Adakah hubungan antara gaya menulis seseorang dengan karakter pemain sepakbola?
Temuan menarik menggunakan metode otak-atik matuk yang saya lakukan beberapa waktu agaknya sudah berani saya keluarkan hasilnya. Analisis seadanya coba saya lakukan untuk membaca karakter menulis seseorang dengan sosok pemain bola di lapangan. Dari sini dapat dilihat bagaimana dan di posisi apa para penulis Avepress bermain sepakbola jika ditelisik lewat tulisan yang dikeluarkan.
Akan sangat diperdebatkan memang. Namun, bagi saya secara pribadi, menulis adalah tentang bagaimana orang lain mengomentari karya kita. Bukan bagaimana kita menyampaikan informasi. Sebagaimana psikologi informasi yang menekankan keberadaan makna pesan pada source dan receiver, bukan pada message-nya. Karenanya, komunikasi yang efektif menekankan adanya timbal balik. Tulisan tanpa komentar mengindikasikan hal lain mengenai putusnya komunikasi lewat tulisan yang kita bangun. Semakin beragam komentar dari orang lain, artinya semakin baik pula pola komunikasi yang kita lakukan. Ciee, sok intelek!
Berikut adalah uraian singkat mengenai menjadi siapa dan di posisi apa jika penulis Avepress adalah pemain sepakbola. Hayuk dibaca masama!
Edi Purwanto, Sang Penjaga Gawang Ulung
Penjaga gawang yang notabene menjaga harmonitas lapangan dibebankan kepada Edi Purwanto. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana tulisan Pak Edi yang senantiasa terlihat dewasa. Pak Edi akan seringkali bengok-bengok untuk memperingatkan para temannya ketika sedang bertanding di lapangan. Dari tulisannya, didapati sebuah isi dan genre tulisan yang mampu menenangkan para penulis lainnya. Bagaimana bisa? Ini seperti cinta. Yang tidak dapat dikatakan, namun mampu dirasakan.
Luthfil dan Gaya Bermain Bek Klasik
Posisi bek tengah diberikan kepada Luthfil Hakim. Sengaja ia dipasang di posisi tersebut karena kebiasaannya yang suka sapu bersih dan memiliki pakem utama dalam menulis. Tengok beberapa tulisannya yang senantiasa lurus dipenuhi dengan informasi akan kondisi sesuatu atau ilmu pengetahuan teoritik. Ia tak pernah keluar dari koridor genre tulisan yang dipahaminya. “Aku adalah Ufi. Dan tulisanku adalah representasi dari diriku,” tandas Ufi berulang kali.
Ia selayaknya bek-bek klasik, yang lebih memilih untuk bermain aman daripada sekedar mencoba hal baru yang belum teruji di ITB dan IPB. Barangkali, Ray Parlour, adalah sosok yang memiliki kesamaan gen dengan Luthfil.
Bek Sayap Modern Ala CakRun
Di posisi bek sayap, ada CakRun. Tepat kiranya jika mengamanahkan posisi ini kepadanya. Karya-karyanya yang memiliki beberapa warna sesuai dengan kebiasaan bek sayap yang terkadang idealis dan juga kadang-kadang diwajibkan menjadi makhluk rasionalis. Ia juga sering menggunakan metode analogi untuk menganalisis sesuatu. Qiyas yang dilakukannya kemudian coba diterapkan untuk membuat pola bermain anyar.
Pada beberapa tulisan, CakRun akan bermain aman dengan menulis lurus dan tidak neko-neko. Beberapa kesempatan, ia akan menulis agak nyeleneh sebagaimana Dani Alves ketika sedang mengolongi Cristiano Ronaldo. Barangkali, itulah hasil qiyas yang dilakukannya.
Menjaga Kedalaman Permainan Lewat Mahalli
Gelandang bertahan sengaja diberikan kepada Mahalli. Kemampuannya menjadi seorang regista yang mampu membaca pertandingan diperlukan untuk menjaga kedalaman skuat Avepress. Terkadang ia akan muncul dengan beberapa tulisan yang mendewasa lewat features-nya. Tak jarang pula ia sengaja menyimpan tenaga dan bermain tenang dengan menulis beberapa resensi buku yang tak banyak orang tahu.
Karya-karya Mahalli secara sengaja memang mengarah kepada sebuah kondisi seimbang antara penyampaian informasi dengan bumbu-bumbu asinnya. Para pembaca akan diajak untuk mengangguk seraya membenarkan informasi yang disampaikan olehnya. Menenangkan. Persis sebagaimana Demetrio Albertini bermain dengan penuh perhitungan.
Crossing Sempurna dan Tusukan Tajam Zainul Anshori
Tugas utama seorang pemain sayap adalah membantu penyerang mencetak gol. Namun, itu dahulu. Pemain sayap sekarang sudah bertransformasi dan dituntut untuk mampu memanfaatkan peluang sebaik mungkin. Di Avepress, Zainul Anshori ada di posisi sempurna untuk mengembannya.
Dari tulisannya akan didapati fakta mengenai pemahamannya untuk memberikan sebuah informasi yang tepat dan akurat. Beberapa karyanya juga mengindikasikan sebuah pemandangan akan kemampuannya untuk mengupas secara detail sebuah kondisi gamblang yang terjadi di masyarakat. Dari sini, barangkali Anshori begitu mengidolakan Shohei Matsunaga ketika menjadi seorang pemain yang diharapkan mampu membuka peluang untuk penyerang.
Berimajinasi Liar dengan MasBen
Pemilik nomor 10 alias fantasista menjadi mutlak dimiliki oleh MasBen. Penulis yang satu ini memang layak menjadi seorang playmaker yang lebih banyak bermain dengan imajinasi dan kreativitas. Lewat karya-karyanya akan dapat dilihat bagaimana kemampuan MasBen mengolah mood pembaca. Lewat gocekan-gocekan geje dan beberapa analisis ngawurnya, ia senantiasa memberikan sebuah metode penyampaian informasi di luar kebiasaan. Termasuk tulisan ini.
Tak hanya disitu, MasBen adalah playmaker yang menggabungkan pola bermain dari segala zaman. Kadang ia akan kolot dan monoton akan komentarnya terhadap sesuatu. Namun, di satu sisi lain ia akan membuat pembaca terperangah dan menggelengkan kepala (bisa tanda takjub, bisa juga karena mengelus dada). Ia selayaknya Marco Quelle di Komik Fantasista, yang seringkali menghibur lewat beberapa trik dan teknik tinggi.
Very, Spesialis Kotak Penalti
Posisi penyerang sepenuhnya dibebankan kepada Very Yudha. Ia didapuk sebagai goal getter karena kemampuannya menuliskan sya’ir berdarah yang mampu merobek hati para pembaca. Lewat sekuel resensi Tutur Tinular, ia selayaknya Jimmy Floyd Hasselbaink yang unggul dalam duel satu lawan satu dan memiliki finishing touch yang moncer.
Leave a Reply