Judul: Youth
Produksi: Barbary Films
Sutradara: Paolo Sorrentino
Pemain: Michael Caine, Harvey Keitel, Rachel Weisz, Paul Dano, Jane Fonda
Tahun: 2015
“Saya telah pensiun dari pekerjaan dan kehidupan,” katanya sambil memainkan secarik kertas timah bekas bungkus permen. Ibu jari dan telunjuknya digesekkan pada kertas itu dengan ritmis. Pandangan matanya yang lelah tertuju pada rerumputan taman dan kolam renang resort tempat ia menginap. Ia adalah Fred Ballinger (Michael Caine), seorang komposer musik ternama yang merasa tak memiliki semangat baik untuk bermusik maupun untuk hidup. Dia terperosok dalam kemalasan yang amat mendalam.
Seorang utusan untuk Ratu Elizabeth II mencoba mendekatinya. Membujuknya untuk memainkan lagi “Simple Song” miliknya di konser ulang tahun Pangeran Philip. Fred bersikukuh, ia menyatakan tak berminat untuk bermusik lagi.
Di tempat yang sama, ada Mick Boyle (Harvey Keitel), seorang sahabat Fred sekaligus sutradara yang sedang menyelesaikan naskah filmnya. Berusaha membuktikan bahwa usianya tang tua tak menurunkan kualitas karyanya. Ada pula Jimmy Tree (Paul Dano) aktor besar yang bosan karena selalu dikenal sebagai pemeran robot. Diego Marradona (Roly Serrano) juga sedang berada di sana. Meratapi rasa frustrasi atas penuaan dan kelebihan berat badannya.
Suatu malam Fred mendapati anaknya, Lena (Rachel Weisz) sedang menangis tersedu di dalam kamar. Sang suami meninggalkannya untuk seorang gadis yang berprofesi sebagai penyanyi. Fred yang mencoba menenangkannya justru membuatnya semakin marah. Dalam balutan luka hati, Lena mengungkit masa lalu Fred. Bahwa Fred adalah seorang apatis, tak mengetahui apapun selain musik, tak mengetahui kesedihannya, tak mengetahui kesedihan ibunya.
Hari-hari di resort itu berlalu dengan sepi. Semua orang hanya diam dalam kesedihan dan keputusasaan masing-masing. Keramaian dan gejolak hanya ada dalam hati mereka. Hingga pada suatu siang utusan ratu kembali menemui Fred. Ia kembali meyakinkannya untuk menggelar konser di hadapan Ratu dan pangeran Philip. Fred masih berpegang pada pendiriannya. Sang utusan ratu merasa penasaran dan terus mendesak Fred untuk menjelaskan alasan Fred.
Merasa marah atas pertanyaan yang berulang-ulang, Fred akhirnya menceritakan kisah yang disebutnya sebagai “alasan pribadi” itu. Bahwa lagu Simple Song dibuatnya khusus untuk istrinya, dinyanyikan dan direkam oleh istrinya sendiri. Kini istrinya tak lagi bisa bernyanyi karena sakit yang tak terobati. Sakit yang disebabkan oleh kesalahan Fred sendiri.
Mendengar kemarahan Fred, Lena menangis, merasa bahwa kemarahannya tempo hari terbantahkan. Ayahnya yang ia nilai memiliki kesalahan yang sangat besar, ternyata menyimpan rasa cinta yang begitu mendalam terhadap ibunya
Tokoh-tokoh frustrasi ini saling berinteraksi di tengah masalah pribadi yang begitu lama tak teratasi. Satu demi satu peristiwa terjadi, menyentuh perasaan, memantik semangat dan mengembalikan motivasi. Lena bertemu seorang guru pendaki gunung yang mengajaknya mengatasi rasa takut. Jimmy Tree kembali bersemangat karena seorang anak yang mengenalinya sebagai seorang pemeran sosok ayah bukan pemeran robot.
Film besutan Paolo Sorrentino ini menyuguhkan pesan-pesan indah nan bertaburan. Kesedihan dan keputusasaan tokoh-tokohnya dipertegas oleh kata-kata indah yang mereka lontarkan. Mick misalnya, sutradara tua ini berpesan kepada anggota timnya yang masih berusia muda untuk memanfaatkan jiwa dan semangat mudanya. Kurang lebih begini isinya:
“Dengan bantuan teropong, puncak gunung nampak begitu dekat. Begitulah masa depan bagi anak muda. Dengan teropong terbalik, orang-orang di sekitar nampak begitu jauh. Begitulah masa lalu bagi orang tua”.
Daya tarik terbesar dalam film ini terletak pada garapan musik David Lang. Anda akan merasakan harmoni suara di tengah kekacauan peristiwa-peristiwa. Suasana kesedihan pada semua scene terasa lengkap dengan dukungan musik pengiring.
Pada aspek yang lain, meski telah mendapatkan sedikitnya sembilan kemenangan penghargaan dan tujuh belas nominasi, film ini terasa “garing” untuk ukuran drama musikal. Kisah putus asa mendominasi dua jam durasi film ini. Dampaknya, kesan sepi dan fokus yang melebar begitu kental terasa.
Jika anda peminat film dengan stamina otak yang kuat, maka film ini sangat baik untuk anda. Sebaliknya, jika anda penyuka film ringan, maka anda akan dibuat mengernyitkan dahi dari awal hingga akhir cerita. Satu lagi, adegan-adegan telanjang membuat film ini semakin layak untuk dikritisi. Selain hanya untuk memperjelas setting tempat (hotel yang dipenuhi fasilitas spa, pijat dan berbagai pengobatan), tak ada signifikansi antara adegan dengan alur utama cerita.