menjadi langkah preventif.
Kepada aparat keamanan bisa kita sarankan agar strategi yang harus dikembangkan oleh Polri setidaknya mengacu pada upaya pemecahan masalah secara lebih integral dan komprehensif. Pertama, mengedepankan dan memperbaiki pendekatan preventif dan prevensif. Di samping dari segi sarana dan prasarana, kuantitas dan kualitas SDM yang melaksanakan fungsi ini harus ditingkatkan. Kedua, peningkatan patroli. Patroli dimaksudkan sebagai upaya untuk mengurangi kesempatan seorang calon pelaku kejahatan untuk melaksanakan aksinya. Kegiatan patroli lebih intensif dapat dilakukan dengan mengikutkan peran serta masyarakat sebesar besarnya. Ketiga, peningkatan koordinasi dengan pihak terkait, dan keempat, peningkatan partisipasi masyarakat.
Dari kenyataan tersebut maka pola penanganan yang harus dilakukan harus melibatkan dua pihak, yakni antara pihak kepolisian, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketiga institusi ini harus memiliki jalinan hubungan yang harmonis, terintegrasi, dan didasarkan pada sistem informasi dan teknologi yang tersedia. Berbagai kelemahan dalam penanganan kejahatan selama ini terlalu mengandalkan polisi sebagai institusi yang bertanggungjawab secara keseluruhan terhadap masalah kejahatan. Persepsi semacam ini kurang tepat, karena masalah keamanan dan kejahatan adalah masalah bersama.
Gambar: https://www.funnytimes.com/archives/files/art/19960327.jpg
Leave a Reply