Produksi: Genta Buana Pitaloka
Pemain: Anto Wijaya, Candy Satrio, Roy Jordy, Errina G.D, Suzanna Meilia, Jill Carissa, Yuni Sulistyowati, Chairil J.M, Fitria Anwar, Irman F.R Heryana Lilis Sugandha, Anika Hakim, Choky Andriano, Rizal Muhaimin, Lyra Virna
Sutradara: Dasri Yacob
Tahun: 2000
Diceritakan, pada episode sebelumnya, setelah dikalahkan oleh Prabu Angling Dharma, Syudawirat masih berhasrat membalaskan dendam. Bibi Lokahita menyarankan untuk menghadap kepada Durgandini untuk menceritakan apa yang dialami. Hal tersebut juga bermaksud untuk meminta saran guna menyerang Malwapati.
Ketika bertemu dengan Durgandini, Wirat menceritakan kekalahannya karena Sang Prabu menggunakan ilmu halimun. Ilmu halimun adalah kemampuan untuk menghilang dan dapat menyerang seseorang secara tiba-tiba. Durgandini dan Ki Gangsa Dewa memberikan saran untuk mencari Mpu Abhicaraka yang juga mempunyai ilmu halimun. Wirat lantas berangkat ke tempat persembunyian Mpu Abhicaraka.
Di tempat lain, di sebuah gubuk milik Wiku Upadita terjadi pertemuan yang membahas kejadian yang menimpa Padepokan Jagad Sagsana. Mpu Krodanala mengajak bergabung Wiku Upadita untuk bersama-bersama mengalahkan pendekar bernama Syudawirat. Penolakan disampaikan oleh Wiku Upadita lantaran masih punya tanggung jawab lainnya yaitu merawat kedua cucunya yaitu Candrika Dewi dan Ken Amaranila.
Saat mereka sedang berkumpul, datanglah Aditya dan Kalyana Tantri untuk bertemu dengan Wiku Upadita untuk menanyakan makna yang ada dalam Kitab Pusaka milik Negeri Atas Awan. Sesampainya di gubuk, Aditya kaget lantaran ada dua perempuan yang mirip sekali dengan kedua adiknya yang lama menghilang. Lantas Wiku Upadita menengahi sekaligus menjelaskan kepada Aditya bahwa Candrika Dewi dan Ken Amaranila adalah adiknya. Mereka terpisah sejak seluruh keluarga Aditya dibantai oleh Abhicaraka si tukang sihir.
Kemudian Aditya bercerita kedatangan membawa sebuah misteri yang belum terjawab tentang Kitab Pusaka Negeri Awan. Aditya dan Tantri ingin mengetahui sekaligus belajar tentang isi kitab tersebut. Wiku Upadita yang melihat wujud kitab tersebut sedikit paham dan mencoba memahaminya. Kitab pusaka tersebut berisikan delapan jalan mencapai moksa yang artinya mempercayai bahwa hidup adalah siklus kematian dan kelahiran kembali. Di dalamnya kitab pusaka juga mengajarkan seni bela diri, Jenawesesa yang berisikan olah tenaga dalam dan jurus-jurus mematikan.
Mereka belajar bersama dengan dipandu oleh Wiku. Nampak gairah dan semangat muncul dari Aditya dan Tantri untuk dijadikan modal melawan angkara murka yang sedang dilakukan oleh Syudawirat dan Durgandini.
Setelah satu bulan berlatih, mereka membagi tugas. Aditya dan Tantri berangkat ke Malwapati, sedangkan adiknya, Candrika Dewi dan Ken Amaranila mencari Abhicaraka ke Goa Buaya Tidur Lereng Gunung Halimun.
Cerita kali ini menyiratkan sebuah pesan mengenai tanggung jawab yang ditunjukkan Aditya dan Tantri. Lewat kitab pusaka, mereka mencoba untuk mempelajari dan menggunakannya sebaik mungkin. Kitab pusaka itu akan menjadi pegangan hidup dalam mengarungi dunia persilatan.
Sama hal dengan kehidupan masyarakat saat ini, rasa tanggung jawab akan sebuah ilmu menjadi catatan penting. Apa yang didapat dan dipelajari di lingkungan keluarga dan sekolah mampu dimanfaatkan ketika bertemu dengan masyarakat luas. Prinsip guru dan murid untuk belajar dari hal tidak tahu menjadi mahir dan ditularkan kepada orang lain yang belum mengetahui.
Leave a Reply