Sesekali patut sampean coba, jangan lihat kalender selama satu tahun penuh. Ganti dengan aktivitas memantau timeline saban hari. Silakan amati, jika sudah mulai ramai debat halal haram ucapan selamat natal, itu tandanya desember segera berakhir. Jika sudah marak perbincangan pro-kontra hari kasih sayang, maka februari sudah menjelang.
Kata Uztadz Tewel, sejarah adalah keterulangan peristiwa dengan sedikit atau banyak modifikasi. Sejarah fashion misalnya, dekade 1970an, orang Indonesia begitu mengemari celana begi. Celana yang tak akan bisa dipakai manakala kaki tidak dibungkus plastik itu, kini ngetren lagi. Dengan beberapa modifikasi pria masa kini menyebutnya celana pensil. Rentang kemunculan tren celana berujung runcing itu berjarak kurang lebih 20 tahun.
Jika pernyataan Ustadz bergelar Zein Bolivar itu dijadikan patokan untuk menjelaskan bagaimana sejarah berulang, sedikitnya terdapat dua prasyarat utama. Pertama, soal rentang waktu yang relatif lama. Kedua adalah soal modifikasi. Tak ada keterulangan sejarah dengan bentuk dan karakter yang sama. Tuhan, sang pencipta takdir itu maha kreatif kok. Beliau tidak akan melakukan autoplagiarism, ngopi-paste karyanya sendiri dengan wujud dan karakter sama peris.
Khusus soal fenomena debat halal-haram Valentine, saya jadi ragu dengan keabsahan pernyataan sang Ustadz tadi. Saya akhirnya juga tahu kalau Tuhan tidak selalu anti plagiasi. Tiap Februari datang, pro-kontra Valentine yang sebelumnya ada di dasar lautan, mendadak nyembul kemrambyang. Rentang waktunya seperti lonjakan angka arus mudik. Berlangsung selama beberapa minggu saja setiap tahunnya. Bentuknya pun selalu sama, sebagian orang mengutuk, sebagian mengkultuskannya. Untuk itu, melalui website yang InsyaAllah barokah ini, saya mencoba untuk urun rembug dalam upaya mewujudkan tujuan NKRI, mencerdaskan kehidupan bangsa dan perdamaian abadi.
Sejatinya tulisan ini saya tujukan pada para Ustadz penolak perayaan Valentine. Ini bukan berarti saya mendukung Valentine lho. Atas nama kemanusiaan, saya merasa prihatin. Bagi saya melarang atau mengharamkan perayaan Valentine adalah banalitas bagi para Jomblo Baper dan remaja-remaja Alay. Mengharamkan Valentine begitu menyakiti hati dan merusak mimpi mereka.
Sama seperti para Ustadz, saya tidak mendukung perayaan Valentine. Tapi jika ada yang memberi coklat pada tanggal 14 Februari, ya tetap saya terima. Kadang juga saya ceritakan kepada kawan-kawan, biar mereka tahu kalau saya laku. Rasa-rasanya, bagi remaja alay macam saya di masa silam, tidak ada hal lain yang lebih penting di luar sikap cewek-cewek tukang PHP ini. Jadi, Valentine mutlak pentingnya demi perkembangan kedewasaan cinta.
Silakan simak, apa yang terjadi pada orang-orang yang mengaku tidak pernah alay dan menolak valentine di masa remajanya. Mereka adalah Very Yudha, Luthfil Hakim dan seorang lagi yang tak bisa saya sebutkan namanya. Kini mereka justru menjadi garda terdepan pengharap pemberian coklat pada usia yang tak lagi remaja. Ini adalah penyakit Baper akibat menolak valentine dan serangan virus Jomblo berkelanjutan. Boleh dikata sakit Baper dan Jomblo mereka ini setara dengan inveksi atau titanus. Hanya ada dua alternatif metode penyembuhan, amputasi hati atau karantina dalam ruang gelap gulita.
Kembali ke obrolan serius yang saya maksudkan tadi. Ada metode lain yang lebih santun untuk mencapai maksud dan tujuan para Ustadz. Namanya metode positive based approach. Kenapa pendekatan positif yang harus dipilih?
Metode ini mampu mendidik umat untuk selalu berpikir positif dalam memandang realita. Berpikir positif menjadikan kambing sibuk mencari rumput kualitas super di ladangnya sendiri, bukan malah menghindari rumput tak bergizi yang sudah jelas berada di ladang tetangga.
Tentu para Ustadz sudah tahu kalau Islam punya hari kasih sayang sendiri. Pada hari Minggu Legi, 10 Ramadhan tahun 8 Hijriah atau 3 Januari 630 Masehi, Kanjeng Nabi memproklamirkan hari kasih sayang atau yang lazim disebut Fathu Makkah (Pembebasan Mekah). Itulah hari saat terjadi kemenangan terbesar umat Islam. Pada hari itu pula terjadi “maha amnesti”. Kanjeng Nabi sebagai panglima tertinggi sekaligus penerima mandataris Tuhan dan umat Islam, melepaskan ribuan tawanan perang. Tak cukup di situ, selain dipersilakan pulang, mereka juga disangoni berbagai harta hasil rampasan perang semacam onta dan emas.
Dalam momen tersebut, Kanjeng Nabi berpidato: “…hadza laisa yaumil malhamah, walakinna hadza yaumul marhamah, wa antumut thulaqa….”. Kira-kira artinya begini: Hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang, dan kalian semua merdeka kembali ke keluarga kalian masing-masing. Luar biasa to? Kenapa repot ngurusin hari kasih sayangnya orang kalau Islam juga punya hari kasih sayang sendiri. Kenapa tidak memfatwakan sunah perayaan Fathu Makkah daripada repot-repot melarang perayaan Valentine?
Belum semua umat Islam tahu soal hari kasih sayang milik mereka ini. Barangkali karena ini mereka akhirnya ikut-ikutan merayakan Valentine. Kalau mereka diberi wawasan tentang Fathu Makkah, mereka akan lebih bangga dengan hari kasih sayang orisinil milik Islam. Saya kok yakin, kalau umat Islam diajak meresapi dan merayakan hari kasih sayangnya sendiri, pelan-pelan mereka meninggalkan perayaannya tetangga. Karena mereka akan tahu, bahwa “rumputnya sendiri tak kalah hijau dibanding rumput tetangga”. Karena mereka akan tahu kasih sayang Kanjeng Nabi tak kalah hebat dengan kasih sayang Santo Valentinus atau bahkan kasih sayang Valentino Rossi terhadap kekasihnya, Linda Morselli.
Ohh …