
Polemik antara pasar modern dan pasar tradisional secara umum bisa dikatakan sudah menjadi problematika Nasional di Indonesia. Namun dalam perkembangannya, masih banyak terjadi perubahan yang tidak substansial dengan apa yang menjadi harapan masyarakat pada umumnya. Kota Malang adalah salah satu kota besar yang menjadi destinasi para penimba ilmu disetiap tahunnya. Dengan adanya varian kampus negeri dan swasta serta didukung dengan kondisi alam yang menghipnotis, membuat para lulusan SMA dari berbagai pelosok negeri lebih memilih Kota Malang sebagai tempat kuliah mereka. Peluang itu pula yang menyebabkan para investor melirik Kota Malang dalam bidang perdagangan, mulai dari bisnis perseorangan hingga bisnis berjejaring berskala nasional dan internasional.
Di Kota Malang, polemik pasar modern dan pasar tradisional telah melekat di benak para AREMA (baca: warga Malang). Mulai dari pendirian bangunan Mall yang menyalahi aturan pembangunan, pasar Dinoyo yang kemudian direlokasi dan hendak “disulap” menjadi Mall super megah, konflik antara pemilik kios di pasar Blimbing dengan pihak pembangun Mall yang juga serupa dengan kasus di pasar Dinoyo, belum lagi menjamurnya minimarket (toko modern) di Kota Malang yang terkesan saling berdampingan dan berhadap-hadapkan karena jarak bangunannya yang mudah dijangkau dengan jengkal kaki.
Salah satu faktor yang mampu mengendalikan problematika tersebut adalah dengan dibuatnya Peraturan Daerah dan atau Peraturan Wali Kota tentang pasar tradisional dan penataan pusat perbelanjaan dan toko modern di Kota Malang, seperti halnya yang telah dilakukan oleh Pemda dan Pemkot tetangga yang ada di Jawa Timur. Idealnya, produk hukum tersebut berisikan tentang perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional dan juga aturan tentang pembangunan, sanksi dan produk yang dijual di pasar modern atau toko modern. Itulah tugas kita, utamanya sebagai akademisi untuk mendorong segera disahkan Perda dan atau Perwali di Kota Malang. Serta mendorong Pemkot Malang untuk menindak pasar modern dan toko modern yang terindikasi melanggar Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,”
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah menghilangkan stereotipe yang melekat pada pemaknaan pasar modern dan pasar tradisional. pasar tradisional dalam perkembangannya mengindikasikan tempat yang kumuh, barang yang dijual tidak terjaga kebersihannya, serta tampilan barang yang dijual dalam kemasan yang terkesan seadanya, dan tidak memberikan kenyamanan dalam transaksi jual beli. Sebaliknya, pasar dan toko modern dalam perkembangannya mengindikasikan tempat yang bersih dan megah, serta memberikan kenyamanan dalam melakukan transaksi jual beli.
Hal itu lah yang seharusnya juga mengusik pikiran kita dalam berdialektika tentang pasar tradisional dan pasar modern. Hal yang luput dari pandangan kita salah satunya adalah bentuk penanganan nyata dari pemerintah terhadap pasar tradisional. Karena, dengan ada atau tidaknya pasar modern, pemerintah berkewajiban untuk mengelola dan membina pasar tradisional yang ada di daerahnya.
Menurut Fadilah Putra selaku pengamat Kebijakan Publik Universitas Brawijaya, yang sempat diwawancarai disela-sela kesibukannya menyelesaikan gelar Doktor-nya. Beliau berpendapat bahwa, yang perlu dilakukan pemerintah pada saat ini adalah melakukan modernisasi terhadap pasar tradisional dengan memperbaiki fasilitas yang ada sehingga pembeli pun merasa nyaman ketika melakukan transaksi jual beli.
“Ketidak berpihakan pemerintah itu terletak pada pembiaran kondisi yang ada di pasar tradisional. Tidak semua yang berlabel modern itu adalah tidak pro rakyat, dan yang berlabel tradisional itu yang pro rakyat”, papar alumnus University of Texas Austrin tersebut.
Fadillah Putra juga menjelaskan bahwa mindset seperti itulah yang kemudian harus diluruskan lagi oleh para pelaku usaha maupun para pemangku kebijakan. Karena di era pasar global seperti ini menuntut kita semua untuk siap bersaing dengan para kompetitor asing. Ketika semua lebih sibuk mengawasi menjamurnya minimarket, maka kita akan lupa berbenah tentang bagaimana sikap pemerintah untuk membuat daya saing pasar tradisional semakin baik.
Jika merujuk pada definisi nama “pasar tradisional” yang ada pada beberapa Perda yang membahas tentang pasar tradisional dan pasar modern, maka akan sangat banyak yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Mulai dari pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan swasta termasuk kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha yang berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil.
Sambil kita bersama mengawasi banyaknya indikasi pelanggaran yang telah dilakukan para pemilik pasar modern (supermarket, mall, dll.) dan minimarket (toko modern) yang nakal, disisi lain kita bersama Pemkot Malang mendorong terwujudnya pasar tradisional yang berdaya saing internasional. Bagaimanapun, pasar tradisional adalah penopang perekonomian lokal disetiap daerah.
Sumber Gambar : http://orbitdigital.net/article/pasar-tradisional-vs-mall
Leave a Reply