Pelatihan menulis yang dilaksanakan di Hall Averroes Community, Perumahan D’Wiga, Mojolangu, Kota Malang, dimulai secara tiba-tiba. Meski tanpa rencana yang diumumkan sebelumnya dan di tengah aktifitas yang padat, antusiasme peserta yang terdiri dari belasan penghuni Averroes tetap terlihat dengan banyaknya pertanyaan demi pertanyaan pada Hatta sebagai pemateri tunggal.
Matahari telah pulang ke peraduan, kegiatan pelatihan dimulai saat isya menjelang. Ibarat mencuri waktu di jeda gelap dan terang, Hatta sangat hati-hati menjelaskan tata cara menulis dan beberapa tema yang berkaitan dengan penulisan. Tidak cukup hanya sekedar teori tentang menulis, peserta juga diberikan sesi untuk mempraktikkannya, mulai dari straight news hingga features.
Lelaki dengan perhatian kuat pada bahasa dan kewartawanan ini sangat mahir membuat peserta merasa bahwa menulis itu mudah. Selain membahas satu persatu tulisan peserta yang sudah selesai, ia juga memberi masukan penting terkait logika berpikir yang harus dibangun di keseluruhan tulisan, seperti mendikte pejalan kaki yang menanyainya arah dan tujuan.
Tanpa dimoderatori dan jarak yang memisahkan pemateri dengan peserta, pelatihan ini menjadi sangat menarik. Saking menariknya, Very Yudha Lesmana, salah seorang peserta yang biasanya tidur sehabis jamaah isya bubar, tiba-tiba menjadi semangat belajar menulis hingga pelatihan usai, bahkan ia termasuk di antara peserta yang perkembangannya sangat cepat.
Meski malam makin petang dan dingin serasa menghunus atap hall, pemateri berikut pesertanya tetap bersemangat belajar menyusun kata-kata menjadi kalimat, hingga menjadi kesatuan informasi atau ide yang rigid. “Straight news harus langsung dan tanpa kalimat yang bersayap-sayap hingga multitafsir,” kata Hatta tegas di sesi awal saat latihan menulis berita. Hal penting yang ia ulang berkali-kali di masing-masing sesi penulisan adalah pentingnya memberikan perhatian pada rincian peristiwa atau tema yang sedang ditulis.
Beberapa kendala yang disampaikan peserta seperti kebuntuan untuk melanjutkan kalimat, mengorganisir informasi, dan mendalami tema yang akan ditulis, ditanggapi Hatta satu persatu hingga peserta tak lagi mempermasalahkannya. Baginya, menyelesaikan hal-hal tersebut tak ada bedanya dengan membalik telapak tangan saja. Peserta juga mampu menangkap penjelasannya tanpa perlu mendapati kebingungan yang cukup besar.
Selain penyampaiannya yang lugas dan amat mudah dipahami, Hatta juga membuat antar peserta berkubu-kubu; kubu barat dan timur. Ini dilakukan agar peseta bisa saling bersaing demi terciptanya suasana kompetitif. Mungkin baginya, tanpa positifnya gesekan, tak ada perkembangan yang signifikan. Terbukti, beberapa kali peserta dapat saling mengkoreksi dan bercanda berdasarkan kesalahan-kesalahan yang didapati. “Aku jadi menertawai tulisan-tulisan lamaku di sini.” Sela Fahrul Ulum sambil menunjukkan sehalaman tulisan di avepress[dot]com di tengah forum yang sedang berlangsung.
Berbeda dengan forum pelatihan menulis yang biasanya kaku, pelatihan kali ini sangat akrab dan seakan tidak ada batasan antara pemateri dengan peserta. Sambil menikmati kopi dan camilan yang ada, Jawoto Tri Prabowo, salah seorang peserta yang sebenarnya sangat introfert, tidak butuh waktu lama untuk bertanya dan berdialog secara langsung. Mas Hatta juga memuji beberapa pencapaian kemampuan menulis peserta yang terus bergerak menanjak hingga akhir sesi.
Ternyata malam tak cukup panjang untuk dihabiskan demi pelatihan yang sangat menyenangkan.
Ini hasil tugas praktiknya …
Enggeh mas. ini laporan kegiatan sekaligus hasil praktikum.