“Travel brings power and love back into your life”
Sebuah perjalanan bisa mengembalikan kekuatan dan cinta dalam hidup
Kenapa traveling selalu menarik? Kata bijak milik Jalaluddin Rumi diatas kiranya dapat menggambarkan mengenai perjalanan atau travelling. Lazimnya, hampir semua orang suka jalan-jalan, baik untuk sekedar melepas penat atau juga menikmati keindahan alam semesta. Baik sendiri, berdua dengan orang kesayangan, atau beramai-ramai bersama teman atau keluarga. Sensasi yang didapat dari sebuah perjalanan mampu membuat, mengembalikan hingga menciptakan suasana baru.
Mereka yang melakukan travelling umumnya adalah mereka yang menyukai alam atau mereka yang membutuhkan alam untuk berkeluh kesah. Karenanya, ada hal-hal yang ingin diabadikan. Mulai dari mengabadikan lewat foto, video, hingga ingatan. Pengabadian momen tak hanya untuk sekedar narsis atau pamer, tetapi juga untuk membuat dan menjaga suasana hati agar tetap fresh.
Menjadi keharusan jika travelling haruslah memiliki planning yang tepat. Namun, apa yang kita rencanakan tak selalu semengasyikkan dan semenyenangkan dengan apa yang kita bayangkan. Rencana untuk mendapatkan kesenangan terkadang berubah menjadi keadaan berdarah-darah. Bagaimana bisa? Ambil contoh ketika hendak mendaki gunung. Bayangan awal tentu berkutat pada pemandangan dan suasana alam yang ada di perjalanan. Padahal, perjalanan yang dilewati tak semulus angin sepoi pegunungan. Banyak halangan dan rintangan yang harus dilalui.
Tak jarang sebuah perjalanan mengubah jalan hidup seseorang. Tempat baru suasana baru, begitu banyak orang menyebutnya. Sensasi dan suasana itulah yang dicari. Mulai dari keluar dari rumah, melewati perjalanan sembari melihat alam, hingga menikmati destinasi tempat tujuan. Ada proses sugesti yang terbentuk. Karenanya, dari sugesti yang bercampur dengan sensasi kemudian lahir cara pandang baru.
Sebuah travelling laiknya kehidupan yang sulit ditebak prosesnya. Dari yang awalnya sekedar jalan-jalan untuk mencari kesenangan, nyatanya malah mendapat cara pandang baru akan kehidupan. Ernest Hemingway pernah berkata, “memiliki tujuan akhir adalah sesuatu yang bagus, tapi pada akhirnya yang terpenting adalah perjalanannya.” Artinya, dalam sebuah perjalanan juga ada pola hidup yang harusnya dijadikan pakem. Bahwa yang terpenting bukanlah hasilnya, tapi prosesnya.
Lebih jauh, mengutip pernyataan Henry Miller, “one’s destination is never a place, but a new way of seeing things”. Dari sini, terlihat bahwa yang terpenting sebenarnya bukan tempat. Melainkan pelajaran apa yang kita dapat dari perjalanan tersebut. Inilah yang mungkin hingga hari ini kurang dipahami oleh kebanyakan orang. Bahwa travelling bukanlah menjelajah dan menghabiskan uang dan waktu, tetapi melihat dengan sudut pandang lain, yang tak biasa, yang baru.
Sebuah perjalanan yang baik adalah perjalanan yang membuat kita pintar. Pintar tak hanya berada di otak, tetapi juga tentang pintar dalam bersikap. Pelajaran baru dari sebuah perjalanan sering didapatkan, namun sering dilupakan. Seorang traveller yang cerdas pasti menjadikan perjalanannya sebagai guru untuk membentuk pribadi yang lebih baik. Lagi-lagi, ini yang tak dimafhumi oleh kebanyakan orang. Para traveller lebih banyak yang bersikap seenaknya sendiri. Mulai dari membuang sampah sembarangan hingga bertingkah laku sesuka hati tanpa menghiraukan adat istiadat dan aturan warga setempat.
Alam adalah ayat-ayat Tuhan, yang terhampar dan tergambar dengan bentuk yang nyata. Menjaga hubungan dengan alam (hablumminal alam) adalah bentuk lain dari peribadatan kepada Sang Maha Kuasa. Diakhir tulisan, saya selipkan kode etik pecinta alam yang mungkin sering kita dengar, meski lebih sering kita hiraukan.
• Jangan mengambil apapun kecuali foto,
• Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak, dan
• Jangan membunuh apapun kecuali waktu.
Salam Lestari!
Leave a Reply