Industri 4.0 ditandai dengan banyaknya sektor industri yang menerapkan sistem otomatisasi mesin, penggunaan robot, internet of things, dan kecerdasan buatan (artificial inteligence). Namun berbeda dengan konsep industri 4.0, revolusi pertanian 4.0 dalam gagasan ini menerapkan sinergitas antara multi-aktor yang terlibat di dalam sektor pertanian mulai dari aspek hulu sampai ke hilir.
Konsep ini mengundang keterlibatan stakeholder pertanian seperti pemerintah (baik di tingkat pusat sampai ke tingkat desa), pelaku bisnis, penyedia jasa, hingga para petani. Keterlibatan pemuda juga perlu untuk memunculkan kepedulian terhadap pertanian Indonesia melalui startup-startup baru di bidang pertanian. Terobosan dalam mengintegrasikan antara aspek pertanian dengan teknologi dapat menjadi modal dalam menyiapkan diri menghadapi era yang serba digital.

Keterlibatan multi aktor ini akan dibungkus dalam wadah kesukarelawanan dengan menyempatkan perhatian mereka untuk memecahkan masalah-masalah seputar pertanian dengan mengambil peran masing-masing sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya. Konsep kesukarelawanan ini tentunya sudah tidak asing lagi di Indonesia. Peristiwa yang membutuhkan banyak bantuan seperti di Gaza, Palestina, lalu bencana yang terjadi di Lombok, NTB, konsep crowd funding seperti kitabisa.com yang mempertemukan antara penerima dan pemberi donor lebih mudah dan praktis, serta agenda penyuksesan ajang olahraga terbesar se-Asia yaitu Asian Games 2018 juga melibatkan banyak sukarelawan. Oleh karena hal tersebut, Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah relawan terbesar nomor dua di dunia.
Charities Aid Foundation World Giving Index 2017 merilis daftar negara-negara dengan masyarakat yang paling dermawan dari seluruh dunia. Penilaian yang dilakukan oleh CAF sendiri berdasarkan pada tingkat intensitas para masyarakat yang berada di suatu negara dalam menolong orang lain, mendonasikan uang serta banyaknya masyarakat suatu negara menjadi relawan. Dengan angka 79% dalam hal berdonasi serta jumlah 55% masyarakat Indonesia yang menjadi relawan membuat Indonesia sukses mengalahkan negara seperti Amerika Serikat, Kanada dan Belanda dengan total poin 60 hasil dari akumulasi tingkat kepekaan menolong orang lain (idntimes.com).
Seiring dengan berkembangnya zaman, masih banyak masyarakat Indonesia khususnya pada golongan muda yang masih peduli dengan nasib pertanian negaranya. Kita lihat saja dengan semakin banyakya startup-startup yang muncul di Indonesia, terdapat lebih dari 15 startup yang bergerak di bidang pertanian. Sebut saja iGrow, Tanihub, RegoPantes, Kecipir, Investree, Eragano, 8Villages, SayurBox, Simbah, Pantau Harga, Karsa, Lima Kilo, SiKumis, Crowde, CI-Agriculture, Habibi Garden, dan PanenID, Semua startup tersebut mengambil peran masing-masing untuk memberikan harga yang pantas bagi petani, memotong panjangnya rantai distribusi dari petani ke konsumen, memberikan modal pinjaman dalam bentuk investasi per tanaman, rekomendasi masa tanam sesuai jenis lahan dan cuaca, serta konsultasi seputar masalah pertanian dengan para pakar. Bahkan salah satu satu startup yaitu CI-Agriculture (Collective Intelligence-Agriculture) sudah menerapkan sistem internet of things yang banyak diterapkan dalam konsep industri 4.0.

Pertanian 4.0 akan berisi orang-orang yang dengan sukarela memberikan bantuan sesuai dengan kapasitasnya untuk memajukan pertanian di Indonesia. Konsep gotong-royong yang banyak digaungkan sebagai ciri khas negara ini akan menjadi suksesor utama dalam terciptanya pertanian 4.0. Sinergitas antara petani, investor atau pemodal, pakar di bidang pertanian, pakar di bidang teknologi, penyedia jasa serta pemerintah dibutuhkan dalam mewujudkan pertanian yang terintegrasi dengan teknologi sehingga dapat dikerjakan dengan lebih praktis, efektif dan efisien. Pengintegrasian antara pengetahuan pertanian dengan teknologi juga akan menjadi modal Indonesia dalam menghadapi era digital, borderless era, industry 4.0.
Penulis; Dimas Maulana
Leave a Reply