Judul: Basic Instinct
Sutradara: Paul Verhoeven
Pemain: Michael Douglas, Sharon Stone dan George Dzundza
Produksi: Carolco Pictures
Tahun: 1992
Bagi sebagian orang, menonton film dengan cerita dan adegan yang banyak dipenuhi darah dan seks adalah hal yang ora umum. Anda yang pernah menonton film Basic Instinct pasti akan tau maksudnya. Film yang digarap ala film noir ini akan menjadi tontonan yang membuat perut mual dan beberapa bagian tubuh tegang.
Hebatnya, film ini mampu memberikan penyegaran dan penelanjangan beberapa kasuistik yang lazim terjadi di masyarakat. Jalan cerita film ini berpusat dalam sebuah kasus kronik kematian seorang pengusaha kaya. Kasus kematian yang kemudian ditengarai sebagai pembunuhan tersebut kemudian membawa Detektif Nick Curran (Michael Douglas) masuk.
Catherine Tramell yang diperankan oleh Sharon Stone menjadi tokoh utama sekaligus episentrum cerita. Darinya, berbagai hal-hal yang ambigu di masyarakat ditelanjangi dengan jelas. Sang sutradara, Paul Verhoeven, dengan cerdas membentrokkan karakter Nick yang labil dan Tramell yang manipulatif.
Cerita makin seru dengan beberapa premis adegan yang memperlihatkan betapa lihainya Tramell bermain kata dan mimik wajah. Nick sering kali mendapati kegagalan, atau bahkan buai rayuan, tatkala menginterogasi Tramell.
Tidak dapat dipungkiri, adegan-adegan seks yang ada di film ini menjadi cibiran yang banyak diterima pasca peluncuran film. Meski begitu, adegan seks di film ini bukanlah sebatas pemanis belaka. Toh semua orang hendaknya memaknai dan mengamini dengan baik bahwa kelemahan terbesar pria adalah wanita. Artinya, secara mendalam adegan seks di film ini dapat dijadikan sebagai gambaran realita yang ada, meski sedikit tabu untuk masyarakat Indonesia.
Dengan genre mystery-thriller yang diusungnya, film ini mampu menjaga penonton dalam suasana penuh pertanyaan dan dalam kondisi yang terombang-ambing. Sang penulis naskah, Joe Eszterhas nampaknya begitu sukses menjejali pikiran penonton dengan keyakinan dan keraguan pada saat yang sama. Naskah cerita secara bergantian memberikan dorongan untuk percaya bahwa Tramell-lah pelakunya. Dan beberapa detik setelahnya, keraguan muncul dengan dialog, “Benarkah seorang penulis novel akan sebodoh dan senekat itu dengan melakukan pembunuhan seperti apa yang ia tuliskan dalam buku?”
Atas kondisi Nick yang sedang tidak stabil-godaan Tramell yang cantik, seksi dan sensual-akhirnya membiusnya. Ia diselimuti nafsu yang seketika merubahnya menjadi binatang. Ia secara fluktuatif berpijar dalam kondisi sadar dan tidak sadar pada perangkap Tramell. Atau mudahnya sebut Nick dalam kesadaran yang tidak disadari.
Kaum Freudian seyogyanya menganggukan kepala terhadap apa yang terjadi pada hubungan Nick dan Tramell. Seks menjadi bagian tak terpisahkan dan berada dalam titik penggerak utama perilaku manusia. Saat nafsu dan birahi (seks) turut serta, hanya tinggal subyektifitas yang melanda. Nick melupakan jati diri dan tugasnya sebagai detektif. Ia kehilangan logika dan moral yang selama ini dipegangnya.
Sharon Stone pada masa yang lama tidak hanya diingat dengan aksinya “menyilangkan paha” di depan para petugas kepolisian. Karakter Tramell yang diperankannya adalah kesuksesan untuk memaknai lebih dalam mengenai istilah Triebe sebagaimana yang dikatakan oleh Freud. Dari karakter Tramell pula, penonton dipaksa mempelajari puncak id ala Freudian tentang “Man is what his sex is.” Atau secara definitif berarti kualitas laki-laki tergantung pada birahinya.
Mari bermain silogisme sederhana. Jika premis pertama, “Kelemahan terbesar laki-laki adalah wanita.” Dan premis kedua adalah, “Senjata utama wanita adalah seks.” Maka . . . . . . . . . . . . . .
Sumber gambar: https://chrisandelizabethwatchmovies.files.wordpress.com/2013/12/extrait_basic-instinct_3.jpg
Leave a Reply