Judul: In Memoriam YB Mangunwijaya, Pasca-Indonesia Pasca Einstein, Esei-esei tentang Kebudayaan Indonesia Abad ke-21
Penulis: YB Mangunwijaya
Penerbit: Kanisius Yogyakarta
Tahun: 1999
ISBN: 979-672-427-8
Buku bunga rampai ini diterbitkan untuk mengenang 100 hari setelah YB mangunwijaya atau yang lebih dikenal dengan Romo Mangun wafat. Dia merupakan salah satu sosok guru bangsa yang penuh dengan keteladanan. Sosok langka di negeri ini yang masih punya kontribusi besar dalam memperjuangkan demokrasi, menegakkan keadilan dan terutama menyuarakan suara rakyat kecil.
Tak ada yang menyangkal keberanian Romo Mangun dalam membela kepentingan wong cilik khususnya di masa Order Baru. Perannya sebagai seorang intelektual dan pejuang kemanusiaan yang tegar dan tegas berhadapan dengan puasa Orba yang represif. Kendati demikian Romo Mangun masih tetap kritis dan berani membela kepentingan rakyat kecil yang diabaikan.
Buku ini merupakan kumpulan beragam pemikirannya yang dihimpun dan difokuskan hanya membicarakan masalah kebudayaan (dalam arti luas). Kendati makalah maupun serpihan pemikiran-pemikiran dalam buku ini sudah dibuat cukup lama, namun demikian membaca buku ini tetaplah relevan. Seperti ciri khas tulisan Romo Mangun, padat, berisi dan penuh inspirasi dan makna. Bahan bacaan yang luas serta pengalamannya menjadi corak inti saat kita menikmati karya pemikirannya.
Romo Mangun menjadi pribadi yang lengkap, karena bukan hanya pandai dalam konteks konsep danm teori, namun juga aksi. Keluasan wawasan, kekayaan pengetahuan dan pengalamannya menjadikan ia utuh sebagai seorang pejuang dan intelektual yang memadukan teori dan aksi. Demikian setidaknya komentar penerbit yang memprakarsai penerbitan buku ini.
Ada banyak pemikiran dan kritik dalam beragam tulisan Romo Mangun. Ada 24 tulisan yang dikategorikan ke dalam 2 bagian besar. Pertama tentang Kebudayaan Umum dan kedua tentang Sains dan Teknologi. Secara ringkas, membaca karya-karyanya dalam buku ini membuat kita menilai betapa piawai dan kritis penulis dalam melihat kebudayaan dan teknologi. Penulis bahkan membahas dalam dua artikel berseri tentang Dampak Teknologi pada Kebudayaan. Hal ini menunjukkan betapa teknologi sebagai bentuk kebudayaan manusia juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kebudayaan manusia secara lebih luas.
Pasca Indonesia
Pasca Indonesia dalam renungan Romo Mangun ini merujuk pada sikap kebangsaan generasi Indonesia. Dipicu dari perdebatan tentang “polemik kebudayaan” atau “politik dan strategi kebudayaan” era sebelumnya, renungan generasi pasca Indonesia menjadi memiliki arti penting. Generasi Indonesia saat ini sudah waktunya bukan lagi model generasi ’45 atau generasi ’28 yang kerap menyitir ungkapan PM Inggris abad ke-19 yang menyatakan Right or wrong is my Indonesia Raya. Dalam generasi pasca Indonesia Right or wrong is right or wrong.
Generasi ini sudah melampaui ke-Jawa-annya, dan sudah menjadi pasca Jawa, pasca Ambon, pasca Minang dan menjadi Indonesia baru dalam perspektif lebih luas lagi.
Pasca Einstein
Disadari bahwa kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah besar perannya dalam transformasi kebudayaan. Namun menurut Romo Mangun, Iptek adalah salah suatu tesis yang sudah berhadapan dengan antitesis nya sendiri, yakni akal sehat manusia yang ingin mencari keseimbangan dan semakin menghargai aspek spiritual, transendental, supernatural dan bahkan paranormal. Intinya, Iptek tidaklah melulu sesuatu yang menggerakkan kehidupan manusia. Justru kini manusia sedang mencari sandaran lain selain semata-mata hanya bergantung kepada Iptek belaka.
Bangsa kita, terangnya, telah mengalami proses mendalam transformasi kebudayaan dari alam magis pra Copernicus ke alam pasca Copernicus. Selanjutnya, sikap pasca Copernicus yang masih pra Einstein ini beralih lagi menjadi pasca Einstein.
Generasi pasca Einstein adalah mereka yang sudah paham tentang multidimensionalitas semua perkara dan bisa menghayati segala sesuatu dalam kesadaran relativitas sebab mereka telah mencicipi cara kerja komputer dan kompleksitas model-model persoalan dengan sekian banyak variabel dan matriks-matriks yang tidak simpel (hlm. 76).
Dari itu semua, pada sebuah tulisan singkat untuk mengomentari pemikiran tentang polemik kebudayaan, Romo Mangun berusaha untuk meringkas dan menginventarisasi permasalahan kebudayaan masa kini dan hari-hari mendatang yang benar-benar mendasar (hlm 81-83). Di antaranya adalah: Pertama, bagaimana manusia Jawa, Sumatera, Ambon dan lainnya menjadi pasca Jawa, pasca Sumatera, pasca Ambon dan seterusnya, alias beralih menjadi manusia Indonesia pasca Indonesia yang baik dan benar.
Kedua, bagaimana proses evolusi dan revolusi manusia Indonesia, yang umumnya masih berpenghayatan cipta-rasa-karsa pra Einstein yang suka main mutlak-mutlakan, dapat tumbuh ke dalam alam penghayatan baru pasca Einstein yang ditandai dalam sikap multidimensionalitas serta relativitas namun berjalan tanpa kehilangan akar serta identitas diri.
Ketiga, bagaimana kontinuitas dan diskontinuitas dalam sikap serta karya membudaya dapat dipadu dialektis dalam manusia Indonesia yang sadar sejarah dan sadar menyejarah
Keempat tentang pikir, cita rasa, sikap dan karya-karya kita yang semakin digenangi oleh penghayatan dasar yang dialektis. Kelima, bagaimana kita selaku pribadi maupun bangsa secara benar, jujur dan organis-historis-dialektis-sintetis mengkontinuitaskan segala yang telah dicapai oleh pendiri RI tercinta, agar eksploitasi antara satu kelompok dengan kelompok lain bisa usai dan justru menyumbang secara positif untuk bangsa dan negara.
Demikian sedikit yang bisa dipetik dari bunga rampai untuk mengenang Romo Mangun ini. Ada banyak pelajaran dan keteladanan berharga yang bersumber dari kejeniusan dan sikap kritisnya. Hal itulah yang kini semakin kering di tengah generasi muda kita. Selamat membaca …
Leave a Reply