Terik matahari siang itu kembali menyengat. Hembusan angin membuat hamparan pasir seolah beradu loncat. Nampak ratusan tenda berdiri dengan ribuan manusia yang mendiami. Tenda-tenda itu ialah milik pasukan tempur Kesultanan Delhi.
Hampir dua minggu Sultan Alaudin Khilji mendirikan tenda di tengah padang pasir depan Istana Kerajaan Rajput. Selama itu, Alaudin belum berniat menyerang. Padahal, misi awal keberangkatan adalah untuk menaklukkan kerajaan yang dipimpin oleh Raja Ratan Singh tersebut.
Bagaimanapun, tidak ada orang yang baik-baik saja menghadapi cuaca ekstrim badai padang pasir timur tengah. Pasukan merajuk, mereka meminta kejelasan pada Alaudin perihal menyerang ataukah pulang. Alaudian mengamuk, berkumandang dengan orasi hebat untuk meyakinkan rakyatnya.
Alaudin memang sedikit gila, hanya karena cerita kecantikan wanita, ia rela menunggu ketidakpastian sekian lama. Ialah Padmaavat, Ratu Kerajaan Rajput alasannya. Menurut seorang pendeta, Alaudin akan menjadi penguasa jagad raya jika mampu membuat Padmaavat di sampingnya. Keyakinan itu dipegang teguh, meski belum pernah melihat langsung rupa Padmavat.
Merasa kesal karena beberapa kali ditipu oleh Ratan Singh dan Padmaavat, Alaudin mengamuk. Untuk kedua kalinya, ratusan ribu pasukan dibawa menuju Rajput. Kali ini bukan lagi untuk “berkemah” di padang pasir, tapi perang.
Di depan istana kerajaan, dua kubu saling menatap dengan penuh kebencian. Langit yang sebelumnya terik tiba-tiba tertutup awan beberapa saat. Alaudian dan Ratan Singh maju untuk duel satu lawan satu. Jutaan pasang mata tidak berkedip, mereka begitu fokus menatap duel maha dahsyat yang sedang berlangsung.
Alaudin mengangkat pedangnya begitu tinggi. Di sisi lain, Ratan Singh tengah tersungkur karena serangan beruntun Alaudin. Beruntung, Ratan Singh masih bisa mengelak dari serangan brutal tersebut. Kondisi berbalik, Alaudin terjepit. Ratan Singh bersiap mengakhiri duel tersebut. Nahas, beberapa anak panah menancap di punggungnya. “Mereka picik sekali, mereka menyalahi aturan perang,” tegas salah satu pasukan Ratan Singh.
Bukannya menyesali perbuatan buruk pasukannya, Alaudin malah memberikan perintah untuk menyerang istana. Pertumpahan darah pun tak terelakkan. Ribuan orang tumpah ruah dengan darah berceceran dimana-mana. Hingga akhirnya, gerbang Rajput jebol dan Alaudin menerobos masuk.
“Rajaku, jika nanti engkau terbunuh di peperangan, izinkan aku melakukan Jauhar,” pinta Padmaavat di malam sebelum pertarungan.
Di dalam istana, di sebuah gelanggang, api besar tengah menyala. Kobaran api tak ubahnya keganasan tatapan mata Alaudin untuk mewujudkan impiannya. Ratusan wanita dibawah komando Padmaavat berputar mengelilingi api tersebut beberapa kali. Dibarengi alunan seruling India dengan nada mellow-heroik, mereka nampak mantap melakukan Jauhar (ritual bunuh diri dengan membakar diri mereka) untuk menjaga kesucian dengan mengakhiri hidup daripada menjadi tawaran perang. Padmaavat bersama seluruh perempuan Rajput masuk ke dalam kubangan api. Sedang Alaudin hanya dapat meratapi keterlambatannya.
Kisah yang merupakan campuran antara fakta sejarah bercampur syair fiksi ini masyhur di kalangan masyarakat India. Karenanya, tatkala pembuatan film, terjadi begitu banyak kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak. Bayangkan saja, jika pada pembuatan film saja memakan korban nyawa, apalagi di adegan peperangan.
Leave a Reply