Srimonah (53), warga Desa Siwuran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur sedang tidak beruntung. Panen raya musim ini sawahnya tidak menghasilkan padi yang maksimal. Sawah seluas bumi 200 (ukuran lokal yang mungkin hampir sama dengan 200 meter persegi lebih) yang biasanya menghasilkan padi sekitar 5 hingga 6 ton kali ini hanya mampu dipanen sebanyak 2 ton saja. Sepanjang musim tanam, hama wereng tak henti-hentinya menyerang padi yang ditanamnya.
Penurunan produksi padi itu tidak hanya dialami oleh Srimonah saja. Hampir seluruh warga Desa Siwuran yang berjumlah sekitar 1000 kepala keluarga mengalami hal serupa. Rata-rata setiap petani mengalami penurunan produksi hampir 50 persen lebih. Akibatnya tak jarang petani yang mengalami kerugian akibat penurunan produksi maupun yang akibat gagal panen.
Bagi Srimona dan warga Desa Siwuran yang lain, penurunan produktifitas panen itu sama halnya dengan penurunan pendapatan mereka. Pasalnya mayoritas pendapatan mereka hanya dari bercocok tanam di sawah.’’Beberapa musim ini memang keadaannya sangat sulit. Tahun lalu kami sampai harus tanam dua kali dalam sekali musim tanam karena padinya tidak bisa tumbuh dewasa dan kuning sebelum waktunya,’’ kata Srimonah.
Selain sering dihinggapi permasalahan hama, petani padi di Desa Siwuran maupun di desa-desa tetangga yang berada di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo saat ini dipusingkan dengan masalah kesuburan tanah. Sawah yang mereka tanami padi selama ratusan tahun sudah tidak bisa lagi menghasilkan padi yang maksimal. Menurut penuturan Suyanto (35) salah seorang petani Siwuran, kemungkinan besar penggunaan pupuk kimia menyebabkan tanah sawah di desanya menjadi berkurang.’’Tapi mau bagaimana lagi. Mayoritas petani di sini tidak bisa lepas dari pupuk-pupuk berbahan kimia,’’ ujar sarjana lulusan Universitas Islam Malang itu.
Dia menambahkan, masalah lain yang dihadapi petani di desanya adalah cuaca yang tidak menentu. Yanto mengatakan, seharusnya bulan-bulan ini petani Siwuran waktunya menanam palawija. Namun karena masih ada hujan, mereka urung melakukannya.’’Di desa sebelah sudah ada yang menanam kacang hijau dan mungkin sudah berumur satu bulanan. Tapi karena hujan akhirnya kacang hiajunya mati semua,’’katanya.
Zainul (27) petani lain di Desa Siwuran menuturkan, hama wereng yang menyerang padinya saat ini semakin sulit untuk diberantas. Dia mengaku sudah menggunakan berbagai macam obat, namun wereng-wereng itu tidak pernah hilang.’’Banyak petani sampai frustasi menghadapinya. Bahkan ada yang sampai menggunakan autan (lation anti nyamuk) untuk bahan nyemprot wereng di sawah. Setelah disemprot memang banyak yang mati, tapi besoknya banyak lagi werengnya,’’katanya.
Kisah petani di Kabupaten Lamongan tersebut adalah gambaran kecil problematika dunia pertanian yang kerap melanda hampir mayoritas petani di Indonesia. Hama yang kian sulit diberantas, kesuburan tanah yang berkurang akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan, anomali cuaca yang menyebabkan musim tanam bergeser, dan harga gabah murah ketika musim panen tiba adalah segudang permasalahan yang kerap melanda petani yang saat ini masih belum bisa carikan jalan keluarnya.
Rawan ancaman pangan
Beberapa media nasional seperti Kompas melansir bila anomali cuaca telah mengakibatkan produktifitas gabah di beberapa daerah tidak memenuhi target yang ingin dicapai. Di wilayah Banyumas Jawa Tengah, dan sekitarnya, berdasarkan hasil survei Asosiasi Perberasan Banyumas (APB) target produksi pada tahun 2010 per hektar lahan turun antara 40 hingga 50 persen dari biasanya atau turun sekitar 3-4 ton. Angka penurunan tersebut ternyata hampir sama terjadi di Kabupaten Lamongan.
Meskipun belum pasti, gambaran penurunan produktivitas gabah di dua provinsi itu patut diwaspadai oleh pemerintah sebagai bentuk ancaman kerawanan pangan. Pasalnya dua propinsi itu selama ini terkenal sebagai wilayah lumbung gabah nasional. Dengan tingkat penurunan produktivitas gabah yang mencapai 50 persen tentu akan mempengaruhi persediaan beras nasional tahun ini. Belum lagi serangan hama wereng akhir-akhir ini semakin meluas di beberapa daerah. Di Jawa Timur sendiri hama itu sudah meluas sampai ke Gresik, Bojonegoro dan beberapa daerah yang lain. Hama mematikan itu juga sudah menyerang petani di Jawa Barat dan beberapa daerah di Jawa Tengah.
Untuk Kabupaten Lamongan sendiri dengan tingkat penurunan rata-rata 50 persen diperkirakan tahun ini produktivitas gabah akan berkurang sekitar 419.978 ton. Pasalnya Desa Siwuran dan sekitarnya yang terletak di sepanjang Sungai Bengawan Solo selama ini terkenal sebagai lumbung penghasil padi. Untuk kurun waktu tiga tahun terakhir ini Pemkab Lamongan melansir tingkat produktivitas gabah di Kabupaten Lamongan mencapai sekitar 839.986 ton gabah kering giling (GKG) per tahunnya.
sumber foto : http://www.sripoku.com/foto/berita/2010/7/23/padi4.jpg
Leave a Reply