Era Dinasti Abbasiyah merupakan simbol dan identitas kejayaan umat Islam yang berlangsung sekitar tujuh abad lamanya (750 M. hingga 1517 M.). Dinasti Abbasiyah awalnya berpusat di Kota Baghdad (yang menjadi ibu kota Irak) kemudian runtuh oleh invasi pasukan Mongol, yang dipimpin Hulagu Khan dengan membumi hanguskan kota Baghdad beserta perpustakaan yang menjadi pusat pengetahuan. Ibu kota kemudian berpindah ke Kota Kairo, Mesir (1261 M.) di bawah komando Kesultanan Mamluk.
Dinasti Abbasiyah berkuasa setelah tumbangnya kekuasaan Dinasti Umayyah dengan penaklukkan dan penundukan terhadap seluruh wilayah yang dikuasai selain wilayah Spanyol, tepatnya di Kota Andalusia. Pada abad kekuasaannya, Dinasti Abbasiyah telah menjadikan jati diri Islam berkembang kian cepatnya sehingga menjadi sentral peradaban dan pusat pengetahuan universal tingkat internasional. Dinasti Abbasiyyah adalah nisbat terhadap anak cucu dan dzurriyyah paman Nabi Muhammad saw. yang dikenal dengan nama Abbās bin Abdul Muthollib, yang terikat dalam rumpun Bani Hasyim.
Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah dipimpin 37 Khalifah secara silir berganti. Khalifah pertama dikenal dengan nama Abul Abbas Al-Saffāh bin Muhammad bin Aly bin Abdullah bin Al-Abbas (sang pembantai), ia berkonsentrasi membabat habis rivalnya, baik dari pihak Syiah, Khawarij, dan Nani Umayyah serta mengagendakan penertiban kelembagaan serta sistem kenegaraan. Berpijak pada fenomena, pola, serta karakteristik yang bersinggungan langsung dengan iklim sosial, politik, dan budaya, maka sebagian sejarawan memetakan pemerintahan Dinasti Abbasiyah sesuai timeline-nya ke dalam lima fase, yaitu;
1) Impresi Periode Persia (750-847 M.),
2) Impresi Periode Turki (847-945 M.),
3) Impresi Periode Persia Kedua oleh Bani Buwaih (945-1055 M.),
4) Impresi Periode Turki oleh Bani Seljuk (1055-1194 M.),
5) Kekhalifahan bebas tanpa yuridiksi dinasti-dinasti lain, berpusat dan terbatas di wilayah Baghdad.
Sedangkan fondasi-fondasi dasar pemerintahan Dinasti Abbasiyyah ditata dan dirumuskan oleh Abul Abbas dan Abu Jakfar Al-Manshūr.
Peradaban dan pemikiran di era ini telah meroket pada puncak kegemilangan. Hal ini ditandai dengan tingginya kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan di masa Bani Abbasiyah. Beberapa bukti di antaranya adalah antusias kaum akademis dalam menuntut dan mengembangkan ilmu/sains, apresiasi yang tinggi bagi para ilmuwan, didirikannya institusi-institusi pendidikan sebagai pusat pengembangan pendidikan agama Islam, dan pada puncaknya adalah Bayt Al-Hikmah (institusi berkelanjutan yang embrionya disebut Khizanah Al-Hikmah yang merupakan inisiatif Khalifah Harun Al-Rasyid) sebagai perpustakaan yang menjadi sarana pusat literatur keislaman, baik yang berkaitan dengan ilmu agama atau sains. Dengan adanya Bayt Al-Hikmah yang dimotori oleh Khalifah Al-Ma’mun, maka secara tidak langsung tercipta suasana dan iklim akademis yang dinamis, progresif, dan kondusif.
Sumber referensi;
Wikipedia, Kekhalifahan Abbasiyah,
M. Mukhlis Fachruddin, Pusat Peradaban Abad Pertengahan…, hlm. 182.
Penulis; Abdullah Afif
Leave a Reply