Judul: Eddy The Eagle
Sutradara: Dexter Fletcher
Produksi: Saville Production dan Studio Balsberg
Pemeran: Taron Egarton, Hugh Jackman, Tom Costello
Tahun: 2016
Apa yang kamu rasakan saat seseorang memandang sebelah mata atas usahamu? Sebagian orang memilih untuk berhenti dan meninggalkan apa yang mereka mulai. Pesimis, lalu meninggalkannya begitu saja. Sebagian lainnya akan berjuang dengan terbebani oleh pendapat miring dari orang lain. Namun, sebagian kecil manusia memilih untuk terus melakukan hal tersebut sampai selesai dan mendapatkan kesuksesan dari hal itu.
Mungkin itulah yang dilakukan oleh Michael Edwards atau lebih akrab disapa dengan Eddy Edward. Pria berkebangsaan Inggris dengan rekor pribadi lompatan “Ski Jumping” terjauh pada Olimpiade Kanada 1988. Kisah Eddy ini berhasil diabadikan oleh catatan sejarah dan difilmkan dengan baik oleh Saville Production dan Studio Balsberg ditahun 2016.
Film yang disutradarai oleh Dexler Flecer ini diberi judul “Eddy The Eagle”, sesuai dengan julukan Eddy Edward. Karakter Eddy sendiri sampai diperankan oleh tiga orang berbeda. Diantaranya adalah Taron Egarton yang memerankan Eddy saat dewasa.
Kisah inspiratif dalam film ini dimulai dengan pengenalan Eddy kecil yang mengalami disabilitas namun memiliki keinginan yang kuat untuk berpartisipasi dalam Olimpiade. Kekurangan yang dimilikinya tidak saja menghambatnya untuk berolahraga, namun juga membuat orang sekitar memandangnya sebelah mata. Ayahnya bahkan menginginkan Eddy untuk fokus pada pendidikan dan bekerja sesuai dengan kemampuannya. Namun, beruntung bagi Eddy memiliki ibu yang selalu mendukungnya.
Eddy yang memandang dunia dengan cara pandang realis, menganggap sesuatu yang menjadi keinginan dan impiannya harus terwujud. Meski ia seringkali mendapat halangan dari orang lain. Hal ini tentu saja berbeda dengan Cinta yang memasrahkan semuanya pada purnama demi purnama untuk kedatangan Rangga. Ia bahkan tidak pernah sadar ada rentetan 14 tahun dan ratusan purnama yang sudah dilewatinya. Ya begitulah cinta.
Kembali ke kisah Eddy.
Di usia 15 tahun, dokter yang merawatnya memvonis sembuh dan ia sudah bisa berjalan bebas tanpa harus menggunakan alat bantunya lagi. Inilah titik balik kehidupan Eddy untuk menggapai seluruh keinginannya.
Kecintaanya pada Ski Jumping bermula saat ia mendapat peluang untuk berlatih di Jerman Barat. Keinginan yang begitu kuat dan diiringi dengan doa serta usaha turut menggerakan roda nasib. Dititik keputusasaannya, ia bertemu dengan Bronson Peary (Hugh Jackman), seorang mantan atlit ski jumping. Peary yang awalnya menolak melatihnya, akhirnya luluh dengan usaha Eddy. Ini jelas mirip dengan kisah Ko Ching-Teng dengan bersusah payah akhirnya mendapatkan juga cinta dari Shen Cia-Yi di film You are the apple of my eye. Komposisi pelatih berbakat dan tekad kuat dari Eddy sekali lagi menggerakan sel-sel kebaikan di bumi untuk membantunya.
Tepatnya pada tahun 1988, Eddy menjadi peserta Olimpiade Ski Jumping di Canada. Awalnya, asosiasi olahraga Ski Inggris meragukan kemampuan Eddy. Bahkan untuk seorang pemula, Eddy diberi target melompat sejauh 61 meter dengan start di ketinggian 70 meter. Tentu dengan usahanya Eddy berhasil melewatinya.
Tidak sampai disitu, ujian yang sesungguhnya adalah menaklukkan tingginya puncak start ski jumping. Rasa gugup, takut, dan mungkin bahagia bercampur aduk di dalam hati dan pikirannya saat akan mengambil ancang-ancang meluncur. 70 meter adalah tantangan pertamanya. Nafasnya ditarik begitu dalam, sedetik kemudian ia mulai meluncur. Gemuruh penonton menggelegar saat ia mulai mendarat menyentuh salju. Rasa bahagia Eddy tercurahkan melalui goyangan dan rentangan tangannya menirukan sayap elang. Ia menorehkan jarak 60,5 meter dan menjadi rekor lompatan terjauh yang dimiliki Inggris kala itu.
Kebahagiaan Eddy yang berhasil menuntaskan lompatan pertama harus terhenti saat ia menerima tantangan lompatan kedua (90 meter). Hal itu tentu saja menjadi tantangan yang luar biasa bagi hidupnya. Bayangkan saja, bahkan saat latihan Eddy belum sekalipun mencoba start dari ketinggian tersebut, apalagi kini debutnya di ketinggian itu justru dibuat saat ia mengikuti ajang olimpiade. Bisa dibayangkan betapa groginya. Lebih grogi daripada ketemu mantan yang belum bisa move on di hati.
Dukungan dan cibiran terus mengarah pada Eddy. Lagi-lagi nasib baik berpihak padanya. Walau tidak menjadi pemenang, namun Eddy begitu dikenal dengan gaya dan tekadnya di dalam olimpiade ski jumping tersebut. Dengan itu, akhirnya cita-cita semasa kecilnya dapat terwujud.
Film berdurasi 105 menit ini mampu menginspirasi para pemirsanya melalui kisah Eddy Edwards. Betapa sebuah cita-cita semasa kecilnya (Ikut Olimpiade) terwujud karena konsistensi dan ketekunannya. Seolah hal ini mengajarkan kita untuk selalu istiqomah menjalankan apa yang menjadi impian dan tugas kita. Karena bagaimanapun, siapapun yang bersunggguh-sungguh dia akan berhasil.
“The important thing in the olympic Games is not wining, but the taking part. The important thin in life is not triumph, but the struggle” Pierre de Coubertin (tokoh Olimpiade Modern)
Sumber gambar: http://cdn-primary-37606020.eu-west-1.elb.amazonaws.com/jpg/80/0/0/1000/563/0/north/0/0/0/0/0/t/films/319888/images/6Zy8HlUrFFmJIlsVfv9YOx4PxYO.jpg
Oleh: Sam Arsy