Puasa-puasa begini lebih asyik uoload yang lucu-lucu. Ceritanya, ada banyak WNI yang koar-koar membanggakan Erdogan gara-gara dia mengirim pulang Duta Besar Israel untuk Turki dan mencabut segala hak istimewanya untuk mengikuti segala jenis pemeriksaan di bandara.
Selain membanggakan langkah Erdogan, para WNI itu juga menyindir pemimpinnya sendiri dengan mengatakan: “Beginilah keadaan sebuah negara yang tidak salah memilih pemimpin.”
Menurut saya, status atau tweet ini lucu karena mengindikasikan penulisnya tidak kritis dan asal “jeplak”, apalagi menjelekkan pemimpinnya sendiri yang tidak dia pilih.
Kalau dia cerdas, seharusnya dia jauh lebih membanggakan pemimpin Indonesia karena sejak Israel memproklamirkan negaranya pada tahun 1948, hingga detik ini, tidak pernah mengakui keberadaan negara Israel.
Konsekuensinya, hingga detik ini, Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel. Sampai detik ini pula, Indonesia melalui Presiden Joko Widodo mengecam keras dan tidak mengakui Israel dan pemindahan Ibu Kota Israel dari Tel Aviv ke Yerussalem.
Turki Mengakui Negara Israel
Kondisi ini jelas jauh lebih membanggakan negara dan pemimpin kita dibanding negara Turki yang justru menjadi salah satu negara yang pertama kali mengakui adanya negara Israel sejak tahun 1949, setahun setelah Israel memproklamirkan diri sebagai negara.
Sampai sekarang, Turki adalah negara yang membebaskan warga Israel masuk ke Turki tanpa visa. Turki juga masih menjadi sekutu Israel dalam kerjasama keamanan dan militer NATO.
Turki juga menjalin kerjasama dengan Israel di bidang-bidang yang sangat sensitif secara politis seperti pertahanan dan kemanan, intelejen, ilmu pengetahuan, budaya dan pendidikan.
Pada tahun 2009, ada kejadian yang disebut “One Minute Crisis in Davos” di mana Erdogan terlibat adu mulut langsung dan terbuka dengan Shimon Perez, perdana menteri Israel, dalam World Economy Forum di Davos. Akan tetapi, kenyataannya, di balik keributan diplomatik itu, volume perdagangan Turki-Israel meningkat tajam hingga mengalami kenaikan 30% atau sebesar 5,5 milliar US dollar di tahun 2014.
Ini sebuah nilai besar yang tidak pernah dicapai sebelumnya.
Bahkan setelah insiden Mavi Marmara di mana pihak Israel setuju memberi ganti rugi 19 juta Euro kepada Turki pada 2016, volume perdagangan Turki-Israel meningkat menjadi 47%. Nilai perdagangan ini menjadi yang terbesar dibanding dengan nilai perdagangan dari seluruh negara Islam dan Israel.
Jadi, kalau dikritisi, langkah-langkah politik Erdogan sebagai politisi harus dipahami secara menyeluruh. Seperti yang dikatakan oleh Profesor Sedat Luciner dari Universitas Onsekiz Mart, ada kontradiksi antara ucapan dan tindakan dalam hubungan Turki-Israel.
Bisa jadi, langkah yang ditempuh oleh Erdogan ini hanya kamuflase langkah politiknya untuk menarik simpati dan dukungan rakyat Turki. Terlihat “ganas” di luar, tapi “manis” di dalam terkait hubungan dengan Israel.
Buktinya, Erdogan hanya mengusir Dubes Israel tapi tidak memutuskan hubungan diplomatik dan seluruh kerjasama dengan Israel. Dalam hubungan luar negeri, mengusir dan memanggil kembali dubes iti bukan hal luar biasa.
Turki Harus Mencontoh Indonesia
Jadi, menurut saya, Turki harus mencontoh Indonesia, itu pun kalau berani, untuk mencabut pengakuan terhadap adanya negara Israel. Tapi, saya yakin, para pemimpin Turki tidak akan berani melakukannya.
Di sini, saya jauh lebih bangga pada peminpin Indonesia dari Sukarno sampai Jokowi yang tetap tidak mau mengakui negara Israel sampai detik ini. Tentu karena Indonesia konsisten menolak penjajahan.
Akhirnya, biar tidak memalukan mengumbar kekaguman yang salah kepada pemimpin asing serta menyindir sinis pemimpin sendiri, sebaiknya anda baca-baca dulu sebelum membuat status atau tweet.
Oh iya, kalau saya sih jujur, kagum sama Turki, kagum sama sejarahnya yang penuh tragedi, ada gembar-gembor mengklaim sebagai “khilafah” tapi nyatanya KERAJAAN MONARKI ABSOLUT.
Saya juga kagum sama gadis-gadis Turki dan para Pemuda Turki yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng, perpaduan darah Arab dan Eropa. Kalau ini, saya jamin bukan hoax karena ketika kuliah di Belanda, sampai-sampai Profesor saya memilih mahasiswi Turki yang cantik untuk jadi stafnya. Saya pun hanya senyam senyum saja ketika masuk ke ruangan profesor saya ketika di dalamnya ada mahasiswi Turki sedang mengetik laporan hasil research.
Oh iya, kebab Turki juga tiada tandingannya, Mak Nyus….!
Salam Pecel.
Leave a Reply