KABAR gembira kemarin disampaikan Harian Kedaulatan Rakyat. Pemerintah Indonesia di bawah pemerintahan SBY-Boediono digadang-gadang akan memimpin pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara sebesar 6,6 persen pada 2012-2016. Pada kurun yang sama, pertumbuhan ekonomi negara tetangga Vietnam diproyeksikan 6,3 persen, Malaysia 5,3 persen, Filipina 4,9 persen, disusul Singapura 4,6 persen serta Thailand 4,5 persen. Ramalan tersebut dirilis oleh Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) yang merupakan organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan internasional (Kedaulatan Rakyat, Kamis 1/12/1022).
Masterplan Ekonomi
Pemerintah Indonesia telah menetapkan tripple track strategy sebagai bagian Rencana Pembangunan Jangka Panjang: Pro Growth, Pro Job dan Pro Poor. Secara beruntun, pertumbuhan ekonomi diharapkan berefek rembesan ke bawah sehingga meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan, menurunkan angka kemiskinan dan sebagai hasil akhir kesejahteraan masyarakat meningkat.
Demi mencapai tujuan tersebut, Presiden SBY mengeluarkan Perpres no 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Terdapat tiga strategi untuk mencapai Indonesia Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Pertama, pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi (KE). Kedua, penguatan konektivitas nasional. Ketiga, penguatan kemampuan SDM dan IPTEK nasional.
Pertama, dokumen tersebut membagi Indonesia sebagai negara maritim besar ke dalam enam koridor serta merinci orientasi dan kebutuhan investasi terhadap penyediaan infrastruktur. Karena berorientasi pertumbuhan, Jawa, sebagai KE 2, menempati urutan teratas dalam pengalokasian dana penyediaan infrastruktur yang mencapai Rp 787 triliun. Jauh lebih tinggi dibanding lima koridor lain, seperti Sumatera Rp 323 triliun, Kalimantan Rp 128 triliun, Sulawesi Rp 69 triliun, Bali dan Nusa Tenggara Rp 44 triliun atau Papua dan Kepulauan Maluku yang hanya Rp 162 triliun. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan bagi daerah non Jawa yang akan semakin sulit mengejar kemajuan pesat seperti di Jawa.
Dasar pengalokasian kebutuhan investasi tersebut didasarkan pada tema pembangunan masing-masing koridor. Antara KE I Sumatera hingga KE VI Papua-Kep Maluku mempunyai tema berbeda. Tetapi, pengembangan MP3EI berfokus pada 8 program utama, yaitu: pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama yang disesuaikan dengan potensi dan nilai strategis masing-masing di koridor yang bersangkutan.
Kedua, strategi MP3EI difokuskan pada penguatan konektivitas nasional. Hal itu dilakukan dengan membangun rantai jaringan transportasi yang fokus menghubungkan intrakoridor, antarkoridor serta konektivitas internasional. Konektivitas intrakoridor dilakukan untuk menguatkan perhubungan lokal. Konektivitas antarkoridor dilakukan untuk menguatkan perhubungan nasional. Begitu pula konektivitas internasional akan dibangun infrastruktur perhubungan internasional di garis depan kepulauan Indonesia.
Sehubungan dengan hal itu, lampiran MP3EI memuat daftar investasi infrastruktur yang teridentifikas sehubungan dengan kedua strategi tersebut. Terdapat ratusan proyek infrastruktur yang dibiayai oleh pemerintah, BUMN, campuran dan swasta sehingga menelan biaya Rp 4.012 triliun yang merupakan total kebutuhan enam koridor ekonomi.
Dua strategi tersebut melibatkan gelontoran kebutuhan investasi dengan jumlah sangat besar sehingga pemerintah sendiri kewalahan untuk membiayai. Indikasi tersebut ditunjukkan pemerintah dengan memberi proporsi kepada swasta sebesar 51 persen, campuran pemerintah dan BUMN 21 persen, BUMN 18 persen serta pemerintah sendiri sebesar 10 persen.
Ketiga, strategi MP3EI dilakukan melalui penguatan kemampuan SDM dan IPTEK nasional. Obsesi pemerintah tersebut didasarkan pada keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia berupa sumber daya alam dan tenaga kerja yang melimpah. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan produktivitas menuju keunggulan kompetitif melalui ekonomi berbasis inovasi dengan pendirian perguruan tinggi berbasis riset atau community college agar output lulusan dapat diserap oleh kegiatan ekonomi.
Sebenarnya, dokumen MP3EI tersebut lebih mirip kumpulan analisis tentang penawaran terhadap barang mentah dan kekayaan alam indonesia kepada investor. Oleh karenanya, tak heran apabila arsitek masterplan Menko Perekonomain sekaligus besan SBY Hatta Rajasa mendapat penghargaan di Amerika karena menelurkan gagasan yang dianggap brilian. Namun, kita patut bertanya sebagai rakyat kecil. Betulkah masterplan yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi rakyat itu disusun tidak untuk melayani kepentingan swasta asing? (*)
Leave a Reply