Judul: Partai Politik dan Kebijakan Publik: Analisis terhadap Kongruensi Janji Politik Partai dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di Indonesia 1999-2003
Penulis: Fadillah Putra
Penerbit: Pustaka Pelajar dan Averroes Press
Tahun: 2003 (cetakan ke-1) dan 2004 (cetakan ke-2)
Tebal: 221 (I) dan 279 (II)
ISBN: 9793237872 (cetakan ke-1) 9793477415 (cetakan ke-2)
Demokrasi prosedural terwujud ketika partai politik dibentuk, lalu masing-masing mereka berkompetisi dalam kancah pemilihan umum. Perebutan suara di dalam kompetisi itu terjadi ketika masing-masing partai ‘menjual’ program politik masing-masing dalam bentuk janji politik kepada rakyat.
Berdasarkan penilaian kualitas janji politik tersebutlah akhirnya rakyat menentukan pilihan. Ketika riuh rendah pemilu usai tugas partai politik pemenang pemilu tinggal mewujudkan janji-janji politiknya itu. Sesederhana itukah proses riil yangterjadi dilapangan? Atau adu janji politik di masa kampanye dilakukan sekedar untuk saling menjatuhkan, ketimbang benar-benar sebagai sebuah kontestasi wacana?
Penulis buku ini menyatakan adanya persoalan pelik yang dihadapi bangsa ini bersifat sistemik. Politik prosedural seringkali disebut-sebut sebagai pangkal dari konfigurasi sosial sistemik di dalam sebuah komunitas riil yang bernama negara. Politik prosedural adalah sebuah fase demokratik mulai dari pemilu yang lantas membentuk sebuah rejim dan akhirnya rejim itu melakukan berbagai tindakan-tindakan (kebijakan publik) sebagai instrumen untuk memperbaiki kondisi sosial di masyarakatnya.
Kalau dipertajam, terbentuknya sebuah struktur rezim sangat ditentukan oleh hasil perolehan suara dalam pemilu. Perolehan suara dalam pemilu sangat ditentukan oleh dukungan massa pemilih terhadap pilihan partai-partai peserta pemilu. Dukungan pemilih sangat ditentukan oleh kualitas dari program partai yang tertuang dalam manifesto politiknya. Demikianlah idealitas tahapan politik prosedural yang demokratis.
Apabila salah satu mata rantai dari alur tersebut tak terlacak, maka akan banyak ketimpangan yang pasti terjadi. Dan, mata rantai utama dari tahap-tahap tersebut terletak pada apakah janji politik yang dikumandangkan benar-benar dari lubuk hati terdalam, atau sekedar untuk menarik massa? Setelah massa pemilih memilih partai tertentu yang dianggap program politiknya paling ideal, apakah sungguh-sungguh akan diperjuangkan didunia nyata menjadi berbagai produk kebijakan publik?
Janji Politik
Menjelang setiap Pemilu banyak sekali bertebaran kajian-kajian mengenai politik dan partai politik Indonesia. Baik itu berupa seminar, lokakarya, artikel, bahkan penulisan buku. Tak terkecuali buku ini hadir juga untuk menyemarakkan even politik lima tahunan itu, yang sering di sebut-sebut sebagai pesta demokrasi. Namun, adakah kebahagiaan di pesta tersebut? Apakah semua khalayak yang diundang benar-benar menikmati pesta dan hidangan yang tersaji? Dan, setelah hiruk pikuk pesta, siapa yang mencuci piring?
Cutright (1965) pernah dengan sisnis mengatakan bahwa analisis politik kepentingan seringkali lebih terlihat hanya sebagai sebuah keyakinan, ketimbang fakta. Banyak orang yang mengatakan bahwa ketua partai A ada deal dengan pejabat B untuk kepentingan pribadi. Anggota dewan C ada ‘main’ dengan pengusaha D untuk mencalonkan bupati tertentu. Tapi sekali lagi itu semua lebih bersifat keyakinan. Sukar sekali ditemukan dari pernyataan-pernyataan itu sebuah bukti konkret yang bisa dipertanggungjawabkan, baik secara ilmiah maupun pertanggungjawaban publik.
Apa yang disampaikan Cutright tersebut di atas adalah tamparan yang cukup telak bagi para pengamat maupun aktifis yang hingga hari ini lantang melakukan kritik terhadap elit politik kita. Sebab memang belum ada bukti konkret yang memadahi untuk dikemukakan secara tegas, eksplisit dan valid. Atau kalau pun ada, itu semua sering diungkapkan secara off the record. Artinya mereka yang merasa tahu benar tentang kebiadaban elit politik dalam melakukan pilihan-pilahan perilaku politik menyimpang, tidak cukup yakin dengan apa yang mereka tahu.
Leave a Reply