Tragedi Bom Sarinah yang terjadi kemarin menghebohkan Bangsa Indonesia. Tragedi tersebut sontak saja membuat berbagai kalangan tersentak. Kehebohannya menggelegar dari lapisan terdalam kulit bumi hingga langit ke tujuh. Konon katanya sampai Ratu Kidul ikut kaget dengan letusan bom tersebut (sumber : penerawangan).
Di Tempat Kejadian Perkara (TKP), situasi menegangkan terjadi beberapa saat tatkala insiden baku tembak antara polisi dengan pelaku bom. Masyarakat yang berada di sekitar kejadian diliputi ketakutan hingga tak berani keluar dari tempat peraduan. Jakarta hening. Sunyi-sepi, selayaknya hati Very tatkala ditinggal pergi.
Meski begitu, ada beberapa hal yang janggal dari kejadian tersebut. Masyarakat Indonesia semisal, bukan Bangsa Indonesia namanya jika tidak melakukan hal konyol. Di beberapa kabar (baik berita maupun foto) yang tersebar di internet menyebutkan bagaimana anehnya perilaku masyarakat Indonesia.
Berikut adalah beberapa hal janggal yang terjadi pada kejadian Teror Sarinah kemarin. Mulai dari kejanggalan kronologi kejadian hingga perilaku masyarakat sekitar maupun khalayak umum.
Email Dari Paman Sam
Keganjilan pertama dari peristiwa Teror Sarinah adalah tersebarnya email dari Paman Sam. Meledaknya bom yang terjadi pada 10.40 WIB berseberangan dengan tersebarnya email dari negeri nan jauh disana. Pemerintah Negara Adidaya (pengakuan mereka sendiri yang kemudian diamini oleh semua penduduk bumi) pada pukul 07.51 WIB telah mengirimkan pesan singkat kepada warganya yang ada di Indonesia untuk menghindari lokasi kejadian. “Mas, kabar tersebut sudah diklarifikasi oleh Kedubes Amerika!” Ya, anggap saja saya lupa atau belum baca berita.
Kejanggalan semacam ini seperti terlupa oleh banyak media di Indonesia. Media-media yang sudah lebih masyhur tinimbang Avepress ini terlalu fokus dalam penyebaran informasi ISIS sebagai pelaku dan gemboran Hashtag. Padahal, jika lebih berani. Mungkin akan diketemukan benang merah asbabul wurud kejadian tersebut. Tidak tepat memang jika memojokkan media-media tersebut, apalagi membandingkan dengan Avepress. Avepress hanyalah “seonggok” media yang hanya ditulis dan dibaca oleh orang yang sama. Unsur politisnya jauh dari kelas dewa. Alih-alih kelas dewa, kelas dalit saja masih harus diuji keabsahannya.
Karena Pelaku Juga Hobi Ngopi
Mungkin hanya di Indonesia saja didapati situasi dimana pelaku bom sempat “ngopi santai” sebelum meledakkan diri. Dari berbagai foto yang tersebar di internet, pelaku bom didapati sempat santai ngobrol dan berbaur dengan masyarakat. Setelahnya, mereka kemudian jalan santai seperti sedang mengikuti karnaval kemerdekaan. Baru setelah itu mengeluarkan pistol dan mulai menembak polisi.

Adu tembak yang terjadi antara pelaku dengan polisi menyuratkan kekonyolan lain mengenai ketangkasan polisi dalam melihat situasi. Tidak-tidak, kita sedang tidak mengadili polisi. Namun, jika perilaku seperti itu, sepertinya Uvi atau Anshori juga bisa jadi polisi. Meskipun sekedar polisi lalu lintas.
Tontonan Adegan Action Gratis untuk Masyarakat
Barangkali, fakta ini adalah yang paling lucu sekaligus mencengangkan dari kejadian kemarin. Bagaimanapun, yang namanya ledakan bom dan adu tembak senjata memiliki kedekatan hubungan dengan kematian.

Namun, sekali lagi namun. Hal tersebut tidak berlaku bagi masyarakat kita. Ledakan bom dan baku tembak tersebut seolah dianggap sebagai tontonan gratis di sela-sela padatnya Ibukota. Kiranya memang masyarakat kita membutuhkan refreshing dan hiburan. Mas-Mbak, mendingan nonton Balveer sana. Nanti kena tembak baru tau rasa.
Reaksi Masyarakat
We talking about pergeseran zaman kata Mas Edi Purwanto. Dahulu gerakan perubahan atau revolusi dimulai dari angkat senjata atau demonstrasi. Sekarang berbeda zaman, Bos. Gerakan perubahan dimulai dari layar tipis berukuran 15×5 meter. Cukup beli pulsa lima ribu lalu update status atau ngetweet dan di belakangnya di imbuhi #PrayForJakarta atau #KamiTidakTakut.
Karena hashtag terakhir itulah mungkin roda perekonomian Indonesia tidak terlalu terganggu. Disadari atau tidak, Jokowi adalah orang yang mahir dalam komunikasi politik (beserta bolo-bolonya tentunya). Nyatanya, banyak dari masyarakat setelah kejadian tersebut malah update status, “bom sudah selesai, waktunya ngopi.” Ngeri ora negoroku?

Lebih lucu lagi, banyak pula yang memfokuskan perhatian ke topik lain. Bagaimana bisa? Ada lho yang malah sibuk stalking akun pribadi salah satu anggota kepolisian karena alasan kegantengan (analisis ini jauh dari kata iri sebagai sesama lelaki). Kaum alayers ini agaknya memang tidak bisa dibendung sejalan dengan perkembangan zaman. Selamat memasuki MEA, Indonesia!
Kaum Freeportarian
Keanehan lain dari teror tersebut adalah merebaknya informasi hubungan peristiwa tersebut dengan perjanjian Freeport. Fakta memang jika di posisi lain Indonesia juga tengah dihadapkan dengan penandatangan perjanjian Freeport. Benar sih, kalau melihat kesamaan waktu hal tersebut bisa digunakan analisis.

Utak-atik matuk kata Anwar Zahid. Tapi, tolonglah, Beh! Ini kita membicarakan kemanusiaan, jangan terlalu cerdas berpikirnya. Orang pintar juga ada batasnya, Kang Mas. Lha wong jatuh dari sepeda kok malah menyalahkan tetangga yang sedang nyapu.
moso seh mas?
Hehehe.
Sampean punya analisis lain ta, Mas?