Judul: The Pursuit of Happyness
Sutradara: Gabriele Muccino
Pemain: Will Smith, Jaden Smith, Thandie Newton, Dan Castellaneta
Produksi: Columbia pictures
Rilis: 12 Januari 207
Film The Pursuit of Happyness merupakan film yang terinspirasi dari kisah nyata perjuangan hidup seorang Ayah yang diperankan oleh Will Smith. Memerankan sosok Chris Gardner, awalnya ia bekerja sebagai salesman yang kemudian sukses sebagai seorang pialang saham. Film ini dibuat tahun 2006 dan dirilis tanggal 15 Desember 2007. Disutradari oleh Gabriele Muccino dengan skenario ditulis oleh Conrad.
Chris Gardner pernah berada pada titik terendah ketika rumah tangganya hancur dan membesarkan anaknya yang masih kecil. Pada saat itu dia tidak punya rumah, tidak punya uang, dan tidak punya pekerjaan tetap. Namun dia adalah sosok yang rajin, pintar, pekerja keras dan punya impian besar. Penghasilannya hanya bergantung pada penjualan alat kedokteran, semacam pemindai kepadatan tulang yang pada saat itu merupakan produk baru namun harganya dua kali lipat dari alat yang sudah ada.
Produk kedokteran tersebut bernama Bone Density Scanner semacam scanner tulang yang portable. Alat itu mampu menghasilkan gambar lebih baik dari sinar X, namun kebanyakan dokter-dokter yang dia tawari merasa alat tersebut terlampau mahal. Chris Gardenr menghabiskan seluruh tabungan untuk membeli produk tersebut. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dia harus menjual minimal 2 buah alat tersebut.
Istrinya, Linda, mulai lelah dengan kondisi ekonomi keluarga. Linda bekerja sebagai buruh di perusahaan laundry. Akhirnya Linda memutuskan untuk pisah dengan Chris Gardner karena sudah tidak tahan dengan keadaan ekonomi keluarga saat itu. Linda ingin membawa anaknya namun Chris tidak mau. Dia ingin mengasuhnya sendiri.
Perjuangan Menjadi Pialang Saham
Dalam film ini diceritakan Chris lahir di Milwauke, pertama kali bertemu ayahnya saat usia 28 tahun. Karenanya dia ingin anaknya tidak merasakan nasib yang sama dengannya. Ketika Linda meninggalkannya, cobaan pun berturut-turut menghampiri. Mulai mobilnya disita karena belum membayar pajak hingga diusir dari apartemen karena tidak mampu membayar.
Suatu hari saat sedang berjalan memasarkan produknya dia bertemu seseorang yang mempunyai mobil mewah. Dia bertanya, “I gotta ask you two question. What do you do? And how do you do that?” Orang tersebut menjawab bahwa dia adalah seorang pialang saham. Chris bertanya lagi, pasti sangat susah menjadi pialang saham. Orang itu menjawab,”Tidak juga, hanya butuh kerja keras dan pintar berkomunikasi.”
Keesokan harinya dia masuk ke dalam kantor pialang saham tersebut dan berniat untuk melamar sebuah pekerjaan. Namun sebelum masuk dia menitipkan produk kedokteran yang selalu dia bawa kepada seorang pengamen jalanan. Chris ditawari semacam program magang untuk pialang saham si perusahaan Dean Witter Reynolds. Dalam film ini, diceritakan bahwa tindakan menitipkan alatnya ke pengamen itu adalah hal yang “tolol”. Karena saat dia masuk ke dalam kantor, pengamen itu membawa lari alat kedokteran tersebut.
Chris memutuskan untuk ikut program magang tersebut meskipun selama program dia tidak diberi gaji. Dan dari 20 orang yang diterima magang hanya 1 orang yang akan diterima kerja. Kerja kerasnya dimulai dari sini, selama magang dia juga harus mencukupi kebutuhan pribadi dan anaknya. Secara otomatis dia harus juga menjual alat kedokteran tersebut. Padahal, persaingan di program magang sangat ketat, dan teman lainnya tentu mempunya waktu lebih daripada Chris yang harus juga berjualan alat.
Cobaan kembali datang pada Chris. Sebenarnya dia berhasil menjual alat kedokteran tersebut dan bisa menyewa penginapan sendiri. Namun, ada kabar bahwa tabungannya di bank telah disita karena dia belum membayar pajak. Akhirnya dia diusir dari penginapan karena tidak mampu membayarnya. Chris Gardner dan anaknya menjadi gelandangan.
Konflik yang paling mengharukan adalah ketika Chris dan anaknya tidak punya tempat tujuan untuk singgah. Setelah kebingungan mencari tempat dia istirahat di bangku stasiun bawah tanah. Untuk menghibur anaknya, dia bercerita dan berpura-pura bahwa alat kedokterannya itu adalah sebuah mesin waktu.
Chris menyuruh anaknya menutup mata dan menekan tombol pada alat tersebut. Dia menyuruh anaknya membuka mata, “Buka matamu nak, lihatlah!” Anaknya bertanya, ”Apa itu, Ayah?”. Chris berkata kepadanya seolah-olah mereka masuk ke jaman dinosaurus. Anaknya hanyut dalam halusinasi yang dibuat oleh Chris. “Awas ada T-Rex, kita harus bersembunyi kedalam Gua,” kata Chris. Chris mengajak anaknya kedalam sebuah toilet dan mengunci pintunya. Setelah beberapa saat anaknya tertidur di pangkuan Chris. Chris menangis sedih. Sempat juga ada petugas keamanan yang ingin membuka pintu toilet, namun sebelumnya memang sudah dikunci oleh Chris. Chris dan anaknya bermalam di toilet.
Keesokan harinya mereka mencari tempat tingggal semacam penampungan. Chris mendapat informasi bahwa ada penginapan gratis, yaitu di Glide Memorial Chruch. Namun karena keterbatasan tempat mereka harus antri dari awal-awal setiap harinya agar kebagian tempat. Dengan keterbatasan tempat tinggal itu, dia tidak putus asa dan terus belajaragar bisa diterima di perusahaan. Bahkan karena lampu kamarnya mati, Chris harus membaca buku dengan penerangan lampu luar rumah yang masuk kedalam jendela, sehingga dia membaca buku dengan berdiri di samping jendela tersebut.
Dengan seperti itu dia benar-benar memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Bahkan pada saat magang, dalam menelepon calon nasabah dia tidak munutup gagan telepon untuk mengemat waktu sekitar 8 menit dan tidak minum air untuk menhemat waktu selama 10 menit. Chris juga harus pulang duluan dari magang karena harus mengantri untuk bisa tidur di penampungan. Dan juga harus berjualan alat kedokteran.
Namun dengan segala usaha yang dia lakukan selama 6 bulan, Chris berhasil menjadi peserta terbaik dan direkrut oleh perusahaannya. Dia sangat senang sampai menitihkan air mata. Dia berlari menghampiri anaknya dan memeluk erat.
Pelajaran Berharga dari The Pursuit of Happyness
Dari film The Pursuit of Happyness ini banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik. Chris Gardner membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Dia punya goal yang jelas dalam perjuangannya. Kesulitan yang dia alami justru malah menjadikan Chris semakin kuat. Dia bisa saja meyalahkan keadaan, menyalahkan istri yang meninggalknnya, menyalahkan perusahaan alat kedokteran, menyalahkan Tuhan, menyalahkan pemerintah yang tidak membantu. Namun dia memilih untuk terus berjuang dan bertanggungjawab atas nasibnya.
Kebahagiaan yang diraih Chris Gardner adalah kenikmatan dilalui dengan proses begitu keras. Seorang yang hanya lulusan SMA, tanpa rumah, tanpa tempat tinggal, mengasuh anak sendiri, bisa menjadi orang sukses dan mendirikan perusahaan besar.
“Don’t ever let someone tell you can’t do something. Not even me. You got adream, you gotta protect it. When people can’t do something themselves, they are gonna tell you that you can’t do it. You want something, go get it. Period.”
(Chris Gardner)
Sumber gambar: http://singledadhouse.com/wp-content/uploads/2011/10/pursuit-of-happyness-single-dad-will-smith.png