Sebagaimana yang termaktub dalam KBBI, “mudik” memiliki arti kegiatan perantau atau pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Ritus mudik adalah tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya lebaran. Kebudayaan yang hanya ada di Indonesia ini selalu dilakukan oleh semua orang perantauan.
Sejak lama, mudik selalu dikaitkan dengan perjalanan pulang, berapapun jaraknya, tidak peduli jauh atau dekat. Terkhusus bagi mereka yang mudik jarak jauh, berebut tiket dan kemacetan adalah serangkaian tantangan yang harus dilewati. Mengundur atau mempercepat kepulangan karena tiket yang tidak memungkinkan, atau juga mandek berhari-hari di jalanan sebagai akibat dari kemacetan adalah beberapa hal yang menjadi biasa bagi mereka.
Setelah melewati kemacetan, sampai di kampung halaman, pertemuan keluarga besar adalah kebahagiaan yang terwujudkan. Mereka akan menikmati beberapa waktu bersama dalam masa-masa lebaran. Namun, bagi para muda-mudi, ada pula perasaan khawatir atau takut yang muncul.
Apakah itu?
Ada hal yang amat menakutkan ketika harus pulang kampung atau mudik dengan tanpa membawa sesuatu yang membanggakan. Dalam hal ini kaitannya dengan pekerjaan, khususnya untuk muda mudi yang masih kuliah atau yang sudah lulus dan sedang mencari pekerjaan di kota orang. Alhasil pertanyaan tentang pekerjaan harus dijawab dengan penuh kejujuran.
Mengapa?
Karena orang tua tentu ingin mengetahui pekerjaan dari anak-anaknya. Pekerjaan yang bermacam-macam kadang membuat muda-mudi bingung untuk menjawab ketika pekerjaan belumlah di dapat.
Lazimnya, bagi mereka yang notabene berasal dari desa, menjelaskan pekerjaan akan semakin rumit dilakukan.
Bagaimana bisa?
Semenjak dahulu, masyarakat desa tidak terlalu banyak mengenal pekerjaan. Sepemahaman mereka, pekerjaan hanya terbatas pada PNS, guru, polisi, dokter, atau pun pegawai Bank. Jadi, bagi mereka yang berkebetulan bekerja di luar itu, penjelasan akan sangat sulit dilakukan.
Setali tiga uang, urusan jodoh pun menjadi hal yang terkesan “memuakkan”. Pertanyaan seputar jodoh atau gandengan juga menjadi pertanyaan yang berat ketika mudik hari raya lebaran. “Mana calonnya?” “Kapan nikah?” adalah beberapa pertanyaan yang menjadi mimpi buruk di setiap malam-malam menjelang lebaran.
Dan bagi kebanyakan orang, penjelasan apapun tidaklah terlalu diterima jika pada akhirnya jawabannya bermuara pada “doakan secepatnya” atau “Mau fokus karir dulu”.
Mengapa begitu?
Hampir semua orang percaya bahwa pernikahan mendekatkan diri pada terbukanya pintu rezeki. Tentu saja jawaban, “Besok, tanggal sekian” atau “Lho, belum dapet undangan ta?” adalah jawaban yang paling diharapkan.
Artinya, dalam hal ini, mudik tidak hanya tentang kembali pulang. Apalagi bagi mereka, muda-mudi yang juga merantau. Dahulu, saya percaya bahwa lebaran adalah cara terbaik untuk modus pendekatan dan menyengajakan perjodohan. Namun, kini saya tidak terlalu percaya hal tersebut. Saya pribadi lebih sepakat jika mudik adalah serangkaian kegiatan yang menguras tenaga, pikiran, dan perasaan.
Sumber gambar: http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/924925/big/059918100_1436514389-jomblo_7_apriltravelprotection.jpg