Judul: Karmaphala
Produksi: Genta Buana
Sutradara: Muchlis Raya
Pemain: Anto Wijaya, Li Yun Juan, Murti Sari Dewi, Susana Meilia, Piet Ermas, Dian Sitoresmi
Tahun: 1997
Setelah kalah berduel dengan Arya kamandanu, Arya Dwipangga terluka parah sampai mengalami kebutaan. Ia terkena serangan pusaka pedang naga puspa. Dalam perjalanan kesendiriannya, Arya Dwipangga merenung di pinggir danau dalam hutan. Dalam perenungannya, Arya Dwipangga bermimpi bertemu dengan sang ayah, Mpu Hanggareksa.
Dalam mimpi tersebut, Mpu Hanggareksa berpesan kepada Arya Dwipangga agar meminta maaf kepada Mei Shin dan juga Arya Kamandanu beserta orang-orang yang pernah disakiti. Jika hal tersebut sudah dilakukan, kemungkinan besar sakit yang dideritanya tidak akan berlanjut. Setelah kejadian tersebut, Arya Dwipangga beri’tikad untuk meminta maaf kepada Mei Shin dan anak kandungnya.
Selama perjalanannya, Arya Dwipangga jatuh pingsan di pinggir jalan di luar hutan. Mei Shin yang tak sengaja lewat langsung menolong dan dibawa ke Pasuruan untuk diobati. Lama-kelamaan, Mei Shin mulai curiga orang yang ditolongnya adalah Arya Dwipangga. Setelah mengetahui jati diri Arya Dwipangga, Mei Shin kemudian meminta sang paman (Walikadep) untuk merawat Arya Dwipangga.
Ayu Wandira yang beranjak dewasa kini tinggal bersama Nini Ragarunting. Ia berniat pergi ke Pasuruan lantaran ingin bertemu Nini Ragarunting. Sedari awal ia berkeinginan untuk bertapa di gunung guna membersihkan segala dosa-dosa yang diperbuat.
Sesampainya di Pasuruan, Ayu Wandira tidak tahu bahwa ayah kandungnya Arya Dwipangga ada di dalam rumah dan sedang sakit parah. Ia kemudian mencari tahu tentang asal-usul orang asing tersebut. Arya Dwipangga kemudian menceritakan secara jujur kepada Ayu Wandira. Akhirnya, Mei Shin juga menceritakan sejujur-jujurnya kepada Ayu Wandira tentang apa yang telah diperbuat oleh Arya Dwipangga.
Episode ini menceritakan tentang kesalahan yang harus dibayar pada suatu masanya tersendiri. Arya Dwipangga merasakan karmaphala akibat perbuatan yang telah dilakukan. Bahasa halusnya adalah kehidupan juga menekankan adanya sebab-akibat. Jika melakukan sesuatu maka menjadi wajib hukumnya akan menerima konsekuensi yang mengiringinya. Persis ketika kita makan yang mengakibatkan perut kenyang.
Leave a Reply