Sejauh apapun kaki melangkah, pada akhirnya akan kembali ke rumah. Sekuat apapun dipertahankan, segala hal pasti berujung perpisahan.
Dua idiom inilah yang selama periode Juli hingga Agustus 2021 kemarin menjadi headline di penjuru dunia. Dua hal, pertama tentang kembali, kedua tentang pergi. Berlebihan, karena pada dasarnya setiap detik adalah kisah tentang pertemuan dan perpisahan. Namun, it’s different case-different story; ialah Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Sang Robot kembali ke Manchester United, sementara Sang Alien keluar dari Barcelona.
Air Mata Cinta di Barcelona
Bersama skuat Argentina, Lionel Messi baru saja memenangkan Copa America. Estadio Maracana Rio De Janiero adalah saksi kemenangan Albiceleste atas tuan rumah Brazil. Sebuah gol indah dari sang malaikat, Angel Di Maria mampu menekuk lutut Ederson, penjaga gawang Brazil. Peluit akhir berbunyi, seluruh punggawa Argentina berlarian-berhamburan menuju Messi. Sang kapten menangis bahagia atas perayaan juara yang baru saja diperolehnya.
Selang beberapa waktu, Messi kembali ke Barcelona untuk menyelesaikan perpanjangan kontraknya. Bersama ayahnya yang sekaligus agennya, Jorge Messi, ia bertemu dengan Joan Laporta (Presiden Klub Barcelona) untuk mendiskusikan kesepakatan perpanjangan kontrak. Nahas! Sandungan besar muncul dari kebijakan La Liga. Barcelona tidak dapat memperpanjang kontrak sang mega bintang karena masalah financial.
Kondisi ini menjadi trending topic di dunia. Berbagai analisa muncul dari berbagai sektor, mulai dari olahraga, bisnis, pariwisata hingga politik. Kemelut batalnya perpanjangan kontrak Messi juga membuat fans Barcelona naik pitam. Mereka berdemo ke pihak La Liga yang dinilai kejam terhadap sang mega bintang. Tidak hanya itu, mereka juga menyerang Jose Bartomeu, mantan presiden Barcelona yang dianggap sebagai biang keladi kasus ini.
Hingga akhirnya, pagi itu tiba. Dengan setelan jas hitam, Messi melangkahkan kaki menuju meja press conference. Setelah beberapa kata ia berhenti. Ia terdiam lantas meneteskan air mata. Hal yang jarang sekali nampak dari Messi. Sebagai seorang yang dikenal introvert, Messi jarang memperlihatkan mimik dan emosi di depan banyak orang. Namun, hari itu ia menangis sejadi-jadinya.
Messi dan Barcelona bak koin yang utuh. Messi adalah Barcelona-dan Barcelona adalah Messi. Sebelum era Messi, Barcelona adalah klub hebat. Namun setelah masuknya Messi, Barcelona lebih hebat. Hal yang dapat dilihat dari perbandingan trofi Barcelona sebelum era Messi dan setelah era Messi.
Bagi Messi, Barcelona adalah rumahnya. Satu-satunya tempat yang mau memberikan dukungan kepada dirinya saat tempat lain menolaknya. Sejak 13 tahun ketika didiagnosa mengidap kelainan hormon pertumbuhan, Barcelona adalah satu-satunya klub yang mau membayar semua biaya pengobatannya. Karenanya, cintanya ke Barcelona mungkin lebih besar dari rasa yang dimiliki Jack kepada Rose.
Pada akhirnya Messi pergi dari Barcelona. Ia kemudian berlabuh di Paris. Dan Les Parisiens telah dan sangat siap menyambut kedatangan pemain terbaik dunia.
Bahasa Rindu dari Old Trafford
Pada 12 Agustus 2003, Alex Ferguson, pelatih Manchester United (MU), memperkenalkan pemain baru bernama Cristiano Ronaldo. Bukan tanpa alasan, Sir Alex, sapaan akrabnya, kepincut dengan sang pemain manakala pada pra musim MU berhadapan dengan Sporting Lisbon. Ronaldo yang kala itu mengenakkan nomor punggung 28 menari dan mengobrak-abrik pertahanan MU.
Ronaldo kemudian menjelma menjadi pujaan Manchunian. Ia menjadi poros utama The Red Devils untuk mencetak gol. Duetnya bersama Wayne Rooney mampu mempersembahkan berbagai trofi untuk MU. Salah satunya adalah Liga Champions yang ia menangkan setelah mengalahkan Chelsea di final pada 2008.
Saga transfer terbesar kemudian terjadi. Ronaldo memilih untuk pindah dan menjadi penguasa baru Santiago Bernabeu lewat mega proyek Los Galacticos II. Pada musim pertama, ia mengenakkan nomor punggung 9. Musim setelahnya, ia menggeser Raul dan mengambil alih nomor punggung 7. Nomor yang identik dengan dirinya.
Dapat dikatakan bahwa puncak penampilan Ronaldo ada di Real Madrid. Tiga trofi Liga Champions, ratusan gol dan 4 trofi Ballon d’Or adalah deretan bukti keberhasilannya. Bersama Gareth Bale, Karim Benzema dan Sergio Ramos, ia menjadi penguasa eropa tiga tahun beruntun. Hal yang sepertinya akan bertahan lama dan mungkin selamanya.
Pada 2018, ia akhirnya mencari tantangan baru dan memilih Kota Turin sebagai tempat baru. Bersama Si Nyonya Tua, ia mencatatkan rekor-rekor baru sebagai pesepakbola. Meski trofi yang didapat tak sebanyak di Real Madrid, performa individu Ronaldo tetap konsisten dan stabil. Selama berseragam hitam putih, tercatat Ronaldo menorehkan ratusan gol dan puluhan assist.
Bagi Ronaldo, Sir Alex adalah guru, panutan sekaligus sosok yang berpengaruh dalam hidupnya. Karenanya, tatkala tawaran dari MU untuk kembali tak dapat ia tolak. Setelah hampir 13 tahun pergi, ia akhirnya kembali ke Old Trafford. Ia pulang ke rumahnya, ke tempat di mana ia diperkenalkan sebagai pesepakbola hebat kepada dunia.
—-
Pada waktu yang lama, transfer windows 2021 akan dikenang sebagai momen transfer terbesar dalam sejarah sepakbola. Kepergian Messi dari Barcelona dan kembalinya Ronaldo ke Manchester United menjadi sebab di balik fakta tersebut. Keduanya kini tengah menikmati momen-momen baru dalam hidupnya. Well, jika sudah takdirnya, yang pergi pasti kembali dan yang ditahan pasti akan pergi, bukan?
Leave a Reply