Wow! Dua ponakanku kali ini merayakan malam takbiran dengan sungguh-sungguh. Cuaca sedang cerah pada malam menjelang lebaran di Mojokerto, begitu pun banyak daerah lain. Nampaknya, cuaca sungguh mendukung sambutan perayaan hari kemenangan ini. Mereka tidak mempedulikan baju baru yang dibelikan orang tuanya dengan cara mencicil, dan malam itu mereka tidak bisa tidur sore. Terang saja, suara petasan dan kembang api bersahut-sahutan. Dua anak laki perempuan itu pun keluar rumah sambil berteriak kegirangan. Mereka sungguh merasakan suasana malam yang tidak seperti biasanya. Malam itu semua anak kecil di kampungku keluar rumah dan bersuka ria di jalanan kampung.
Nampak dari kejauhan serombongan anak-anak santri TPQ (Taman Pendidikan al-Qur’an) yang ada di dekat rumah sedang bersiap berangkat takbir keliling. Dua ponakanku itu ingin ikut serta, ingin ikut membawa obor keliling jalan sambil berucap takbir. Karena terus merengek, maka kuikutkan saja mereka dalam rombongan dengan tetap kutemani. Jadilah mereka turut sebagai peserta dadakan, bergandengan tangan ingin segera menyalakan obor dan berteriak “Allahu Akbar”. Seruan takbir khas anak kecil menyebut kebesaran nama Tuhan yang baru dikenalkan oleh orangtua dan guru ngajinya. Mereka meyakini itu, Tuhan adalah sosok yang akan marah bila anak kecil berbuat nakal. Juga, Tuhan akan menyayangi anak kecil yang berbuat baik dan pintar.
Obor dinyalakan, sepanjang jalan mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil. Si kecil berdua itu belum hafal betul lafadz takbir, maka keduanya hanya memandang api di obornya.
“Kok malam-malam jalan sambil nyanyi-nyanyi Allahuakbar?” tanya si kecil padaku.
“Biar orang-orang tahu kalau besok lebaran” Jawabku sekenanya.
Dan keduanya berteriak semakin kencang melantunkan lafadz yang baru dihafalkan malam itu juga. Melihat ketulusan anak-anak kecil saat mengumandangkan takbir, hatiku terharu. Andai saja, seluruh ummat muslim mengumandangkan kebesaran Allah dengan semangat kebahagiaan. Semangat perdamaian pun pasti akan menyertai semangat kebahagiaan pula, bukan untuk tujuan lain. Bukan seruan kemenangan yang mengalahkan sesama manusia. Melainkan, seruan kemenangan mengendalikan hawa nafsu. Betapa sesungguhnya perang mengendalikan diri adalah yang lebih penting dan harus dimenangkan. Selagi keduanya masih anak-anak, aku harus memberikan pengertian yang selalu membuat mereka mengerti arti menyayangi sesamanya.
Setelah berkeliling jalan dan cukup membuat lelah, mereka meminta es krim karena haus dan memang pengen. Sesampai di rumah, rasa kantuk pun datang. Segeralah mereka tidur karena keesokan harinya harus bangun pagi sekali dan ikut menunaikan sholat Ied. Sementara letupan kembang api pun turut mengantar kedua anak penyeru takbir itu menjemput mimpi indahnya.
?
Leave a Reply