Awalnya, pengen potong rambut sembari diniati li hurmati yaum al ‘Iid. Dengan bermodal paling banter sepuluh ribu perak, aku berencana potong rambut di sebuah salon rakyat di deket alun-alun Madiun. Sayangnya, hari-hari menjelang lebaran pak tua langgananku itu ternyata juga tengah sibuk menyambut lebaran sehingga kedai potong rambutnya tutup. Niat potong rambut akhirnya kuurungkan dan kuayunkan langkahku ke salon modern, tidak untuk potong rambut, tapi untuk membeli servis rambut yang biasa orang menyebutnya dengan “perawatan”.
My Salon, sebuah salon kecantikan yang berada di barat alun alun, tepatnya di jalan Kolonel Marhadi no 2 C, Barat Alun alun Madiun, malam itu nampak sudah mulai sepi. Saat aku masuk ada dua customer perempuan yang sedang mendapatka sentuhan akhir dari para kapster (pekerja salon). Dan ada satu cowok cakep yang menunggu di depan pintu masuk. Bisa jadi cowok tersebut adalah boy friend dari salah satu dari dua cusomer yang tersisa malam itu. Maklum jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Sementara salon yang menjadi salah satu dari puluhan salon frenchise serupa di Indonesia ini pukul sembilan malam sudah tutup pintu.
Setelah menyampaikan hajadku kepada coumer service yang bernama Sonya, aku langsung digiring oleh seorang kapster untuk memulai prosesi perawatan rambut meliputi keramas, crimbath dan vitamin. Nia, nama kapster yang menserviseku malam itu adalah seorang gadis kelahiran Kediri. Dia baru dua bulan ditempatkan di My Saloan Cabang Madiun. Sebelumnya, dia ditempatkan di salah satu Mall di Surabaya. Dalam pengakuannya, dunia persalonan memang menjadi hobynya. Dia juga menjelaskan bahwa kerja yang dia lakoni juga ada jenjang kariernya. Sebagai pemula dia akan meniti karier dari kapster. Selanjutnya dia menjadi stylist, topstylis,dan akhirnya master. Meski sebenarnya dia agak lelah, namun kapster yang usianya baru 20-an tahun ini nampak ramah dan sabar menemaniku ngobrol slama proses perawatan rambutku yang memang udah berbulan-bulan tidak “dirawat”.
Selama 15 menit, rambut dengan panjang seleher ini akhirnya tuntas digarap. Sonya, kapster yang hari itu merangkap menjadi CS dan kasir menyodorkan bon bertuliskan Rp. 31.000,00. Hmm… lebih murah sedikit daripada servis serupa yang biasanya kudapatkan di Malang. Meski dengan segitu, barangkali aku bisa potong rambut di langgananku 3-4 kali.
Sonya kemudian memintaku untuk balik besoknya, karena menurutnya rambutku sudah waktunya direbonding lagi. Sial, tau aja cewek asli daerah galunggung Malang ini kalau aku adalah aktifis rebonding. Saat kutanya harga, cewek asli Galunggung Kota Malang ini menginformasikan rebonding di situ kisarannya 155-305 ribu, tergantung panjang rambut. Untuk rambutku yang sudah mulai nampak gerakan “pemberontakan” ini katanya hanya sekitar 200-an. “Lusa udah tutup lho, Mas. Besuk pagi aja ke sini, biar segera bisa ditangani. Kita tutupnya sore lho. Terus Kita libur lebaran 3 hari”, rayunya ramah. Gadis yang sebelumnya ditematkan di Ramayana Malang ini mungkin gak beruntung (lebay ah). Karena saya udah niat tobat berambut gondrong. Habis lebaran ini rambutku akan kembali ke khittah, pendek dan berombak. Sekedar menujukkan kepada dunia bahwa gen ayahanda masih lestari di kepalaku.
Saya sempatkan ngobrol sejenak dengan Nia dan Sonya sejenak. Tinggal mereka berdua yang masih tersisa. Mona, senior mereka yang levelnya udah stylist udah pulang duluan saat aku masih dilayani. Dari kedua pengrajin rambut tersebut kudapatkan beberapa info tentang produk mereka. Lazimnya bisnis kecantikan, Salon ini melayani banyak hal mulai hair stiling, pelurusan rambut, kriting wella, anti ketombe, facial, sampai beragam spa.
Layanan pelurusan rambut menurut pengakuan Sonya adalah layanan yang paling membutuhkan waktu lama, yakni berkisar 4-5 jam. Dalam pengalamanku memang begitu, selama ini memang perlu ngentang selama lima jam saat prosesi jahat itu dilakukan terhadap rambutku. Bahkan saat pertama kalinya aku rebonding di tahun 2008 di sebuah salon di kawasan Tlogomas, kapster di salon tersebut butuh waktu sampai 7 jam.
Ada beberapa pilihan produk yang ditawarkan di My Salon antara lain rebonding makarizo, rebonding jepang, smooting ekstenzo dan smooting matrik (panganan opo wae iki Rek?!). Yang paling umum adalah Rebonding Makarizo yang harganya berkisar 155-305 ribu perak. Yang paling mahal adalah smoothing ektenso yang untuk mendapatkannya bisa merogoh kocek sampai 450 ribu perak.
Rebonding atau pelurusan rambut umumnya memang banyak dikonsumsi oleh ABG khususnya kaum hawa. Namun tidak sedikit pula rekayasa kecantikan ini juga diminati para ibu dan kaum adam.
Saiful Arif says
jl galunggung ya
ari says
banyak makanan asing ditulis di sini… enak2 yow kayaknya…