Judul: Tragedi di Majapahit
Produksi: Genta Buana
Sutradara: Muchlis Raya
Pemain: Agus Kuncoro Adi, Anto Wijaya, Candy Satrio, Hadi Leo, Herbi Latul, Murti Sari Dewi
Tahun: 1997
Setelah hancurnya Kerajaan Kadiri dan diusirnya Pasukan Mongolia dari tanah Jawa Dwipa, didirikanlah Kerajaan Majapahit. Raden Sanggramawijaya, ksatria trah Rajasa Cucu Sang Singamurti, Putra Dyah Lembu Tal sitahbiskan sebagai Raja Wilwatikta bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana. Dalam berbagai sumber disebutkan bahwa kelahiran Kerajaan ini pada tahun 1293 M.
Prabu Kertarajasa mengangkat beberapa orang sebagai pemimpin untuk membantu melaksanakan pemerintahan. Lembu Sora diangkat sebagai penguasa Daha (Kediri), Rakryan Mantri Pranaraja dijabat Mpu Siwa, Rakryan Mantri Nayapati dijabat Mpu Lunggah, Rakryan Mantri Nusantara Triadikarya sekaligus Adipati Tuban dijabat Arya Ranggalawe, dan Rakryan Pancari Sang Wilwatikta yang dijabat oleh Mpu Nambi.
Pembagian tersebut didasarkan pada kebijaksanaan yang dimiliki oleh Prabu Kertarajasa. Namun, meskipun sudah dibagi seadil mungkin, ternyata masih ada beberapa pihak yang tidak terima. Dyah Halayudha, salah satu abdi ndalem kerajaan memprovokasi Arya Ranggalawe dengan pembagian tersebut. Ia menuduh bahwa Raja tidak adil karena seharusnya Ranggalawe mendapatkan jabatan yang lebih strategis.
Menurut Halayudha, Ranggalawe lebih pantas menjadi Mahapatih dibandingkan Mpu Nambi. Awalnya, provokasi itu tidak digubris oleh Ranggalawe. Namun, lama-kelamaan Ranggalawe terprovokasi juga. Akhirnya, terjadilah pemberontakan Kadipaten Tuban kepada Kerajaan Majapahit dibawah pimpinan Adipati Arya Ranggalawe. Prabu Kertajasa Jayawardhana memberi kesempatan kepada Arya Ranggalawe untuk meminta maaf, tapi karena sudah terprovokasi Arya Ranggalawe pantang menarik kembali omongan.
Pertarungan terjadi di sekitar pusat Kerajaan Majapahit. Arya Ranggalawe akhirnya terbunuh di tangan Kebo Anabrang. Adu domba yang dilakukan oleh Dyah Halayudha berjalan lancar. Setelah itu, Halayudha kembali berulah. Ia menyebarkan gosip bahwa Lembu Sora adalah seorang pengkhianat karena membunuh Kebo Anabrang.
Oleh Prabu Kertarajasa, Lembu Sora diberikan hukuman pengasingan. Namun, karena merasa tidak bersalah dan kecintaannya kepada Kerajaan, Lembu Sora menolak hukuman tersebut. Lembu Sora diserang oleh prajurit kerajaan karena dianggap membangkang titah raja. Sekali lagi, gugurlah pahlawan Majapahit karena adu domba mulut berbisa dari Dyah Halayudha.
Konon, Dyah Halayudha sebenarnya ingin menjadi Mahapatih. Namun, karena dianggap raja kurang layak. Akhirnya jabatan tersbeut diberikan orang lain. Karena itu, Halayudha mulai membuat politik adu domba guna menyingkirkan semua orang kepercayaan raja. Dan selanjutnya hanya tinggal Mpu Nambi yang harus ia singkirkan.
Episode ini mengisahkan sebuah perang strategi licik untuk menjadi penguasa. Halayudha memberikan gambaran jelas mengenai perebutan kekuasaan yang mustahil dilepaskan dari intrik-intrik licik. Meskipun sudah melakukan pembagian seadil-adilnya, nyatanya masih ada saja pihak yang merasa kurang puas. Sama halnya dengan pemerintahan sekarang, menjadi rahasia umum bahwa praktik perebutan kekuasaan seperti diatas sering kali terjadi. Kepentingan kelompok dan nafsu gila jabatan pada akhirnya membuat pemerintahan banyak permasalahan. Akhirnya, benarlah pepatah lama yang mengatakan bahwa merebut lebih mudah daripada mempertahankan.
Leave a Reply