Pada sebuah pesantren, para santri diberikan kewenangan untuk memelihara hewan peliharaan seperti itik, ayam, dan entog. Binatang piaraan itu dibiarkan bebas berkeliaran di kebun dan halaman pondok.
Suatu hari seorang ustazd ingin melihat bagaimana reaksi para santri jika barang peliharaannya dicuri orang. Akhirnya Ustadz menyuruh seorang santri untuk mengambil seekor ayam milik Mustofa kemudian langsung dipotong dan dibagi-bagikan kepada santri pada saat makan bersama.
Keesokan harinya Mustofa kebingungan mencari ayamnya ke sana kemari. Sampai sore hari ia baru ingat bahwa tadi malam dia bersama santri yang lain makan ayam goreng pemberian ustadznya. Dia mulai curiga jangan-jangan ayam yang dimakan bareng semalam memang ayam miliknya. Akhirnya Mustofa menyelidiki dan menemukan salah seorang santri utusan ustadz yang mengambil ayamnya. Dia mengakui kalau yang menyuruhnya Ustadz. Lantas Mustofa memberanikan diri untuk sowan kepada Ustadz.
“Pak Ustadz, ayam peliharaan saya semenjak tadi malam tidak ada, praduga saya ayam itu dicuri oleh orang.”
Pak Ustadz menjawab, “Sudahlah, jangan bersedih dan menyesal. Ayam pemeliharaanmu itu kan pada hakikatnya milik Allah yang dititipkan kepadamu.”
Mendengar penjelasan ini Mustofa mengangguk-angguk (rupanya dia punya ide cerdik untuk mengerjai ustadznya) kemudian ngeloyor pergi sambil garuk-garuk kepala. Dia berniat memberikan pembalasan kepada ustadznya itu di kemudian hari.
Pada minggu berikutnya, Mustofa mencuri kambing milik pak Ustadz, dipotong, disate, kemudian dibagi-bagikan kepada semua penghuni pondok pesantren. Malam itu di pondok terjadi pesta makan sate yang begitu meriah.
Keesokan harinya, Ustadz marah bukan kepalang melihat kambing miliknya hilang dicuri orang. Dikumpulkannyalah semua santrinya di halaman rumah sambil menghardik,
“Hayo mengaku, siapa yang mencuri kambing saya kemarin? Tidak boleh ada pencurian di sini!”
Semua santri diam seribu bahasa mendengar Ustadznya marah-marah. Tidak ada satu pun yang berani buka mulut. Karena memang mereka tidak melakukan pencurian. Tidak lama kemudian Mustofa bertanya, “Pak Ustadz, bukankah kambing yang hilang itu pada hakikatnya adalah milik Allah? Jadi Pak Ustadz jangan marah-marah dan harus bersabar karena segala sesuatu itu akan kembali kepada Allah. Bukankah Ustadz pernah bilang begitu tempo hari?”
Pak Ustadz menjawab, “Punya Allah sih punya Allah, tapi kambing itu masih belum lunas pembayarannya.”
Para santri menahan geli mendengar jawaban itu. Sementara Ustadz langsung masuk rumah dengan tergesa-gesa.
Gambar ; http://bppd.acehprov.go.id/
Leave a Reply