Beberapa hari ini sosial media disibukkan dengan perang kritik antara presiden Jokowi dan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Pak Esbeye). Perang kritik antara dua tokoh publik ini sebenarnya telah lama terjadi, ditambah ketika banyak media yang membanding-bandingkan era pemerintahan Pak Beye dengan Jokowi, tentu kita masih ingat perbandingan 1 Tahun Kepemimpinan Jokowi dengan 10 Tahun Kepemimpinan Pak Beye. Dewasa ini, pertarungan keduanya semakin meruncing sehubung dengan kritik yang dilontarkan Pak Beye kepada Jokowi terkait infrastruktur.
Perang antar dua tokoh publik ini dimulai ketika Pak Beye sedang melakukan Tour de Java, kritik pedas dilontarkan Pak Beye terkait dengan mega proyek infrastruktur Jokowi yang sampai saat ini masih berjalan. Pak Beye menganggap bahwa Jokowi terlalu banyak menghamburkan anggaran untuk kepentingan infrastruktur. Tak pelak bagai gayung bersambut, setelah Pak Beye melontarkan kritik pedas tersebut Jokowi berangkat ke Palembang untuk melihat proyek-proyek yang belum selesai di zaman pemerintahan presiden Pak Beye. Salah satu yang ditinjau Jokowi adalah proyek pembangunan wisma atlet Hambalang, kita tentu masih ingat betapa Hambalang memakan banyak korban yang harus mendekam di hotel prodeo hari ini, beberapa politisi Partai Demokrat harus tersangkut dalam kasus proyek ini.
Post Power Syndrome ala Pak Beye
Post Power Syndrome merupakan gejala psikologis yang biasanya dialami oleh mantan penguasa, gejala ini seringkali dialami pasca kekuasaan penguasa tersebut telah habis. Selain itu, post power syndrome memiliki gejala lain bagi penderitanya, yakni akan merasakan hidup dalam bayang-bayang masa lalu alias gagal move on kalau kata generasi Z saat ini. Mereka akan hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalulnya, entah dalam hal jabatan, kecerdasan, maupun kepemimpinannya selama berkuasa.
Syndrome inilah yang sepertinya dialami oleh Pak Beye, walaupun beberapa pengamat mengatakan bahwa blunder besar ketika Pak Beye mengkritik Jokowi saat ini. Kita tahu bahwa beberapa kebijakan dan program Jokowi dewasa ini begitu populer, sehingga masyarakat lebih mengetahui perkembangan pembangunan era Jokowi dibandingkan jumlah anggaran yang dihabiskan untuk pembangunan. Inilah beberapa penggalan kritik Pak Beye pada Jokowi
“Saya mengerti, bahwa kita butuh membangun infrastruktur. Dermaga, jalan, saya juga setuju. Tapi kalau pengeluaran sebanyak-banyaknya dari mana? Ya dari pajak sebanyak-banyaknya. Padahal ekonomi sedang lesu.”
Berdasarkan analisis ndek-ndekan (pendek-pendekan.red) meminjam istilah Cak Run, Pak Beye sedang ingin mengajari Jokowi soal penggunaan dan distribusi anggaran. Akan tetapi Pak Beye lupa bahwa selama beliau memimpin lebih banyak anggaran yang dihamburkan untuk pembangunan yang tidak jelas seperti halnya Hambalang. Proyek Hambalang sempat menghabiskan anggaran APBN hingga 2,5 Triliun dan hasilnya pun diluar ekspektasi, hasil dari 2,5 Triliun hanyalah puing-puing kosong yang tidak terawat yang lebih layak digunakan sebagai wisata rumah hantu dibandingkan wisma atlet.
Serangan Balik Jokowi
Masih ingat dengan 4 gol Bayern Muenchen yang bersarang ke gawang Juventus dalam laga Liga Champion minggu lalu, mungkin laga tersebut dapat menggambarkan bagaimana kritik Pak Beye dibalas secara telak oleh Jokowi. Presiden yang baru saja menjadi seorang kakek ini pun membalas dengan ciri khasnya yang tidak banyak cuap-cuap. Jokowi berangkat untuk meninjau Hambalang dengan didampingi Imam Nahrawi sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Kepada awak media Jokowi sempat menyampaikan kritik halusnya dengan mengatakan.
“Sedih melihat aset Negara di proyek Hambalang mangkrak. Apapun itu yang paling penting adalah penyelamatan aset, karena pembangunan ini menghabiskan anggaran triliunan”
Hal ini seakan menunjukkan bahwa pasca dua hari Pak Beye menyampaikan kritiknya, Jokowi menjawab tuntas peluru panas kritik Pak Beye. Belum lagi serangan sosial media secara viral membuat Pak Beye harus berfikir ulang ketika ingin mengkritik presiden Jokowi. Memang diakui oleh beberapa pengamat warung kopi bahwasanya program pembangunan infrastruktur Jokowi dirasa lebih populis dibandingkan program-program pembangunan era Pak Beye.
Program infrastruktur era Jokowi dirasa lebih dekat dan dapat dirasakan langsung efeknya oleh masyarakat, sedangkan program Pak Beye selama memimpin lebih banyak dihubungkan dengan korupsi kader-kader Demokrat, seperti halnya Hambalang yang sempat memakan korban semacam M. Nazarrudin, Andi Malaranggeng dan Anas Urbaningrum.
Jadi, apabila diruntut blunder Pak Beye hari ini adalah, pertama kenapa dia lebih sibuk mengkritisi Jokowi daripada diam saja di rumah bersama cucu-cucu manisnya, kedua kenapa Pak Beye harus mengambil tema anggaran dalam mengkritisi Jokowi, padahal dia seharusnya tahu bahwa distribusi anggaran adalah salah satu kelemahannya. Ditambah lagi, gaya “metal” Jokowi dalam memimpin Indonesia lebih disukai masyarakat dibandingkan alunan musik “syahdu” ala SBY.
Leave a Reply