Judul: Reforma Agraria, Perjalanan yang Belum Berakhir
Penulis: Gunawan Wiradi
Pengantar: Prof. Dr. Ir. Sajogyo
Penerbit: KPA, INSIST Press, Pustaka Pelajar
Tahun: 2000
ISBN: 9799289988
Konflik agraria sampai saat ini, terutama di era reformasi kali ini, menjadi sebuah persoalan yang mendesak untuk diselesaikan. Tuntutan tersebut tidak hanya berhenti hanya di sana, sebab konflik agraria juga merupakan petunjuk yang bisa merepresentasikan dengan jelas bagaimana konflik antara rakyat miskin yang tak memiliki modal melawan penguasa dan pengusaha dengan kekuasaan-modalnya yang besar.
Konflik Agraria – Reformka Agraria
Konflik agraria merupakan konflik yang melibatkan dua golongan masyarakat, biasanya direpresentasikan antara kaum proletar dan borjuis. Konflik agraria selalu menunjukkan bahwa bahwa rakyat miskin, selalu sulit untuk memperjuangkan apa yang semestinya menjadi haknya. Sedangkan hak rakyat kecil yang sebagian besar petani itu adalah tanah, sebagai satu-satunya urat nadi menyambung kehidupan.
Intervensi negara dalam pengadaan tanah (land acquisition through state intervention), bermula dari penetapan pemerintah atas sebidang tanah dan kekayaan alam yang ada di atas atau di bawahnya (a) dengan jenis hak tertentu untuk (b) subjek atau badan hukum tertentu dan (c) untuk kepentingan tertentu pula.
Seperti disebut penyunting buku ini, berbagai hak yang kita ketahui di antaranya adalah Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), Hak Kuasa Pertambangan (HKP), Hak Kontrak Karya Pertambangan (HKKP) dan lain sebagainya. Biasanya, dalam mengelola berbagai macam “hak” itulah lantas pemerintah seringkali menggunakan kekuasaannya untuk menetapkan hak penguasaan atas tanah tertentu, dengan akibat timpangnya kepemilikan.
Untuk mengatasi berbagai ketimpangan kepemilikan tanah yang ada, diperlukan sebuah upaya yang berbasiskan data yang akurat. Salah satu upaya itu adalah bagaimana menciptakan gerakan Reforma Agraria. Gerakan ini dipandang sebagai sebuah solusi mutakhir yang diharapkan mampu mengatasi berbagai ketimpangan tersebut.
Christodoulou dalam Agrarian Reform is the Offspring of Agrarian Conflict (1990: 112) mengatakan bahwa Reforma Agraria adalah anak kandung dari konflik agraria (hlm. 84).
Sejarah munculnya ide tentang perombakan struktur kepemilikan atau penguasaan tanah merupakan respon terhadap situasi konflik dalam masalah pertanahan. Oleh sebab itu, untuk memahami apa saja tentang Reforma Agraria, perlu juga dipahami dulu masalah konflik agraria.
Sang penulis, Gunawan Wiradi mengemukakan bahwa sebagai suatu gejala sosial, konflik agraria adalah suatu situasi proses, yaitu proses antara dua atau lebih, orang atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, seperti: air, tanaman, tambang dan juga udara yang berada di atasnya.
Gesekan Kepentingan
Dalam pada itulah lantas terjadi gesekan kepentingan yang sangat tajam antara kedua kelompok itu. Di atas situasi itulah lantas terjadi apa yang disebut sebagai konflik agraria. Menurut Cf. T.F. Hoult, 1969), konflik adalah bentuk ekstrim dan keras dari persaingan. Sedangkan kunci utama untuk memahami konflik agraria adalah kesadaran kita sendiri, yaitu sejauh mana kita menyadari bahwa tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat penting, yang menjadi pijakan bagi semua bidang kehidupan.
Harap diingat bahwa sebetulnya tanah tidak saja merupakan aset, tapi juga merupakan basis bagi terwujudnya kuasa-kuasa ekonomi, sosial dan politik. Tanah dengan begitu merupakan sumber penting yang pengelolahannya harus didasarkan pada kesejahteraan dan keadilan bersama. Sebab jika tidak, maka apa yang terjadi adalah perwujudan tata sosio-ekonomi-politik masyarakat yang juga timpang.
Apa yang menyebabkan terwujudnya berbagai konflik agraria di Indonesia misalnya, biasanya diakibatkan oleh sejumlah ketimpangan, ketidakselarasan (incompatibilities). Sedangkan “incompatibilities” yang terjadi di Indonesia terwujud setidaknya dalam tiga hal: (1) Ketimpangan dalam hal struktur kepemilikan tanah, (2) Ketimpangan dalam hal pemfungsian tanah, dan (3) incompatibilities dalam hal persepsi dan dan konsepsi mengenai agraria.
Penulis mengemukakan harapannya agar di masa mendatang Reforma Agraria bisa dijadikan dasar pijakan bagi pembangunan Indonesia. Apa yang terjadi di masa Orde Baru, di mana struktur penguasaan dan pemfungsian tanah lebih banyak diarahkan pada kepentingan dan orientasi pertumbuhan ekonomi nasional, sementara pertumbuhan ekonomi seperti diketahui lebih jauh hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu saja, tentu tak boleh diulang.
Pembangunan di era reformasi ini harus mengandalkan Reforma Agraria untuk menciptakan keseimbangan di antara masyarakat itu sendiri. Kebebasan berwacana seperti yang ditunjukkan oleh rezim saat ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan potensi sosialisasi wacana agraria dan juga melakukan penelitian agraria untuk mendapatkan data yang valid.
Buku yang merupakan kumpulan tulisan Gunawan Wiradi ini, pernah disampaikan dalam berbagai pembahasan sejak tahun 1992 sampai 2000. Noer Fauzi, penulis buku dan editor buku-buku tentang agraria melakukan penyuntingan sehingga buku ini bisa dibaca dengan runtut.
Buku ini penting artinya terutama dalam membangun kesadaran akan pentingnya reforma agraria, di mana realitas sampai saat ini masih mencerminkan penguasaan tanah yang timpang.
Gambar ilustrasi: https://grupoestudiossat.files.wordpress.com/2012/08/reforma-agraria.jpg
insistpress says
Terimakasih telah mengulas buku terbitan INSISTPress. Rehal buku akan dilansirkan di: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=2989