Adalah pasar, tempat dimana semua orang dengan berbagai latar belakang berkumpul. Tak memperdulikan pakaian, tak menghiraukan tentang penampilan dan tak ada yang memperhatikan pengetahuan. Selain WC, mungkin pasar adalah tempat paling ikhlas yang ada di bumi. Ikhlas perihal menjual dan membeli, bukan pada mengurangi timbangan atau yang lainnya.
Lantas, apa yang terbesit dalam diri kita mengenai pasar? Tentu saja, tempat dimana uang berputar dan berpindah tangan. Sebagai makhluk ekonomis, manusia memang tak lepas dari kegiatan pemenuhan kebutuhan dan dianugerahi menjadi makhluk yang tak pernah puas. Meski terkadang tak nyaman dan tidak ramah lingkungan, nyatanya pasar tak pernah kehilangan pelanggan.
Sebut saja Dara, gadis yang terkenal alim dan tidak banyak tingkah ini memiliki sebuah cerita sendiri tentang pasar. Sewaktu sedang belanja, ia pernah mencium bau harum ditengah-tengah hiruk-pikuk dan keramaian pasar. Setelah menyusur tiap-tiap stand pasar, ia menemukan sebuah ruko yang menjual sembako dan keperluan dapur lainnya. Sesosok wanita tua terlihat sedang membersihkan jagung dari kotoran-kotoran pada nampan besar.
Dara : Ibu. Bau ruko ibu kok wangi yaa??
Penjual : Wangi gimana ya, Nak?? Padahal disini tidak jauh dari tempat berkumpulnya sampah?
Dara : Ini wanginya beda, Ibu? Wangi ini alami dan sangat harum.
Penjual : Masak ketiak ibu, Nak? (Sang Ibu menjawab sambil terkekeh).
Akhirnya, sang ibu penjual menceritakan kebiasaan yang dilakukan sepanjang wanita itu berada di pasar. Kebiasaan mulia wanita tua ketika ia berada di pasar adalah dzikrullah. Ingat kepada sang penguasa langit dan bumi. Membiasakan bertasbih dan membaca kalimat pujian untuk selalu mengingat Allah SWT. Sang Ibu melanjutkan cerita mengenai sifat welas asih ing ndalem ndunyo lan akhirat yang dimiliki oleh Allah SWT. Sudah menjadi kewajiban sebagai makhluknya untuk senantiasa bertasbih dan mengagungkan sang khalik.
Hikayat lain juga pernah terjadi pada Ipul. Saat itu ia sedang di pasar untuk memperbaiki sepatunya yang rusak. Dengan sabar ia menunggu giliran untuk memperbaiki sepatu yang kemarin robek sewaktu dipakai bermain bola. Akhirnya, sepatu Ipul mulai diproses oleh tukang sol dengan cekatan. Tiba-tiba, datanglah pria besar membawa sepatu yang terlihat sedikit rusak. Pria tersebut meminta tukang sol untuk segera memperbaiki sepatu yang dibawanya. Namun, bapak tukang sol tersebut menolak.
Ipul : Bapak. Kenapa bapak menolak rezeki, Pak?
Tukang sol : Orangnya minta cepat, Mas. Saya ndak bisa.
Ipul : Lha kenapa memangnya, Pak?
Tukang sol : Sebentar lagi waktunya Sholat Jum’at, Mas. Buat apa terlalu memaksa mencari rizqi kalau kita tidak ingat sama yang memberi rezeki.
Ipul terdiam beberapa saat, dalam hatinya ia merasa kecil dihadapan tukang sol tersebut. Ucapan istighfar mengiringi hembusan nafas Ipul tanpa henti. Bapak tukang sol mengajarkan bagaimana menjadi makhluk yang baik. Menjadi makhluk yang senantiasa ingat akan kodratnya.
Barangkali benar pepatah don’t judge the book by the cover. Anggapan masyarakat tentang pasar yang selalu ramai bahkan terkadang lupa waktu tak semuanya benar. Hal ini juga menjawab apa yang dikatakan MasBen dalam tulisan berjudul 5 fase cowok yang sedang jatuh cinta. Kenyatannya, konsep melihat segalanya dari cover tak melulu benar. Mungkin MasBen bisa segera merevisi tulisan ala kadarnya tersebut.
Beberapa cerita diatas mengingatkan kita pada firman tuhan dalam surat Al-Quraisy. Untuk senantiasa ingat bahwa pemilik semua yang ada di bumi dan langit adalah Allah SWT. Karena hanya Allah yang memberi kita rezeki dan perlindungan yang paling aman. Lalu, bagaimana dengan kita yang semenjak lahir sudah diajarkan untuk beriman kepada Allah? Sudahkah kita menjadi insan kamil yang benar secara lahir dan batin?
Leave a Reply