Judul: Pemberontakan Nambi (Tutur Tinular)
Produksi: Genta Buana
Sutradara: Muchlis Raya
Pemain: Anto Wijaya, Li Yun Juan, Irgi Fahrezi, Lilis Suganda, Candy Satrio, Reyvaldo Luntungan, Rizal Gibran
Tahun: 1997
Diawali dengan meninggalnya Arya Pranaraja atau Mpu Sina, ayahhanda Patih Nambi. Alur flashback membawa penonton menuju mimpi saang ayah tentang Patih Nambi. Dalam mimpi itu ia yang dikeroyok oleh serigala hutan. Satu serigala besar menyeret tubuh Patih Nambi yang berlumuran darah dari Graha Mahamenteri ke Kedaton Majapahit. Meski sebatas bunga tidur, mimpi sering kali penuh arti. Mengetahui mimpi itu, sang ibu berpesan untuk berhati-hati pada Patih Nambi.
Cerita kembali bergerak maju menuju percakapan Prabu Jayanegara dan Dyah Halayudha. Sang Prabu mengutus Dyah Halayudha untuk mengucapkan bela sungkawa atas kematian Arya Pranaraja. Halayudha yang berhati jahat memanfaatkan titah sang Prabu untuk mengadu domba Patih Nambi dengannya. Titah sang Raja “dipelintir” sedemikian rupa, Patih Nambi disuruh olehnya untuk memperpanjang masa cuti. Ia menguatkan alasa-alasan agar Nambi tidak meninggalkan Lumajang, Kadipaten sang Ayah. “Isuk dele sore tempe“, apa yang ia sampaikan pada Nambi berbeda dengan apa yang ia laporkan kepada Prabu Jayanegara. Patih Nambi dituduh akan memberontak Majapahit. Ia juga dituduh tidak setuju dengan kebijakan Sang Prabu untuk menyerbu Wengker dan Tumapel.
Mendengar berita yang disampaikan Halayudha, Sang Prabu Geram. Tanpa pikir panjang, ia bergegas mempersiapkan pasukan pilihan untuk menyerbu Lumajang. Halayudha terus-terusan menghembuskan bisikan fitnah, ia melaporkan bahwa prajurit-prajurit Lumajang juga siap bertempur di diperbatasan. Hasutan ini semakin membuat Sang Prabu marah. Ia berencana meratakan Lumajang dengan tanah.
Nambi sebagai seorang patih bersikukuh untuk mempertahankan harga diri. Ia merasa bahwa apa yang telah ia lakukan adalah sebuah kebenaran. Singkat cerita, kekalahan berpihak pada Lumajang. Patih Nambi pun gugur secara terhormat sebagai seorang Kesatria. Kematiannya terjadi karena pengeroyokan oleh para pendekar bayaran. Lagi-lagi aktor di balik pengeroyokan ini adalah Dyah Halayudha.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kematian Nambi menjadi jalan mulus bagi Halayudha untuk berkuasa. Sang Prabu Jayanegara kemudian mengangkatnya menjadi patih yang baru di Majapahit. [baca episode sebelumnya: Pangeran Buron]
Dalam episode ini, nampaknya sang sutradara inigin menyanding-bandingkan dua watak manusia. Baik Halayudha dan Nambi bukanlah sosok prajurit yang mahir olah kanuragan. Keduanya adalah tokoh yang bersih dari catatan sejarah peperangan. Meski tak pernah turun di medan laga, Halayudha mampu menciptakan suasana panas hingga terjadi peperangan. Pun demikian dengan Nambi yang terkenal penyabar juga bisa tersulut emosinya. Kedua tokoh ini menjadi gambaran bahwa karakter lahiriah bukan penentu sebuah peristiwa sejarah.
Perselisihan tak pandang siapa. Jangkauannya membentang dari yang keras hingga yang lembut budi pekertinya. Rasa-rasanya sebuah lagu milik barisan demontran untuk mengontrol emosi cukup relevan dengan pesan episode ini. “Hati-hati, hati-hati, hati-hati Provokasi!“.
Sumber gambar: wacananusantara.org
Leave a Reply