Judul: Ampih Miskin, Model Kebijakan Penuntasan Kemiskinan dalam Perspektif Teori dan Praktik
Penulis: M. Safi’i
Penerbit: Averroes Press
Tahun: 2011
Tebal: 224
ISBN: 9799793997307
Dalam otonomi, pemerintah daerah seharusnya lebih proaktif dan berinisiatif melakukan penanggulangan kemiskinan dalam perspektif lokal dengan mempertimbangkan kekhususan dan keunikannya masing-masing. Bukankah masyarakat miskin sebenarnya ada di tingkat lokal daerah otonom itu sendiri?
Untuk mengatasi kemiskinan tidak bisa hanya menyerahkan saja kepada pemerintah pusat atau provinsi, justru daerah harus selalu mencari cara-cara yang sesuai dengan karakter lokalnya. Program Ampih Miskin (PAM) merupakan realisasi dari cita-cita mengatasi kemiskinan di daerah. Ini merupakan upaya kreatif dan cerdas mengentaskan kemiskinan dengan mempertimbangkan sumberdaya, budaya dan kearifan lokal.
Ampih Miskin
Pemikiran yang tertuang dalam buku ini timbul dari pengalaman secara langsung di lapangan yang melihat dan merasakan secara langsung berbagai kegagalan dan keberhasilan dalam penanggulangan kemiskinan.
Buku ini terdiri dari beberapa bab. Sebagian isinya bersumber kumpulan tulisan yang dihimpun dari beberapa media masa yang memuat berbagai artikel dari penulis, seperti isi Bab I, II, III, IV, VI dan VII. Selain itu juga terdapat kajian teori-teori tentang kemiskinan pada Bab V, dan yang hasil penelitian penulis yang berjudul Model Kebijakan dan Indikator Kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan termuat pada Bab VIII. Buku ini juga dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) pelaksanaan Program Ampih Miskin di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
“Ampih” berasal dari Bahasa Banjar yang artinya “berhenti”. Program Ampih Miskin (PAM) berarti juga Program Berhenti Miskin. Program ini merupakan program penyempurnaan dan pendukung dari berbagai program penanggulangan kemiskinan yang selama ini telah ada, baik berasal dari pemerintah pusat maupun provinsi. Penekanan lebih spesifik dan kasuistik (per kasus individu/keluarga miskin) sesuai “takaran/porsi penanggulangan yang tidak sama” dengan mencocokkannya pada intensitas dan kompleksitas masalah yang dihadapi individu/keluarga miskin dimaksud. Program ini telah diterapkan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan, dan hasilnya positif dan memuaskan.
Rehabilitasi Tempat Tinggal
Secara khusus, PAM berusaha membantu dan memfasilitasi rehabilitasi tempat tinggal yang layak, subsidi dan proteksi terhadap individu dan keluarga miskin. Terdapat beberapa strategi yang dijalankan dalam program tersebut. Pertama, swakelola – pemberdayaan empat elemen (si miskin, pemerintah, swasta, masyarakat). Kedua, pelaksanaan proyek spesifik (khas/unik) tidak bisa digeneralisasikan sehingga tidak bisa dilakukan dengan cetak biru (blue print) karena kemiskinan mempunyai kadar kualitas dan kuantitas berbeda antara satu individu dengan individu yang lain. Ketiga, dalam pemberdayaan keterlibatan empat pihak (si miskin, pemerintah, swasta, dan masyarakat), kualitas dan kuantitasnya bervariasi.
Apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, merupakan upaya kreatif dan cerdas untuk mengentaskan kemiskinan secara integratif dengan program-program lain yang dijalankan oleh pemerintah pusat maupun provinsi. Penulis menyadari bahwa masalah kemiskinan merupakan masalah sangat serius yang harus ditanggulangi dengan semangat partisipasi dan kebersamaan antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Saat ini, untuk mengatasi kemiskinan tidak bisa hanya menyerahkan saja kepada pemerintah pusat atau provinsi, justru pemerintah daerah harus selalu mencari cara-cara yang sesuai dengan karakter lokalnya, dan mencari cela-cela yang luput dari bidang garapan pemerintah di atasnya. Inilah yang mendasari penulis memikirkan secara serius mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Dalam otonomi daerah jelas-jelas memberi ruang yang begitu luas bagi daerah otonom untuk proaktif dan berinisiatif melakukan penanggulangan kemiskinan dalam tataran mikro, sesuai kondisi lokal setempat, dengan kekhususan dan keunikannya masing-masing. Bukankah masyarakat miskin sebenarnya ada di tingkat lokal daerah otonom itu sendiri? Dalam konteks inilah maka pemerintah daerah di lokal daerah otonom dapat bersinergi dengan pemerintah pusat dalam penanggulangan kemiskinan.
Leave a Reply