“Ini ada acara apa?”
“Diskusi rutin reboan, Pak.”
“Diskusinya tentang apa?”
“Malam ini tentang bla. .bla. .bla. . .”
“Saya mendapat informasi dari udara bahwa ada acara kumpul-kumpul yang diindikasikan. . . .blass. .blass. . beelllllaaaaaasssssss. .”
Hening tanpa suara. Semua orang menatap ke atas, mencari-cari, memastikan apa yang sebenarnya terjadi di udara.
Dear Mas-Mas Reboan.
Gimana, Mas? Udah kapok belum didatangi sama makhluk Tuhan paling benar di Indonesia?
Aku gak nyindir lho, cuma pengen tau aja gimana reaksi sampean pasca kejadian semalem. Kaget kan? Gak enak kan? Itu juga yang pernah Jawoto rasakan. Tetiba digrebek dengan pesan, “Kita udah gak cocok, Mas. Maafin aku yang tidak sempat mewujudkan mimpi-mimpi kita. Aku sayang sampean. Tapi maaf, aku lebih sayang diriku dan keluargaku.”
Ajur, Mas. Ajuuurrrr!!!!
Begini lho, Mas. Aku tau kalau mas-mas semua niatannya baik. Aku paham kok kalau diskusi itu sarana penambah ilmu pengetahuan dan media silaturrahim yang baik. Aku paham, Mas. Aku paham! Tapi, apa mas-mas lupa kalau ilmu itu hari ini terbatas. Sangat minimalis.
Nahh, kasus yang menimpa sampean semalam harusnya menjadi refleksi diri. Sampean jangan terlalu memaksakan diri untuk ngoyo diskusi dari ba’da isya’ sampai hampir lewat tengah malam. Muspro, Mas. Muspro!
Dasar PKI!
Apa sampean-sampean tidak sadar jika ilmu itu harus dikekang. Mengapa? Agar anak muda tidak mayak kepada senior. Agar sampean-sampean semua tau, penting mana nonton Yutub dibandingkan ngobrol dengan orang yang sedang datang.
Mas, sampean harusnya paham betul kalau pembahasan diskusi semalam itu berbahaya. Dangerous! Jarkomanmu kuwi masya’allah yoo-yoo. Nggarai semeremet.
Lha wong saat memperingati hari lahirnya pancasila sampean malah membahas yang kiri-kiri. Mentang-mentang belok kiri jalan terus. Negara kita itu phobia dengan yang kiri-kiri, Mas. Lin Dan itu kidal, dia kiri. Kita gak jarang kalah sama dia. Lagian harusnya dari awal sampean sadar kalau kiri itu jelek. Fungsinya buat cawik lho, Mas.
Mas-Mas Reboan.
Doa yang sampean panjatkan untuk keutuhan pancasila dan negara diawal diskusi tidak berarti apa-apa. Mereka itu tidak pernah tau kalau yang kiri itu sebenarnya is a friend with Tuhan. Lagian seberapa besar sih kadarnya doa dibandingkan upaya atas naman keutuhan negara?
Negara gak butuh didoakan, Mas. Negara butuh pajakmu!
Sampean juga harus sadar bahwa kedatangan bapak-bapak berbintang itu adalah upaya pencegahan. Bukan cuma reaksioner semata. Untung bapak tersebut tidak membawa surat penangkapan. Bayangkan kalau sampai ada borgol yang terkunci di tangan sampean. Sampean mau bobok manja di jeruji? Sok bahas kiri. Ikan aja ditangkap gegara ada corak PKI. Apalagi manusia.
Ikhlaslah, Mas. Tidak ada niatan dari bapak-bapak tersebut untuk mengekang kebebasan. Wkwkwk. Ngomong kebebasan. Kowe jomblo yo? Mereka juga manusia yang sedang bekerja. Manusia yang sedang berjuang di garis Tuhan untuk anak dan keluarga. Manusia yang juga-mungkin-barangkali-tertarik dengan gorengan dan kopi yang selalu tersedia pada hari rabu di meja rumah paling pojok Dwiga.
Begini saja, Mas.
Aku yang dhoif ini mau usul gimana kalau diskusi reboan dibubarkan saja. Toh manfaatnya juga gak banyak-banyak amat kan?
Kalau mau nambah pengetahuan ya sekolah atau kuliah. Kenapa? Gak punya uang? Gak punya dana?
Kakean alasan. Ooo, PKI!
Sampean gak tau yaa kenapa pemerintah begitu getol bengak-bengok tentang tol laut? Buat menambah lapangan pekerjaan, jadi pengamen atau jualan tahu sama mizon.
Kalau sampean berdalih menjaga silaturrahim, ya ngadain acara mantenan atau syukuran yang besar. Bila perlu undang seluruh warga Indonesia. Baik yang masih hidup, sementara masih dalam proyek pengadaan, atau yang sudah menjelma menjadi tulang-belulang.
Kalau memang pembubaran diskusi dirasa terlalu berseberangan dengan kaidah intelektualitas, aku usul agar tema diganti saja. Gak usah lagi bahas kekiri-kirian. Ambil aja tema yang gak sempat dibahas secara masif. Tendangan macan TNI di lapangan sepakbola misalnya. Kalau gak gitu, bahas yang kanan-kanan aja. Pelajari kaidah dan syariat pelaksanaan khilafah islamiyah di Indonesia.
Sampean ingat dengan pertemuan reboan beberapa waktu yang lalu?
Sampean semua dengan bangga membahas dan menggunjing yang kanan-kanan. Dan apa yang terjadi? Gak ada apa-apa kan? Itu artinya kanan itu boleh. Kiri itu jangan.
Ngertio!
Ooo, ancene PKI kabeh!