Produksi : Genta Buana Pitaloka
Pemain : Anto Wijaya, Candy Satrio, Rachma Azhari, Roy Jordy, Erina G.D, Suzanna Meilia, Jill Carisa, Yuni Sulistyowati, Chairil J.M, Fitria Anwar, Irman F.R Heryana Lilis Sugandha, Hendra Cipta, Anika Hakim, Teddy Uncle
Sutradara : Dasri Yacob
Tahun : 2000
Sepeninggal Nila Saroya, Durgandini lebih memilih menyendiri sembari melupakan kejadian memberontak Kalinggapura. Rawa Bangke menjadi pilihan kembali Durgandini. Ia berjanji akan menepati pesan dari Nila sebelum meninggal, yaitu mencari anaknya sekaligus mengangkat murid untuk menuntut balas kepada Suliwa.
Hari demi hari Durgandini masih terbayang-bayang Nila karena mempunyai rasa yang sama sebagai perempuan. Berjuang demi melawan penindasan laki-laki biadab yang merenggut harga diri wanita perempuan lemah tak berdaya. Sampai pada suatu pagi, tiba-tiba datang orang tak dikenal. Karena merasa khawatir kalau yang datang adalah musuhnya, Durgandini menghampiri tamu tersebut, tak dinyana mereka adalah Syudawirat dan Lokahita, anak Nila Saroya. Pucuk dicinta ulam tiba, serasa baru kemarin ditinggal muridnya, sekarang murid baru anak telah datang.
Akhirnya mereka menikmati sajian yang dihidangkan Durgandini. Dengan nada pelan dan tetesan air mata di pipi, Durgandini menceritakan Nila telah gugur dalam peperangan saat melawan Kalinggapura. Sebelum meninggal, Nila berwasiat untuk membalaskan dendam kepada Suliwa dan mengangkat Syudawirat sebagai muridnya. Setelah selesai menikmati sajian makan, Syudawirat dan Lokahita diajak ke kuburan ibunya untuk mendoakan agar tenang di alam baka. Dengan mimik emosi dan genggaman erat pedang pusaka warisan ibunya, Syudawirat berjanji di depan liang kuburnya akan membalaskan dendam kepada Suliwa.
Esoknya, Syudawirat pertama kalinya belajar bela diri, belajar ilmu kanuragan dan kadigjayan langsung dibimbing Durgandini beserta. Pancaran semangat dan kegigihan terlihat dari gerakan tangan dan kaki Syudawirat, sedangkan pancaran kekuatan terlihat dari pandangan matanya. Durgandini meyakini Syudawirat akan menjadi seorang pendekar pilih tanding.
Di tempat lain, di Padepokan Gunung Kencana. Priyamitra datang dengan luka parah karena hantaman pukulan dari Suliwa sewaktu peperangan melawan Kalinggpura. Istrinya yang mengetahui kondisi suaminya lantas memanggil Ki Paron Waja, ayahnya, untuk mengobati Priyamitra. Dengan sabar istirnya mengobati luka suaminya, sang pencipta mengabulkan doa Padmasari, Priyamitra sembuh dan bisa beraktivitas kembali.
Namun apa daya, Priyamitra teringat gurunya, Nila Saroya dan peristiwa pemberontakan. Terbersit dalam pikiran Priyamitra untuk mencuri kitab pusaka padepokan milik mertuanya untuk balas dendam kepada Suliwa.
Akhirnya pada suatu malam, Priyamitra mencuri kitab milik padepokan. Tetapi tindakannya ini terpergok oleh murid padepokan, ia kalut lalu membunuh murid yang coba menghadang rencananya. Kemudian Priyamitra berhasil dan membawa kabur kitab tersebut.
Perjalananan Priyamitra bertemu dengan seorang Eyang Resi bernama Udiyawana. Pertemuan tersebut membuatnya mengingat apa yang telah diperbuatnya. Penyesalan dalam diri Priyamitra membuat ia memutuskan kembali ke padepokan dan meminta maaf kepada guru dan istrinya.
Ada beberapa hal yang dapat dipetik pelajaran dalam episode ini, bahwa dendam tidak akan menyelesaikan masalah dalam hidup, bahkan akan menambah masalah baru lagi. Bukti dengan apa yang dilakukan oleh Durgandini dengan menjadikan murid Syudawirat untuk membalaskan dendam ibunya.
Dalam sosial masyarakat, seyogyanya memberikan maaf atas kesalahan orang lain daripada dendam yang tidak akan pernah ada ujungnya. Misalnya dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, jika salah satu calon kalah. Maka ucapkan selamat kepada yang menang, tidak boleh dendam. Sembari menyiapkan diri dan strategi apabila ingin mencalonkan lagi sebagai calon kepala daerah ke depannya.
Leave a Reply