Judul: Joko Tingkir
Produksi: PT Inem Film
Sutradara: Bay Isbhahi
Pemain: Teddy Purba, Yan Bastian, Rini S Bono, Sri Badhono, Budi Purboyo
Tahun: 1983
Jaka Tingkir adalah nama legendaris di Jawa Timur. Ia terkenal dengan wibawa dan karisma yang begitu kuat tatkala menjadi raja atau juga ketika menjadi pengembara. Hingga kini, namanya sering disebut-digunakan-diabadikan dengan berbagai cara. Laskar Joko Tingkir misalnya, julukan salah satu tim papan atas di persepakbolaan Indonesia milik arek-arek Lamongan.
Pada tahun 1983, kisah Joko Tingkir diangkat menjadi sebuah drama epik besutan sutradara Bay Isbhahi. Mendapuk Teddy Purba sebagai pemeran utama, film ini terasa spesial karena mengulas perjalanan Joko Tingkir sebelum menjadi Raja Pajang.
Alkisah, seorang pemuda desa bernama Karebet yang polos dan tidak tahu aturan dikarenakan semenjak kecil hidup di hutan yang liar dan keras. Ia kemudian menemukan keluarga aslinya di wilayah Kesultanan Demak. Suatu ketika, pamannya mengajak ia untuk menghadiri upacara penyambutan kedatangan Sultan Demak. Namun, ia malah berlaku tidak sopan ketika Sultan Trenggono akan beribadah. Untungnya, Baginda Sultan tidak tersinggung dan bermurah hati untuk menawari Karebet menjadi pasukan pengawal istana.
Beberapa bulan setelah hidup sebagai pengawal istana, ia diangkat menjadi pemimpin pasukan perang Kesultanan Demak menggantikan Wirajaya. Selama menjadi pemimpin, ia sangat disegani oleh bawahannya karena kewibaan dan juga kesaktiannya. Berbeda dengan Wirajaya yang sewenang-wenang kepada prajurit, terutama pada mereka yang malas latihan.
Suatu ketika, Karebet diajak oleh Sultan Trenggono untuk berburu di hutan. Dalam rombongan tersebut juga ada putri baginda sultan bernama Ratu Kambang. Pertemuan keduanya membuahkan benih-benih asmara di hati Karebet. Wiraraja yang sakit hati akan pencopotan jabatan memfitnah dan menyebarkan isu jika diam-diam Karebet menaruh hati pada Ratu Kambang. Setelahnya, ibunda Ratu Kambang menasihati putrinya agar ia tidak menjalin hubungan dengan Karebet karena masalah kasta dan harga diri.
Tak lama setelah kejadian tersebut, seorang pendekar aliran hitam bernama Dadung Awuk mencoba turut serta dalam latihan bersama prajurit baru. Bukannya mendaftar dan masuk barisan, ia malah menantang Karebet untuk duel satu lawan satu. Mendapati hal tersebut, Karebet yang tengah labil menerima tantangan Dadung Awuk. Pertarungan kedua pendekar digdaya tersebut menewaskan Dadung Awuk. Atas insiden itu, Karebet dicopot dari jabatannya sebagai pemimpin pasukan perang kerajaan. Jabatan tersebut kemudian dikembalikan ke Wiraraja lagi.
Merasa terdholimi, Karebet mencoba membuktikan kebenaran atas fitnah Wirajaya. Apalagi Karebet juga mengetahui gelagat Wirajaya yang berencana melakukan pemberontakan. Ia kemudian meminta petunjuk paman sekaligus gurunya. Dan atas saran dari gurunya, ia mulai membuat strategi untuk menumpas pemberontakan Wirajaya. Pemberontakan Wirajaya pun dapat ditumpas oleh Karebet.
Film garapan tahun 1983 ini cukup apik dijadikan sebagai sumber referensi sejarah. Secara alur cerita, film ini terasa legit dinikmati. Apalagi ditunjang dengan akting Teddy Purba yang tidak bisa dikatakan buruk. Sayang, ada beberapa penyebutan dan koherensi dengan sejarah yang kurang sedikit tepat. Penyebutan Ratu Kambang semisal. Anak raja secara umum biasanya dipanggil pangeran atau putri. Namun, di film ini malah disebut sebagai seorang ratu.
Kisah Karebet atau yang lebih dikenal dengan Jaka Tingkir adalah secuil cerita tentang proses kehidupan anak adam untuk menggapai kesuksesan. Ia tidak hanya berdiam diri untuk menggapai dan mewujudkan mimpi besarnya. Meski tidak diceritakan di film ini, kelak-di masa depan-Karebet adalah Raja Pajang yang masyhur namanya.
Sumber gambar: http://img00.deviantart.net/d4dc/i/2011/189/9/a/jaka_tingkir_by_sinatria-d3ld67w.jpg