Acara Raker molor lebih dari satu jam. Rencana rapat jam satu siang harus ditunda karena banyak pengurus belum hadir. Padahal Raker kali ini juga mengundang beberapa dosen dan Ketua jurusan. Sang ketua HMJ merasa gelisah, berkali-kali jemarinya mengetik SMS dan berkali-kali menelepon. Akan tetapi sebagian besar tidak mengangkat telepon, atau membalas SMS ketua. Penulis yang berada satu ruangan dengan ketua, ikut menunggu sambil menuliskan beberapa kalimat sederhana ini sebagai refleksi fakta sosial yang sedang terjadi.
Undangan rapat penulis sendiri penulis terima dua hari yang lalu. Sesaat setelah menerima undangan itu penulis menghubungi ketua HMJ untuk menanyakan beberapa hal yang penulis anggap penting. Harapannya, penulis datang tidak dengan pikiran kosong.
Dalam organisasi formal seperti HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) dan berbagai organ intra kamnpus memang masalah ini sering terjadi. Bukan hanya masalah komunikasi, intensitas pertemuan baik yang bersifat formal atau informal juga sering mengalami banyak kendala. Mahasiswa lebih seibuk pada kegiatan personal dengan dalih tugas-tugas yang dibebankan oleh kampus.
Namun bukan itu yang ingin penulis tekankan. Prespektif akademis, penulis dapat memahami bagaimana beratnya tugas-tugas kampus buat mereka. Akan tetapi tentu saja berbeda jika mereka tidak lagi memperdulikan interaksi dengan lingkungan dan komunitasnya karena ego dan kepentingan personal. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang melukiskan era modern ini sebagai era individualisitis, egoistis, relasi yang selalu bersifat kontraktual dan hanya berdasar pada kepentingan akumulasi kapital.
Pada organisasi pendidikan seperti HMJ ini, kita memang sedang berproses belajar memahami perbedaan paradigma dan berbagai bentuk kepribadian anggota. Kita memahami bahwa kepribadian merupakan keseluruhan dari individu yang terorganisir dan terdiri atas disposisi-disposisi fisik serta psikis yang memberi kemungkinan untuk membedakan ciri-ciri yang umum dengan pribadi lainnya (Kartono, 1980). Tiap individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda, bahkan tidak ada di dunia ini individu memiliki kepribadian yang sama.
Prespektif psikologi pada persoalan komunikasi ini, kepribadian manusia dibedakan dalam dua tipe (Jung dalam Suryabata, 2006). Pertama tipe Ekstrovert. Orang ekstrovert dipengaruhi oleh dunia objektif yakni diluar dirinya. Orang ekstrovert bersikap positif, terbuka, mudah bergaul dan komunikasi dengan orang lain lancar. Kedua adalah tipe Introvert, di mana orientasinya tertuju ke pada dunia subjektif dalam dirinya. Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik, jiwanya tertutup, sukar bergaul dan berhubungan dengan orang lain, kurang menarik perhatian orang lain dan tidak nyaman dengan orang-orang yang tidak dikenal.
Mungkin ada benarnya jika sebagian besar orang cenderung menempatkan orang eksrovert lebih unggul dibanding introvert. Bahkan ada adigium, jadilah orang yang ekstrovert untuk bisa sukses. Karena pandangan objektifnya itu orang ekstrovert identik dengan berhati besar, bersemangat, hangat, dan empati. Sebaliknya orang introvert digambarkan sebagi seseorang yang tidak dapar bergaul, pemalu, kaku, penyendiri, pendiam, dan pelamun.
Memang tidak serta merta kita mengklaim kegagalan untuk orang introvert. Keseriusan mereka pada fokus dalam dirinya juga memunculkan keahlian tertentu. Menurut seorang ahli psikologi, orang introvert dapat sukses dalam bidang yang dia geluti asal memiliki motivasi diri, manajemen diri, self awareness, serta tetap berusaha berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Beberapa tokoh terkenal seperti Mahatma Gandhi, Albert Einstein, Michael Jordan, J. K. rowling, Bill gates, Steven Spielberg dianggap bagian dari contoh orang-orang introvert.
Terlepas dari dua karakter dasar itu, kebutuhan komunikasi mutlak dibutuhkan untuk jalannya organisasi. Sebab organisasi adalah benda mati dimana dinamika, kinerja dan progresifitas organisasi sangat tergantung dengan sinergi pengurus dan anggotanya. Sinergitas itu tidak bisa ditawar lagi dengan kebutuhan komunikasi yang seimbang. Mungkin persoalan komunikasi ini tidak begitu masalah dengan orang yang telah berkepribadian ekstrovert di atas. Namun untuk kita yang merasa sebagai bagian dari orang-orang introvert, usaha komunikatif kita pada berbagai prososial yang ada akan sangat bermanfaat pada kemajuan kemampuan dan keahlian yang telah kita miliki, tanpa harus susah payah mengubah karakter kita menjadi ekstrovert. So, keep our communicatioan!
FIVBRI STAY COOL and LIKE A ZOMBIE says
WIH…AKU YANG PERTAMA MENGOMENTARI TULISAN MU CRUT…
DALAM KEHIDUPAN INI, KITA AKAN MENARIK SEGALA SESUATU DALAM HIDUP KITA DENGAN MELAUI PIKIRAN DAN DI SAMPAIKAN DENGAN BERKOMUNIKASI. JADI KALAU KOMUNIKASI PUTUS, BERARTI DIA BISU ATAU G PUNYA PULSA…GITU AJ..DEH…ENTAR AD YANG TERSINGGUNG…HA..HA…HA…JADI INITINYA, BERFIKIRLAH, BERTINDAKLAH, DAN BERTERIAKLAH DENGAN ANTUSIASME YANG TINGGI…
EX : AYO…AS.ROMA…BANTAI CHELSEA SAMPAI HANCUR…JANGAN MENYERAH….
Vina Anom says
tyerkadang ada orang yg ekstrovert kelihatannya, tapi sbenarnya dia introvert banget. hanya suka melucu dan banyak bicara, tapi orang lain tidak ada yg tahu siapa dia dan apa isi hatinya sesungguhnya.