Guru agama sekolah dasar saya menerangkan bahwa beragama berarti taat pada perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan. Perbuatan baik yang manusia perbuat berbuah pahala, sementara perbuatan buruk berbuah dosa. Apabila pahala seorang manusia lebih banyak daripada dosa yang ia perbuat, maka manusia masuk surga. Begitu pula sebaliknya. Penjelasan yang sangat sederhana namun memiliki makna yang luas dan besar.
Guru saya juga berkata bahwa yang terpenting bagi umat Tuhan bukanlah harta atau jabatan, melainkan kebaikan hati serta manfaat yang telah diberikan kepada sesama umat manusia dikala hidup. “Hidup sederhana tapi bermanfaat bagi orang lain lebih bernilai daripada kaya raya tapi tidak bermanfaat. Banyak berbuat baik berarti orang baik, banyak berbuat buruk berarti tidak baik,” ucap beliau. Saya yang kala itu berumur di bawah 10 tahun mengangguk, mengiyakan.
Namun kini saya mulai ragu, apakah memang benar demikian?
Organisasi keagamaan dinilai masyarakat sebagai organisasi yang bersih, sementara kiai dinilai masyarakat sebagai tokoh yang fatwanya terpercaya karena kesederhanaannya, tindakannya yang terpuji, serta kepiawaiannya dalam ilmu agama.
Pertanyaannya adalah apakah organisasi keagamaan dan kiai tidak membutuhkan uang? Idealnya, umat menyediakan kebutuhan tersebut. Namun bagaimana jika umat tidak dapat menyediakan kebutuhan organisasi keagamaan? Disini saya mulai menyadari betapa pentingnya umat untuk berkecukupan. Karena kiai serta organisasi keagamaan yang menaungi umat membutuhkan sumberdaya.
Tentu menyedihkan apabila kiai yang merupakan tokoh umat menjual doanya untuk investor yang kebetulan berbaik hati menyisihkan hartanya untuk kepentingan umat. Investor yang saya maksud adalah seorang dermawan yang bersedekah untuk maksud dan tujuan tertentu, dukungan politik misalnya. Tidak dipungkiri memang kiai sebagai tokoh masyarakat memegang peran penting, keputusan kiai seringkali mewakili keputusan umat. Dan sah saja apabila kiai berpartisipasi dalam kegiatan politik, namun alangkah baiknya dukungan yang diberikan diperuntukkan bagi orang yang memang pantas mendapatkan dukungan tersebut. Meskipun memungkin kiai serta pengurus organisasi keagamaan terpaksa menerima investasi dari investor-investor tersebut, Menurut saya, kalimat surga yang dipanjatkan oleh kiai untuk para dermawan tersebut seolah menginjak doa umat sederhana yang rutin mengikuti kegiatan keagamaan.
Andai ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar saya telah mengerti akan persoalan tersebut, maka akan saya tanyakan pada guru agama saya. Apakah sedekah yang demikian juga termasuk perbuatan baik yang berpahala?
Oleh; M. Muhyidin Kukuh A (Alumnus Short Course in Journalism)
Leave a Reply