Judul; Kontribusi Teosofi Transendental Mulla Sadra bagi Pendidikan Agama Islam
Penulis; Miswari
Nama Jurnal; Al Ikhtibar
Tahun; 2018
Halaman; 610-632
Muhammad Ibn Ibrahim al-Qawami al-Shirazi, yang dikenal dengan Mulla Sadra, adalah salah satu pemikir Islam yang Namanya masyhur. Ia lahir di Shiraz, Persia Selatan, pada 979 H/1572 M, dari sebuah keluarga yang berada. Mulla Sadra dikenal akan karya-karyanya yang hingga kini banyak digunakan dan mempengaruhi pemikiran dan pandangan logis para intelektual Islam.
Dalam jurnal berjudul “Kontribusi Teosofi Transendental Mulla Sadra bagi Pendidikan Agama Islam” yang ditulis oleh Miswari dalam Jurnal Al-Ikhtibar, Tahun 2018, Halaman 610-632, menjelaskan bahwa hasil pemikiran digunakan untuk landasan Pendidikan Agama Islam, khususnya pelajaran akidah. Mulla Sadra merumuskan bagaimana Tuhan harus dipahami sebagai dasar bagi seluruh entitas yang ada di alam semesta. Semua makhluk harus dipahami sebagai satu kesatuan wujud yang sama dengan wujud Tuhan, dengan intensitas wujud yang berbeda. Konsep ini konsisten dengan alur penalaran logika filsuf yang melihat wujud secara konseptual adalah univocal. Wujud itu secara konseptual adalah konsep tunggal yang acuannya juga harus satu entitas. Sementara pada realitas wujud, wujud Tuhan dengan wujud makhluk berbeda dari sisi intensitas. Prinsip ini juga dapat dipahami melalui analogi relasi antara subjek dan predikat dalam sebuah kalimat.
Entitas yang riil sebenarnya adalah subjek, sementara predikat hanyalah konsep tentang sesuatu yang digunakan untuk menjelaskan subjek. Analogi ini dapat dimaknai dalam pendidikan akidah yaitu, bahwa makhluk-makhluk yang beragam sebenarnya adalah bentuk konseptual dari keindahan Ilahi. Predikat negatif muncul dari persepsi manusia agar predikat positif dapat dipahami. Sifat seperti pengasih, penyayang, pengampun, sebenarnya hanyalah kata yang digunakan untuk memahami Allah. Dan sebenarnya predikat-predikat itu adalah konsep tentang kondisi yang hanya dapat dipahami ketika disandang makhluk. Dan hal yang paling penting dari kasus ini adalah, semua sifat itu hanyalah predikat-predikat yang sama sekali tidak berguna kecuali untuk mengenal subjeknya.
Bila posisi makhluk dengan Tuhannya adalah seperti posisi antara subjek dengan predikat, maka pendidikan akidah harus mampu sebaik mungkin memberikan pemahaman bahwa Tuhan itu bukanlah suatu sosok yang berada entah di mana sedang mengontrol dan mengawasi manusia. Tuhan adalah zat yang tidak dapat dipisahkan dengan manusia sebagaimana tidak dapat dipisahkannya predikat dari subjek. Kedekatan yang tiada berjarak ini harus mampu dipahami dengan benar sehingga terbangun kesadaran tauhid yang benar, sebab perkara ini sangat sensitif.
Pendidikan yang baik tentang Tuhan harus mempersiapkan bekal yang baik bagi anak didik. Apalagi subjeknya rumit dan penting seperti pelajaran akidah. Mengikuti alur sistem filsafat Mulla Sadra tentang tauhid, wujud Tuhan harus diperjelas antara konsep dan realitasnya agar tidak menciptakan kebingungan. Misalnya konsep wujud sangat ditekankan Mulla Sadra untuk diperjelas perbedaannya dengan realitas wujud. Karena dalam ranah konseptual, wujud itu bersifat univocal, satu konsep yang hanya memiliki satu acuan. Univokasi konsep wujûd tidak boleh dianggap sebagai realitas. Karena pada realitas, wujud itu bergradasi.
Wujûd sebagai satu kesatuan yang bergradasi sehingga tampak beragam menjadi sangat penting dalam pelajaran aqidah. Karena hanya skema ini yang dapat menjelaskan secara rasional bagaimana Tuhan itu tidak terbatas. Karena bila tidak, maka wujûd Tuhan akan menjadi terbatas. Apa batas bagi wujûd Tuhan yaitu makhluk. Gradasi realitas wujud sebagai solusi bagi pelajaran aqidah yang konsisten dengan rasio.
Pendekatan wujud sebagai pelajaran akidah tidak hanya memuaskan nalar tetapi juga sebenarnya memiliki metode yang mudah untuk menciptakan pemahaman yang jelas. Harus dipahami wujud sebagai sesuatu yang tunggal, primer dan meliputi. Sementara mahiyah hanyalah modul bagi rasionalitas untuk mengenal wujud. Bila dapat disampaikan dengan baik, maka pendekatan ini dapat menjadi sebuah tawaran bagi pendekatan akidah sehingga pola pengajaran akidah dengan cara-cara sebelumnya yang meninggalkan kebingungan dapat ditinggalkan.
Oleh; Abdullah Afif
Leave a Reply