Jika saya menyebutkan nama Rano Karno, otak Anda pasti seketika langsung nyeplos Si Doel. Benar saja, sang bintang memang menggapai langit-langit puncak keemasan lewat karakter sederhana bernama Si Doel. Sekitar pertengahan 90an hingga tahun 2006, karakter Si doel begitu familiar dengan sinetron berjudul Si Doel Anak Sekolahan.
Kisah keluarga Sabeni asli Betawi ini menceritakan perjalanan SI Doel yang sedang menuntut ilmu di sebuah Universitas jurusan teknik mesin. Hal tersebut sesuai dengan latar belakang Si Doel yang terbiasa dengan kebiasaan nggumbul oplet babenya. Sang babe adalah pemilik oplet yang dikelola beserta keluarganya, Mandra. Sementara Mpok Lela, Ibu si Doel, ikut membantu ekonomi keluarga dengan membuka warung kecil-kecilan.
Sedangkan Atun, adik si Doel, tidak sampai mengenyam pendidikan setinggi Doel. Perekonomian yang sulit menjadikan babe terpaksa hanya bisa menyekolahkan salah satu anaknya sampai level perguruan tinggi. Atun yang tahu diri kemudian memilih untuk membantu ibunya menjaga warung.
Lebih lanjut, sinetron tersebut kemudian menceritakan kisah cinta si Doel. Dua orang wanita dalam hidup si Doel membuatnya pusing. Sarah dan Zaenab merupakan dua sosok wanita yang bergantian riwa-riwi dalam hidup si Doel.
Sarah adalah sosok mahasiswa perguruan tinggi luar negeri yang ingin tahu serta meneliti kebudayaan masyarakat Betawi. Sementara Zaenab merupakan sosok wanita asli Betawi yang sejak kecil sudah dijodohkan dengan Doel. Namun, Zaenab dianggap adik oleh si Doel. Meski sedari awal sebenarnya Zaenab telah menaruh hati.
Secara tersurat maupun tersirat, kisah si Doel banyak menceritakan tentang lika-liku kehidupan Doel dan keluarga. Dengan kemandirian dan percaya diri, Doel hidup dalam modernitas zaman dan kerasnya ibukota Jakarta. Sang Babe mengajarkan kepada si Doel agar tidak minder ketika harus sekolah di perguruan tinggi. Tidak semerta-merta terpengaruh dengan budaya baru, dan tetap mempertahankan budaya lama. Mempertahankan nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik.
Setali tiga uang, sang enyak (ibu) juga turut berpartisipasi aktif dalam menjaga stabilitas suasana dan perekonomian keluarga. Pasangan babe dan enyak tersebut begitu getol dalam memperjuangkan pendidikan setinggi mungkin untuk anaknya. Mesi wong ndeso, babe dan enyak juga menyadari, dengan semakin canggihnya teknologi mengharuskan seseorang untuk beradaptasi dengan arus modernitas.
Kisah si Doel dan keluarga memang menjadi salah satu tontonan idaman di masa itu, bersanding dengan Keluarga Cemara. Hampir sama, Keluarga Cemara juga menceritakan seputar kehidupan dalam cakupan keluarga. Keduanya menjadi tontonan sekaligus tuntunan untuk masyarakat.
Pada akhirnya, kisah si Doel menerjemahkan betapa keluarga adalah hal pertama dan utama. Keluarga sebagai tempat berunding dalam mengambil setiap keputusan dalam melangkah. Karena doa keluarga tak bisa bernilai dengan rupiah atau harta benda, doa keluarga bisa menjadi jamu yang menenangkan hati dalam menjalai kehidupan yang semakin tua renta.
Maka dari itu, kembali mendoakan orang tua disetiap langkah kita masing-masing agar tidak tersesat dijalan.
Semoga . . . dan semogaa . . . Amin.
Sumber gambar: http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2011/02/1296557177313545744.jpg