“Setiap Perdamaian Akan Selalu Diawali dengan Senyuman”
(Mother Teresa)
Setiap pemimpin memiliki karakteristik masing–masing dalam kepemimpinannya. Berbicara tentang pemimpin di negeri ini tentu tidak bisa dilepaskan dengan hal–hal unik yang mereka miliki. Mulai dari Bung Karno yang terkenal dengan orasi berapi-api, Soeharto yang dikenal dengan Smiling General , hingga Gus Dur yang selalu ditunggu dengan joke-joke di setiap pidato maupun argumennya. Setali tiga uang, Presiden Jokowi pun memiliki ciri yang berbeda dari para pendahulunya. Senyum simpul sederhana nan membahana, mengalahkan indahnya bibir seksi Angelina Jolie.
Hampir di semua media, Jokowi selalu menampilkan sisi ramah dengan senyuman. Sebutan “The Drenges General” kiranya bisa dianugerahkan untuk presiden yang satu ini. Drenges, dalam kaidah dan bahasa keseharian masyarakat Jawa dapat diartikan sebagai orang yang mudah tersenyum. Kata Noko, Drengesan masih satu saudara sepersusuan dengan cengengesan.
Bukan tanpa alasan, dalam setiap keseharian (dimanapun dan dalam situasi apapun) Jokowi sering kali memberikan tanggapan santai sembari menghadiahkan senyum plengeh (senyum spontan). Namun, perlu digarisbawahi bahwa julukan ini jauh dari niatan penyejajaran dengan “The Smiling General” milik Soeharto, Karena malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya mana senyum keikhlasan dan mana senyum kepalsuan.
Syahdan, senyum manja milik Jokowi ternyata sudah melegenda sekian lama. Produk original tersebut bahkan sudah ada semenjak menjabat Walikota. Tentu kita semua masih ingat dengan peristiwa kemarahan Gubernur Jawa Tengah kepada Jokowi. Jawaban Jokowi sangat anti-mainstream. Dia hanya tersenyum sambil memberikan jawaban sesantai-santainya.
Tak hanya itu, ketika menghadiri agenda–agenda partai, Jokowi seringkali menyisipkan sisi humornya di beberapa bagian pidatonya. Hal itu biasa dilakukan untuk menggoda pengurus partai atau mengambil bahan dari kondisi partai yang sedang carut marut. Bahkan, ketika dia harus berurusan dengan partai oposan, senyumnya adalah penangkal pertama dan utama. Tanpa bermaksud mensakralkan, jangan-jangan merapatnya partai-partai di tubuh KMP hari ini adalah gegara senyum drengesnya.
Suatu ketika, Jokowi pernah berkata tentang arti dibalik senyumannya. “Kalau saya masih senyum seperti ini, wajahnya senang seperti ini, itu tandanya optimis.”

Sisi drengesan Jokowi ternyata selaras dengan karakteris humoris dan dekat dengan rakyat yang dimilikinya. Senyuman tersebut seakan merepresentasikan kondisi masyarakat yang lebih banyak mengaitkan segala macam permasalahan dengan guyonan. Kejadian pelik macam Bom Thamrin misalnya, masih ada pihak yang dengan begitu ikhlas membuat Memecu (Meme-Meme Lucu).
Senyuman seringkali dikaitkan dengan perasaan hati dan kondisi jiwa. Sepertinya Jokowi ingin menunjukkan bahwa memimpin negeri ini tidak serumit menjadi Pelatih Chelsea di era Roman Abramovich. Atau tak sesulit mempersiapkan bubuk sianida untuk ngetes kebenaran cinta seperti yang dilakukan Jessica.
Para pujangga juga seringkali menggambarkan senyuman sebagai sifat ikhlas manusia dan pijaran sinar kemuliaan. Mereka yang lebih banyak tersenyum dikatakan penuh kebahagiaan, meski tak ada yang tau di dalam hatinya ada luka yang mendalam. Dan tentunya, masyarakat akan lebih berbangga sekaligus berbahagia tatkala melihat pemimpinnya tersenyum daripada terlihat stres, berambut putih, dan kantong mata menebal.
Ciri khas murah senyum ala Jokowi semacam ini tentu tak lepas dari pro dan kontra. Namun, sudah sewajarnya pemimpin tak bebas dari kritik. Apalagi ini bukan zaman Orde Baru. Oleh karenanya, senyuman macam ini berhukum fardlu ain. Menjadi wajib dilakukan, karena ketika ditinggalkan akan mendapatkan dosa.
So. Keep smile, Mr. Jok! There will be haters.