Kalau kita sering berada di lingkungan manusia yang normal fisik, itu mungkin sudah biasa. Namun bagaimana reaksi anda bila sering bertemu dengan banyak manusia yang cacat secara fisik di kampus, lingkungan pekerjaan atau mal sekalipun? Bagi yang belum terbiasa, pasti akan menatap mereka cukup lama sambil bertanya-tanya apa yang sudah terjadi dengan orang tersebut? Bahkan ada yang langsung merasa iba dengan kondisi mereka.
Rasa kasihan untuk orang-orang dengan kekurangan fisik seharusnya tidak saja hanya terlontarkan dari mulut saja. Lebih dari itu, selain rasa bersyukur, dukungan moril adalah bantuan yang lebih berharga dibandingkan rasa iba. Tanpa kita sadari, mereka juga ingin melakukan kegiatan sama halnya seperti yang kita lakukan setiap hari. Sama-sama ingin menempuh pendidikan, menikmati dunia kerja, berolahraga, juga berlibur dan bersenang-senang ke mal atau cafe. Tetapi sayangnya, kesadaran seperti itu sangat kurang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Bukannya memberi dukungan secara psikologis, tetapi banyak dari kita masih kurang memiliki rasa empati dan seringkali memandang remeh orang-orang dengan kekurangan fisik. Sadarkah bahwa mereka sebenarnya tidak membutuhkan belas kasihan, juga ingin diperlakukan layaknya manusia normal lainnya?
Di banyak negara maju, orang-orang dengan kekurangan fisik mungkin lebih beruntung bila dibandingkan di Indonesia. Kesadaran untuk memberikan perlakuan yang adil tidak saja datang dari masyarakatnya saja, namun pemerintah juga ikut andil dalam mewujudkan hal tersebut. Dukungan utama selain moril adalah, pemerintah negara setempat memberikan layanan fasilitas umum di banyak tempat seperti supermarket, gedung perkantoran, bandar udara, stasiun kereta sampai dengan kampus sekalipun. Contoh konkritnya, lapangan parkir di supermarket, toko-toko juga kampus disediakan tempat parkir khusus untuk manula dan orang dengan kekurangan fisik; biasanya pengelola sengaja menyediakan tempat tersebut persis di dekat pintu masuk dengan alasan supaya mudah terjangkau oleh mereka. Konsep layanan masyarakat yang sangat sederhana, namun mampu memberikan bantuan sangat bermanfaat juga menjadikan mereka untuk bisa hidup mandiri dengan keterbatasan fisik. Mereka tak perlu lagi berkecil hati bila ingin mengunjungi tempat-tempat umum, lebih dari itu pengunjung lainnya juga sangat bisa bertoleransi dan menghargai kehadiran mereka tanpa ada yang mengambil jatah parkir yang terbatas tersebut.
Mengenyam pendidikan juga bukan hal mustahil, implikasi sederhana dari dukungan pemerintah dan pengelola perguruan tinggi sendiri terlihat jelas dengan menyediakan tempat khusus di kelas bagi mahasiswa cacat fisik. Pintu masuk kampus, juga dibangun sedemikian rupa dengan mesin otomatis supaya mereka bisa masuk dengan mudah. Akses jalan di wilayah kampus juga sengaja dibuat tidak dalam bentuk tangga saja, tapi juga tersedia fasilitas lift dan lantai yang landai sehingga bisa mudah terakses oleh yang menggunakan kursi roda. Hal lain yang membahagiakan, dalam toilet pun juga tersedia WC khusus bagi mereka yang manula, juga yang harus berjalan menggunakan alat bantu seperti tongkat.
Bila melihat kenyataan yang terjadi pada Indonesia sekarang ini, angan-angan sederhana tersebut hanyalah akan menjadi mimpi yang sangat sulit terwujudkan. Jangankan masyakarat Indonesia yang menyebut diri mereka sebagai umat beragama, tapi nyatanya masih banyak berperilaku diskriminasi terhadap sesamanya. Walaupun SDM di negara kita sebenarnya sangat potensial untuk merancang ide-ide bangunan yang sederhana tersebut, tetapi sayangnya dukungan pemerintah dan institusi yang bersangkutan hanyalah sebatas wacana saja. Fakta menyedihkan lainnya adalah, rencana pemerintah yang lebih suka membangun fasilitas kemewahan seperti yang sedang direncanakan di pembangunan gedung DPR yang baru, daripada membangun fasilitas untuk masyarakat yang notabene telah membayar gaji mereka melalui pajak negara. Menyedihkan memang melihat fakta bahwa pejabat pemerintahan dengan intelektualitas tinggi rupanya tidak menjamin akhlak yang tinggi pula. Intelektualitas juga nyatanya terkalahkan oleh keegoisan dan keserakahan duniawi.
Janganlah cepat berbangga diri bila memiliki sebuah jabatan di institusi pemerintahan, karena sesungguhnya pekerjaan mensejahterakan rakyat itu bukanlah sekedar menuliskan rencana pembangunan atau peraturan pemerintah di secarik kertas saja. Hendaknya masyarakat dan pemerintah saling bersinergi satu sama lain, bila yang menyebut dirinya sebagai pejabat intelektual maka berlakulah sebagaimana layaknya manusia berilmu & berakhlak. Sebaliknya, masyarakat menyampaikan tuntutan dan keinginannya dengan akal sehat yang baik tanpa tindakan kekerasan yang bisa berbuntut panjang.
Edi Purwanto says
Kapan ya di Indonesia bisa seperti itu?
Para pemimpinnya masih sibuk mencari citra dan kekuasaan, sehingga pelayanan publik terbengkalai.
Saiful Arif says
di negara kita tercinta, orang cacat sering dipakai untuk cari duit …
Inge Haryati says
Rakyat sudah lelah dan bosan berteriak, sementara para pemimpin sibuk melebarkan sayap kekuasaan dengan caranya sendiri. Tak heran bila masyarkat cenderung memilih jalan kapitalis, bila pemimpin tak lagi bisa diandalkan oleh masyarakat maka peralihan mereka lebih pada lembaga swasta atau investor asing.
Ivy Erli Desca says
Negeri kita memang ‘ajaib’. Kaya tapi miskin. Penuh orang-orang potensial, tetapi tak cukup banyak yang mampu mengelak dari godaan untuk merampok negara. Sikap mental yang maruk untuk dilayani, bukannya melayani. Di Indonesia…. Pelayanan publik yang maksimal dari para pelayan publik??? Kapan ..kapan…kapan….
nunur says
I love this fucking country..
PapiRoez says
Ngapain harus dibedakan antara yang cacat ma yang tidak? Sebagus apa pun fasilitasnya, bukankah itu semakin mempertegas spasi antara si normal n si cacat? heheheheh
Inge Haryati says
@PapiRoez: sayangnya sudut pandang mas Papiroez ttg “penegasan spasi antara si normal dan si cacat” tidak ada dlm paradigma masyarakat yg sdh sy ceritakan diatas. Dr perbincangan yg telah sy lakukan oleh org2 yg normal fisik,mrk tidak melihat sebuah jarak antara yg cacat&tidak. Buat mereka yg normal fisik,org cacat jg berhak melakukan kegiatan layaknya org yg normal, blm pernah tuh sy menemukan statement diskriminasi sprt kalimat yg sering sy dengar dulu dr salah seorang teman, “Sikil wis dingklang ngono, mbok yo wes nang omah ae, ngrepoti ae!”.
Boro2 bikin fasilitas khusus untuk keterbatasan fisik, fasilitas publik biasa sprt toilet di Museum Nasional saja masih jarang. Semoga masyakarat Indo lbh bisa berempati thd sesamanya 🙂
Anton says
menurut gw mah mental para pemimpin di kedua negara ini beda. Meski mereka yang duduk di posisi strategis di negeri ini pernah mengenyam pendidikan di luar negeri atau di Jerman sekalipun (atau paling ngga, mereka pernah jalan-jalan ke sana dengan alasan apapun) tapi kalo mentalnya bosok, ya ngga ngaruh juga. Mungkin ada segelintir orang yang emang bener-bener punya hati buat rakyat, tapi mereka ga bisa bertindak lebih jauh dan melawan arus yang emang udah membudaya di kalangan itu. Sorry, bukannya pesimis, tapi dari yang gw lihat sih gitu.
Tapi walaupun begitu, gw yakin suatu saat Indonesia bisa jadi bangsa dan negara yang lebih baik lagi, bahkan lebih hebat dari bangsa yang sekarang dinilai paling hebat di dunia. Upaya-upaya kecil buat membangun impian negeri yang lebih baik udah ada -sekali lagi, mungkin sekarang masih dalam taraf yang kecil. Misalnya upaya yang digalang sama rektor paramadina (maap gw lupa namanya). Dia ngumpulin orang2 muda buat jadi guru di titik-titik yang memang sangat perlu guru di seluruh Indonesia. Terus ada upaya-upaya dari temen-temen di LSM yang berusaha membuka mata dan memberdayakan masyarakat. Sorry, bukan termasuk LSM yang gawenya cuma ngeruk duit dari masyarakat nasional maupun internasional yang seharusnya buat pembangunan (fisik dan nonfisik) di daerah-daerah tertentu.
Selain itu, ada gerakan dari pemuda Indonesia -salah satunya Indonesia Unite, yang punya kesadaran tinggi akan kebobrokan di Indonesia dan pengen menghapuskan itu dengan menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih baik. Mereka bikin event-event yang menggelitik kesadaran kita akan negara yang katanya kaya tapi miskin ini.
Eh, udah pada pernah nonton interactiveprovocative di metro tv ga? Itu acara bagus yang gw sangka sih gaweannya temen-temen IndonesiaUnite (Sorry, gw ga bermaksud mengiklankan IndonesiaUnite atau apapun). Dari upaya-upaya kecil, tanda-tanda untuk memperbaiki Indonesia tuh udah ada -meski sekali lagi, masih dalam skala terbatas.
HIDUP INDONESIA !!!!!!!!!!!!!!!
Rino says
wow…liat fasilitas publik untuk manula n penyandang cacat diatas, mungkin sudah bisa dibilang cangih kalo itu ada di Indonesia ya? padahal itu adalah suatu pemenuhan kebutuhan yaang sederhana tapi perlu dan penting,(di negara maju). jangankan memikirkan suatu sarana berguna macam itu…..orang sekarang ber empati mau nolong nenek nyeberang jalan aja udah ogah, disediain jalur khusus busway malah disulap jadi tol model baru oleh pengguna jalan, lucunya pernah ada mobil Dewan YTH nyelonong masuk gara2 takut telat rapat hehehe, pertanyaan buat kita adalah “siapkah kita memulai untuk peduli dengan sesama kita?”