Meski konsep yang diusung seorang filusuf Adam Smith tentang kapitalisme dan pilar-pilar kapitalisme merupakan sebuah konsep yang menjadi fondasi bagi perkembangan ekonomi sekarang ini, tetapi hingga sekarang, belum ditemukan pasar yang benar-benar menerapkan kapitalisme ala Adam Smith atau yang biasa disebut pure capitalism. Di berbagai negara, entah itu developed country (Negara maju) ataupun developing country (Negara berkembang) yang mencoba menerapkan kapitalisme, tidak bisa, atau mungkin tidak berani, menerapkan pure capitalism dikarenakan faktor sejarah.
Kapitalisme Adam Smith
Kapitalisme dianggap sebagai sebuah sistem ekonomi dimana hak milik dimiliki dan dikontrol oleh sektor swasta sesuai dengan kepentingan mereka, dan dimana supply and demand secara bebas dapat menentukan harga pasar yang sesuai dengan kepentingan masyarakat [1]. Adapun konsep invisible hand milik Adam Smith adalah sebuah konsep dimana terdapat tangan yang tak terlihat yang dapat mengatur pasar untuk mencapai efisiensi ekonomi. Setidaknya itulah konsep yang diperkenalkan Adam Smith, seorang bapak ekonomi modern, untuk memberikan guide bagaimana pasar bekerja.
Sarwat Jahan dan Ahmed Saber Mahmud, dua orang ekonom International Monetary Fund (IMF), memberikan penjelasan bahwa paham kapitalisme memiliki enam pilar yang harus dipenuhi. Yang pertama adalah private property dimana sektor swasta memiliki hak untuk memiliki tangible assets seperti tanah dan rumah, dan intangible assets seperti saham dan obligasi. Yang kedua adalah self-interest dimana seseorang secara bebas dapat mencari barang yang diinginkannya tanpa ada tekanan sosiopolitik.
Selanjutnya adalah competition yang melihat kebebasan seseorang atau organisasi untuk keluar masuk pasar dan meningkatkan kesejahteraan sosial, baik bagi konsumen maupun produsen. Yang keempat adalah a market mechanism yang berperan untuk menentukan harga melalui permintaan dan penawaran. Yang kelima adalah freedom to choose yang berhubungan dengan konsumsi, produksi dan investasi-seperti konsumen dapat secara bebas memilih dan membeli produk, begitu pula investor dapat memilih usaha yang menguntungkan, atau pekerja yang secara bebas dapat meninggalkan pekerjaannya untuk mencari gaji yang lebih baik. Yang terakhir adalah limited role of government dimana pemerintah hanya berperan sebagai pelindung hak warga negaranya dan mempertahankan fungsi pasar sebagaimana mestinya.
Sejarah Keruntuhan Ekonomi
Dari sisi sejarah, banyak negara tak dapat menerapkan pure capitalism lebih disebabkan karena pemerintah itu sendiri tak tega melepas pasar berjalan sebebas-bebasnya dan dikendalikan dengan invisible hand. Sejenak kita kembali ke tahun 1930 dimana the great depression terjadi di Amerika yang menyebabkan sepertiga perbankan di seluruh Amerika mengalami kegagalan [2]. Penyebab utamanya adalah ekonomi yang digerakkan dengan hutang ditambah dengan bunga sehingga hutang semakin membumbung tinggi sehingga menyebabkan bubble economy. Selain itu beberapa sebab dari sudut pandang institusional seperti ketidakstabilan pada sistem moneter internasional dan adanya transformasi dari sistem keuangan dari regulation and relief menjadi deregulation and relief menjadi penyebab utama terjadinya the great depression [3].
Hal yang sama juga terjadi di Jepang sekitar tahun 1970 an dimana Jepang menghadapi dilema kebijakan untuk mengatur inflasi, neraca pembayaran, defisit, dan stagflasi karena krisis minyak yang dihadapi dunia yang berimbas pada negeri anime tersebut. Tidak cukup dengan itu, tahun 1997 juga terjadi krisis ekonomi dan keuangan di negara Asia yang bersumber dari nilai mata uang Thailand yang jatuh dan berdampak sistemik di negara sekitarnya yang memiliki hubungan dengan Thailand seperti Indonesia. Pada abad ke 20, krisis ekonomi juga terjadi, sekali lagi, menghantam Amerika yang juga disebut subprime mortgage , dan juga Greece yang kacau ekonominya akibat terlalu banyak hutang.
Semua krisis ekonomi ini memiliki dampak sistemik pada keseluruhan kegiatan ekonomi sepeti pemecatan dimana-mana, peningkatan jumlah pengangguran, banyak usaha yang tutup dan lain sebagainya. Dan disitu pemerintah tidak bisa lepas tanga begitu saja. Pemerintah turut membenahi kekacauan ekonomi yang terjadi dengan beberapa kebijakan seperti kebijakan moneter dan fiskal dan banyak lagi, sesuai dengan kadar “sakit” nya. Dari sini, terlihat jelas bahwa pure capitalism tak bisa ditemukan pada organisasi pada tingkat negara karena ternyata pemerintahlah yang melanggar pilar kapitalisme, atau disebut juga limited role of government yang tidak sesuai kaidah Adam Smith.
The Shadow Economy
Saat kita menganggap pemerintah adalah agen yang malah mengganggu penerapan pure capitalism karena memang pemerintah sebagai regulator tak bisa diam saja untuk membiarkan kekacauan ekonomi terus berulang, dan peran invisible hand yang nyatanya tak dapat membenahi perekonomian. Mungkin penerapan konsep kapitalisme murni dapat ditemukan di “dunia lain”, lebih tepatnya, di luar pemerintah dimana pekerjaan haram, pekerja ilegal, penipuan, aktivitas kriminal di ekonomi terlaksana didalamnya.
Aktivitas-aktivitas tersebut bisa pula disebut shadow economy. German Council of Economic Experts mendefinisikan shadow economy sebagai sebuah keputusan melawan norma yang berlaku dan institusi formal untuk melakukan aktifitas ekonomi [4]. Meskipun pada kenyataannya masih terdapat banyak definisi dari shadow economy dan belum ada kesepakatan, apa yang disampaikan para expert tersebut cukup untuk menggambarkan apa itu shadow economy.
Lantas, apakah shadow economy adalah satu-satunya konsep yang menerapkan kapitalisme murni seperti apa yang dikonsepkan Adam Smith ?. Untuk mengetahui jawabannya, ada baiknya kita lihat kembali pilar-pilar kapitalisme yang sempat sudah di bahas. Ambil contoh adalah black market yang merupakan bagian dari shadow economy dimana semua barang dapat diperjual belikan dengan mudah. Private property yang menggamabrkan kepemilikan pribadi untuk diperjual belikan memenuhi kriteria ini. Self-interest pun juga memenuhi, karena dalam black market kita dapat menemukan berbagai macam barang yang kita inginkan. Salah satu contoh adalah koleksi museum yang seharusnya tidak diperjual belikan, bisa kita dapatkan di black market.
Orang mudah sekali keluar masuk pasar karena selama orang tersebut memiliki barang untuk dijual, apapun, black market dapat menerimanya dengan tangan terbuka. Disini, pasar ini memenuhi pilar competition. Selanjutnya, a market mecanism dan freedom to choose pun sudah menggambarkan ciri khas dari sebuah pasar. Harga dapat terbentuk melalui mekanisme penawaran dan permintaan, dan orang bebas memilih apapun barang yang dijual di pasar. Terakhir adalah limited role of government. Pemerintah tidak mampu menjangkau black market karena tidak diatur dalam regulasinya. Dapat pula disebut pasar black market adalah pasar anti regulasi pemerintah. Dari sini, pemerintah benar-benar menjalankan fungsinya untuk hanya melindungi hak warga negaranya untuk melakukan aktivitas apapun.
Dari penjabaran panjang lebar diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pure capitalism masih ada, dan benar-benar diterapkan dalam bentuk shadow economy. Sebagai contoh real adalah keberadaan black market yang pasti ada di tiap-tiap negara selama negara itu memiliki pemerintahan dan regulasi yang menagatur kegiatan ekonomi. Uniknya, shadow economy juga menyumbang hal positif pada pemerintah karena dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi regulasi ekonomi yang dibuat pemerintah [5]. Semakin besar shadow economy suatu negara mengindikasikan pula semakin tinggi dan ketatnya reguasi dalam aktivitas ekonomi di suatu negara. []
Sumber:
[1] Jahan, Sarwat dan Mahmud, Ahmed Saber. What is Capitalism? IMF : Finance and Development. Juni 2015.
[2] Richardson, Gray. 2007. The Collapse of he United States Banking System during the Great Depression, 1929 to 1933, New Archival Evidence. The Australasian Accounting Business & Finance Journal : Vol. 1, No 1. Pp. 39 – 50.
[3] Shibata, Tokutaro. The American Depression and the Japanese Heisei-Era Depression Compared –From an Institutional Approach. Seoul Journal of Economics Spring 2004; 17, 1; ProQuest Asian Business & Reference pg. 85.
[4] Schneider, Friedric dan Enste Hominik H. 2013. The Shadow Economy : an International Survey Second Edition.Cambridge : Cambridge University Pers.
[5] Kuznetsova, Ekaterina Vasilievna dan Kuznetsova, Natalia Victorovna. Shadow Economy as a Self-Adjustment of Poverty and a Signal from Invisible Hand. Asian Social Science; Vol. 11, No. 5; 2015.